"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tergoda
"Kalian beristirahatlah, pasti kalian berdua sangat lelah,” ucap Opa Thalib.
Mama Sarah hanya bisa menggenggam tangan Ghina, seakan memberikan kehangatan dan kekuatan untuk putri semata wayangnya.
“Kami masuk dulu Pah, Mah,” ujar Edward kembali menggenggam tangan Ghina.
Edward membuka pintu kamar hotel, dan menuntun Ghina masuk ke kamar. Sebelum lebih masuk ke dalam kamar, Ghina melepaskan genggaman tangan Edward.
“Huffh!” Ghina membuang napasnya dengan kasar, lalu menghempaskan dirinya di sofa.
Edward pun sama duduk di sofa, mereka saling berhadapan.
Kedua netra mereka berdua saling berada pandang dengan tatapan yang tajam.
“Ck!" Ghina berdecak kesal karena rasa tidak sukanya di pandang Edward. Sedangkan Edward masih lekat menatap istrinya.
“Kita berdua tidak saling mencintai, jadi kamu jangan berharap ada malam pertama di antara kita. Dan ingat perjanjian kita ... tidak ada sentuhan fisik yang lebih!” ucap Edward.
“Cih ... siapa juga yang ingin malam pertama dengan Om! dibayar berapapun juga ogah!” kata Ghina, mendesis.
Ghina bangkit dari duduknya, dengan menuntun buntut kebayanya, dia menuju kamarnya.
“Halo, Kak Dela ada dimana?” tanya Ghina lewat sambungan handphonenya.
“Halo Cin, Kak Dela ada dikamar 401 lantai 4. Emang ada apa Cin?”
“Ya udah Ghina ke sana ya ... mau minta tolong bukakan kebaya sama sanggulnya ... udah pusing nih kepala Ghina!”
“Kak Dela aja yang ke kamar ya gimana?” jawab Dela.
“Gak usah Kak Dela, biar Ghina yang ke sana ya. OK!”
“Ya udah ... ditunggu.”
Ghina mengakhiri sambungan teleponnya, lalu kembali bergerak keluar kamar.
“Kamu mau ke mana?” tanya Edward yang sudah berdiri di depan pintu.
“Ke mana aja terserah saya, bukan urusan Om!” jawab ketus Ghina.
“Kalau kamu pengen buka kebaya, biar saya bantu!” Edward meraih lengan Ghina.
“Tidak perlu, sudah ada orang yang akan membantunya!” ditepisnya tangan Edward dari lengannya. Dan melanjutkan langkah kakinya.
“Ooh iya baru ingat, ternyata Om Edward hari ini sungguh aktingnya luar biasa. Benar benar seperti seorang pria yang jatuh cinta pada pengantin perempuan. Sungguh saya sempat tertipu. Nilai yang sempurna buat akting OM,” ucap Ghina tanpa membalikkan badannya.
Ghina kembali melangkahkan kakinya, Edward hanya bisa memandang punggung Ghina yang lama-lama menghilang dari pintu.
“HAH!” Edward meraup wajahnya, seakan hatinya terkena sentilan, mengingat tingkah lalunya saat resepsi nikah mereka.
🌹🌹
“Duh ini si pengantin harusnya tetap di kamar pengantin dong. Minta sama suami bukain kebayanya,” celoteh Dela si wanita jadi jadian.
“Hah, suami ... ya suami di atas kertas,” ucap pelannya.
Dela dan Lusi mulai sibuk membuka aksesoris rambut dan sanggulnya.
“Kan romantis Ghina, di bukaiin baju sama suami,” celetuk Lusi.
“Udah dong gak usah bahas suami ... suami terus, pusing kepala Ghina nih," celetuk Ghina dengan bibir mengerucut.
“Kak Dela sama Kak Lusi malam ini menginap di sini gak?”
“Eike nginap dong, sayang kalau gak nikmatin fasilitas dari suami Ghina, ya kan Lusi.”
“Iya Ghina, kita-kita nginap di sini. Besok siang baru cek out.”
“Ghina ikutan tidur di sini ya.”
“Apa!!!” ujar kaget Dela dan Lusi bersamaan.
“Gak salah Ghin, kamu nanti dicariin suami kamu loh,” ucap Lusi.
“Tidak akan di cariin, please ya.”
“Ya terserah cantik aja deh, lagi pula ini juga hotel suami kamu," jawab Dela.
“Thanks Kak Dela, Kak Lusi.”
Setelah rampung buka sanggul, buka kebaya dan wajahnya bersih dari make up, baru dia lanjut membersihkan dirinya.
Ghina ikut Lusi ke kamar sebelah, malam pertamanya dia akan tidur bersama Lusi bukan dengan Edward suaminya.
Sedangkan di kamar untuk pengantin, Edward mondar mandir menunggu ke datangan Ghina yang sudah lama meninggalkannya di kamar seorang diri.
Jam 12 malam, “Ini bocah belum balik juga,” gumam Edward kesal, akhirnya memutuskan menyusul Ghina ke kamar 401 yang tadi sempat terdengar.
TING ...TONG
Berkali-kali bel kamar Dela berbunyi.
“Ck, siapa sih yang ngebel tengah malam!” mata Dela yang sudah terlelap terpaksa bangun setelah terganggu dengan suara bel.
“Ghina mana?” tanpa basa basi Edward langsung bertanya.
“Oh Pak Presdir, Ghina di kamar 402,” jawab Dela.
Edward langsung pindah ke pintu kamar 402.
TING ... TONG
Edward kembali lagi memencet bel kamar 402, berkali-kali dan masih belum terbuka pintunya. Ingin rasanya memanggil karyawannya untuk membuka kamar tersebut.
Ceklek
“Ooohh ... ada apa ya Pak?” Lusi yang sudah terlelap, terpaksa membuka pintu.
“Ghina mana?” tanya Edward.
“Ghina sudah tidur Pak, perlu saya bangunkan.”
“Tidak usah.”
Tanpa permisi Edward masuk kamar Lusi, terlihatlah Ghina sudah tertidur pulas di balik selimutnya.
Enak sekali nih bocah sudah tertidur, sedangkan saya di kamar menunggunya.
Edward menyingkap selimut yang berada di atas tubuh Ghina, lalu menggendongnya ala bridal style.
Lusi tidak bisa mencegahnya, karena yang gendong suami Ghina sendiri.
🌹🌹
Tubuh gadis itu dibaringkan pelan-pelan ke atas ranjang, selama Edward menggendongnya, Ghina benar-benar tidak terusik, tidurnya seperti orang pingsan.
Dan selama mengendong Ghina ke kamar mereka, Edward mencium wangi tubuh Ghina yang menggairahkan hasratnya.
“Hanya malam ini saja.” Edward mengulum senyumnya. Di sibaknya rambut Ghina dari lehernya, wajah Edward mulai mendekati leher Ghina. Mencium lembut daun telinga Ghina, lalu turun ke leher putihnya, begitu wangi.
Sepertinya Edward berkhianat dengan perjanjian yang dia tulis sendiri, bahwa tidak ada sentuhan fisik dengan Ghina.
Kembali lagi Edward menyesap leher Ghina dengan lembut, salah satu tangannya mulai merangkul pinggang Ghina.
“Kak Edward ingat! jangan sesekali menyentuh Ghina. Dia hanya istri di atas kertas! Jangan sampai ada malam pertama dengan dia, kalau sampai terjadi....aku tidak akan menikah denganmu!” Edward tersentak, mengingat kembali percakapannya tadi dengan Kiren melalui sambungan ponsel.
Edward langsung beringsut setelah sempat mengungkung tubuh Ghina. Di raupnya wajahnya dengan ke dua tangannya, untung dia tersadar hingga tidak terjadi malam pertama dengan Ghina istri sahnya.
Kini dia hanya berdiri di depan ranjang, menatapi pengantinnya yang telah tertidur pulas. Setelah puas menatapinya ia keluar dari kamar, pergi entah ke mana.
🌹🌹
Pagi menjelang, masih di hotel.
Tubuh Ghina mulai menggeliat, merentangkan ke dua tangan, merasakan tubuhnya terasa segar.
Semalam tidurnya terasa pulas, apalagi semalam dia sempat bermimpi indah dengan Edward, pria yang sempat dia kagumi.
Kedua netra Ghina mulai mengerjap-ngerjap “loh kok kamarnya beda,” gumam Ghina heran, bukannya semalam dia tidur di kamar sama mbak Lusi.
“Apa iya gue semalam tidur sambil jalan, balik ke kamar ini lagi,” gumamnya.
Gadis itu bangkit dari ranjang, lalu keluar dari kamar pengantin baru yang di siapkan pihak hotel. Ghina menelisik ruang tamu, tidak ada satu pun orang.
“Syukurlah berarti gue semalam tidur di sini sendiri.”
Ghina kembali masuk ke kamar, untuk ke kamar mandi “ Astaga ya Allah!” Ghina terjingkat kaget melihat Edward hanya menggunakan handuk pendek di bagian bawah pinggang.
bersambung ...