Sulfi sangat bahagia ketika liburan sekolah akan tiba dan ia memutuskan untuk pulang ke rumah neneknya
Saat pulang sekolah ada sebuah mobil yang menyerempet Sulfi sampai kakinya tidak bisa untuk berjalan
Pengendara mobil itu langsung membawa Sulfi ke rumah sakit dan ia akan bertanggung jawab semuanya
Sulfi yang merasa jengkel meminta pengendara itu untuk menemaninya ke rumah nenek yang ada di Kota M
Dan tanpa Sulfi ketahui kalau pengendara itu ternyata Om dari kekasih Sulfi yang bernama Hatta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Marshall menghentikan mobilnya dan ia lekas berjalan menuju ke rumah Hatta. Ia melihat Mama Hatta yang sedang duduk di ruang tamu.
"Cepat tangkap wanita itu dan masukan ke dalam penjara" ucap Marshall yang sudah membawa petugas polisi untuk menangkap Mama Hatta.
Linda yang ketakutan langsung memanggil Papa Hatta yang sedang berada di rumah tetangga yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Mama Hatta yang ketakutan dan meminta Marshall untuk memaafkan dirinya yang telah emosi dan ia tidak sengaja melempar asbak kaca ke kepala Sulfi.
"Tidak sengaja? Marshall tadi melihat dengan jelas kalau Budhe melempar asbak kaca itu ke kepala istriku" ucap Marshall dengan suara bariton nya.
Marshall meminta agar polisi lekas membawa Mama Hatta ke penjara. Disaat mereka akan keluar dari rumah, Papa Hatta langsung mencegah agar polisi tidak membawa istrinya.
"Marshall, tolong jangan masukkan budhemu ke penjara. Maafkan budhemu" pinta Papa Hatta sambil duduk bersimpuh di hadapan Marshall.
Tak berselang lama, Hatta yang baru saja datang langsung terkejut ketika melihat Marshall dan beberapa polisi ada di rumahnya.
"Pa, ada apa ini? Kenapa ada polisi?" tanya Hatta yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai ada polisi di rumahnya.
Marshall meminta mereka untuk ikut ke kantor polisi agar tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Hatta, tolong mama nak. Mama tidak sengaja tadi" Mama masih saja berusaha mengelak dengan apa yang telah ia perbuat.
Hatta mencekal lengan Marshall dan memintanya untuk melepaskan Mamanya.
"Om tidak akan melepaskan Mamamu karena sudah membuat istriku terbaring di rumah sakit" Marshall langsung meninggalkan rumah Hatta.
Polisi membawa Mama Hatta yang masih saja berteriak memanggil nama suami dan anaknya.
Hatta dan Papanya langsung ikut ke kantor polisi dimana mereka membawa Mama mereka.
"Apa yang telah dilakukan Mama, Pa?" tanya Hatta.
"Papa juga nggak tahu, tadi Papa ada di rumah Pak Roni" jawab Papa Hatta yang masih tidak tahu apa yang membuat Marshall marah sampai membawa istrinya ke kantor polisi.
Sesampainya di kantor polisi, Marshall duduk dan melihat Mama Hatta yang memohon kepada dirinya agar dilepaskan. Mama Hatta berjanji tidak akan melakukan perbuatannya lagi.
"Om, sebenarnya apa yang dilakukan sama Mama?" tanya Hatta.
"Tanyakan sama Mama kamu sendiri" jawab Marshall yang malas menjawab pertanyaan dari Hatta.
Hatta menghampiri mamanya dan memintanya untuk menceritakan semuanya.
Mama Hatta mulai menceritakan semuanya kepada Hatta dan suaminya kalau ia tadi melempar asbak kaca ke kepala Sulfi.
Hatta yang mendengarnya langsung membelalakkan matanya.
"Mau Mama apa sih sebenarnya? Sulfi tidak salah Ma, dia wanita baik-baik"
"Kalau dia wanita baik-baik, tidak mungkin dia menggoda mu sampai Linda menangis dan bercerita kepada Mama"
Marshall menghampiri mereka berdua dan mengatakan kalau ia tidak akan mencabut tuntutannya.
"Pak, silahkan diurus. Saya mau ke rumah sakit" ucap Marshall yang langsung keluar dan tidak menghiraukan mereka.
Hatta yang kesal dengan Mamanya juga ikut keluar dan meminta Mamanya untuk menerima apa yang telah ia perbuat.
"M-mas, tolong aku. Selamatkan aku" Mama Hatta meminta suaminya agar menolongnya.
Papa Hatta yang tidak punya kekuasaan apapun akhirnya memilih ikut Hatta pulang.
Melihat semuanya telah pergi, Mama Hatta langsung berteriak-teriak seperti orang kesurupan.
Polisi wanita yang ada disana langsung memasukkan Mama Hatta kedalam sel penjara.
Sementara itu Marshall sudah sampai di rumah sakit dan ia melihat Alan yang sedang duduk di depan ruang pemulihan.
"Tuan kenapa lama sekali? T-tadi Nona Sulfi..." Alan menceritakan kalau Sulfi tadi sudah bangun dan langsung muntah-muntah.
Mendengar perkataan dari Alan, Marshall langsung masuk dan melihat ada dokter yang sedang memeriksa keadaan istrinya.
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Marshall
Melihat Marshall yang sudah ada disini, Dokter mengajaknya keluar dan mengatakan kalau Sulfi harus melakukan tes MRI.
"Dari tadi pasien muntah saja dan saya khawatir kalau..."
Marshall langsung meminta dokter untuk melakukan tes itu, ia sanggup membayarnya asalkan istrinya selamat.
Dokter dan perawat langsung membawa Sulfi ke ruang pemeriksaan MRI
Marshall sangat takut jika terjadi sesuatu kepada istrinya.
"Alan, aku takut kalau istriku...." Marshall mengacak-acak rambutnya.
"Tuan, kita doakan saja semoga semuanya baik-baik saja" Alan meminta Marshall untuk duduk menenangkan dirinya.
Disaat mereka sedang duduk tiba-tiba Nila datang dengan membawa beberapa bungkus makanan.
"Mas, ini aku bawakan nasi bungkus dan beberapa lauk lainnya" Nila meminta agar Alan mengajak Marshall untuk makan terlebih dahulu.
Alan menghampiri Marshall yang sedang duduk menunggu istrinya yang masih berada di dalam.
"Aku tidak nafsu makan, kalian saja yang makan" ucap Marshall.
Alan meminta Marshall untuk makan walaupun hanya beberapa sendok saja. Marshall pun langsung mengambil nasi bungkus itu dan lekas memakannya.
Hampir satu jam mereka menunggu dan tak berselang lama dokter keluar dan memanggil Marshall.
Marshall langsung menghampiri dokter yang baru saja membuka ruangan pemeriksaan.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Marshall.
"Syukurlah tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semuanya baik-baik saja" jawab dokter sambil memberikan hasil pemeriksaan MRI.
Marshall langsung sujud syukur setelah mendengar perkataan dari dokter.
Dokter mengatakan kalau akan memindahkan Sulfi ke rumah pemulihan kembali.
Mereka langsung berjalan menuju ke ruang pemulihan dimana perawat sedang mendorong brankar Sulfi.
Marshall meminta Alan dan Nila untuk pulang karena nanti malam masih ada acara tahlilan Nenek Kedasih.
Alan dan Nila langsung berpamitan dan segera pulang ke rumah Nenek Kedasih.
Jam menunjukkan pukul delapan malam dimana Sulfi baru saja membuka matanya.
"M-mas...." Sulfi memanggil suaminya yang sedang tertidur di kursi sebelah tempat tidurnya.
Mendengar suara istrinya yang memanggil namanya, Marshall langsung bangun dan melihat istrinya yang sudah sadar.
"Alhamdulillah sayang, apa yang kamu rasakan sekarang? Masih pusing?" tanya Marshall
Sulfi menggelengkan kepalanya dan ia meminta untuk pulang ke rumah.
"Sayang, kamu masih sakit. Sabar dulu sampai kamu sembuh" ucap Marshall.
Sulfi pun menuruti perkataan suaminya dan disaat mereka sedang mengobrol tiba-tiba Hatta dan Papanya datang.
"Apa yang kalian lakukan disini? Cepat keluar dari sini!" teriak Marshall.
"M-mas, suruh mereka keluar. Aku tidak mau melihat mereka" pinta Sulfi.
Marshall mendorong mereka berdua agar keluar dari ruang pemulihan.
Hatta langsung duduk bersimpuh dan meminta Marshall untuk mencabut laporannya.
"Biar aku yang menggantikan Mama, aku rela di penjara" ucap Hatta sambil duduk bersimpuh.
Marshall tidak menghiraukan perkataan Hatta dan ia kembali masuk ke kamar pemulihan untuk menemani istrinya. Ia melihat istrinya yang sedang menangis sesenggukan.
"Jangan menangis, mereka pantas mendapatkan hukuman" ucap Marshall sambil memeluk tubuh istrinya.
Kemudian Marshall meminta istrinya untuk kembali beristirahat agar segera pulih.
Sementara itu acara tahlilan Nenek Kedasih telah selesai dilaksanakan dan sekarang Alan sedang membantu Nila yang sedang mencuci piring.
"Mas, terima kasih sudah membantuku" ucap Nila.
"Iya sayang, sama-sama. Ini sudah kewajibanku membantu calon istriku" ujar Alan sambil tersenyum tipis.
Setelah selesai mencuci piring dan membersihkan rumah. Mereka berdua duduk dan mengobrol tentang pernikahan yang akan diadakan beberapa hari lagi.
"Apa Mas Alan yakin mau menikah denganku? Aku hanya seorang janda, Mas" ucap Nila.
"Lalu kenapa kalau janda? Mas tidak mempersalahkan itu. Jodoh, takdir, maut, sudah tertulis semuanya sayang" jawab Alan sambil tersenyum tipis.
Baru kali ini Nila yakin pada keputusannya untuk menikah dengan Alan yang baru beberapa hari ini dia kenal. Sudah banyak lelaki yang ia tolak untuk menjadi suaminya.
Setelah mengobrol panjang lebar, Alan meminta Nila untuk segera istirahat karena sudah malam.