Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Bab 20: Dunia Badai
Portal menuju dimensi berikutnya terbuka di hadapan Elena dan timnya, memancarkan cahaya berputar yang memancarkan aura keperakan. Di balik cahaya itu, terdengar suara gemuruh, dan angin kencang terasa bahkan sebelum mereka melangkah masuk.
"Siap?" tanya Elena, menoleh ke arah yang lain.
Mark menggenggam senjatanya dengan kuat, sementara Kara menyesuaikan pelindung tubuhnya. Samuel, dengan peralatan pemindainya yang telah diperbarui, menatap portal itu dengan penuh kehati-hatian.
"Tidak ada yang benar-benar siap untuk apa yang ada di sana," gumam Samuel sambil melangkah lebih dekat, "tapi kita tidak punya pilihan lain."
Elena mengangguk. "Kita harus melanjutkan."
Satu per satu, mereka memasuki portal dan langsung terhempas ke dunia badai yang bergemuruh. Saat mereka muncul di sisi lain, suara angin kencang yang menderu-deru memenuhi telinga mereka. Langit di atas mereka berputar dengan kilatan petir yang terus-menerus menerangi awan hitam pekat.
Mereka berdiri di atas tanah yang kasar dan retak, dengan kilatan cahaya yang tidak teratur dari aliran listrik yang mengalir di permukaan tanah. Udara terasa berat dan penuh dengan muatan listrik yang membuat rambut mereka berdiri.
"Dunia macam apa ini?" Kara berteriak agar suaranya terdengar di atas gemuruh.
Samuel menatap pemandangan dengan ngeri. "Ini seperti dunia yang hancur oleh energi liar. Mungkin badai ini disebabkan oleh ketidakseimbangan inti energi yang harus kita temukan."
Elena menutup pelindung wajahnya agar terhindar dari debu yang beterbangan. "Kita tidak bisa berlama-lama di sini. Badai ini bisa membunuh kita jika kita tidak menemukan perlindungan."
Mereka bergerak cepat menuruni bukit bebatuan, mencari tempat berlindung dari badai yang mengamuk. Setiap langkah mereka disertai dengan kilatan petir yang menerjang tanah di dekatnya, menciptakan ledakan kecil dan getaran yang terasa sampai ke kaki mereka.
Setelah beberapa waktu, mereka menemukan sebuah gua yang tersembunyi di balik bebatuan besar. Samuel memeriksa daerah sekitar gua itu dengan pemindai, memastikan bahwa tempat itu aman sebelum mereka masuk.
"Ada energi yang lebih stabil di sini," lapor Samuel. "Kita bisa berlindung sementara."
Begitu mereka masuk ke dalam gua, suara angin dan petir mereda, memberikan sedikit ketenangan. Elena duduk sejenak untuk beristirahat sambil memikirkan langkah selanjutnya. "Samuel, bisakah kamu melacak di mana letak inti energi di dunia ini?"
Samuel menyesuaikan pemindai di lengannya. "Pemindaianku menunjukkan bahwa ada sumber energi besar di sekitar kita, tetapi badai ini mengganggu sinyal. Kita harus bergerak lebih dekat."
Mark berdiri, menyandarkan tubuhnya ke dinding gua. "Dan semakin dekat kita, semakin berbahaya tempat ini. Kita bahkan tidak tahu apa yang akan kita hadapi di luar sana."
Elena menatapnya dengan serius. "Apa pun yang terjadi, kita harus menyelesaikan misi ini. Jika kita tidak memperbaiki inti energi di dunia ini, badai akan terus tumbuh dan bisa menghancurkan dimensi lain."
Samuel, yang sudah menyelesaikan analisisnya, mendekati Elena. "Aku menemukan jalur energi. Arah utara dari sini tampaknya lebih stabil, dan mungkin di sana kita akan menemukan sumber masalahnya."
Elena mengangguk. "Baik, kita akan bergerak ke sana saat badai mereda."
Malam tiba, meski di dunia ini sulit membedakan siang dan malam. Langit tetap gelap dengan kilatan petir yang terus-menerus. Ketika badai mulai sedikit mereda, Elena memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Mereka keluar dari gua, merangkak di bawah angin yang mulai menguat lagi, mengikuti petunjuk yang diberikan Samuel.
Perjalanan mereka membawa mereka melalui lembah-lembah yang penuh dengan batuan tajam dan reruntuhan aneh. Tampak jelas bahwa dunia ini pernah dihuni oleh peradaban canggih, namun kini hanya menyisakan puing-puing yang hancur oleh badai.
"Kita hampir sampai," kata Samuel, memeriksa pemindaiannya. "Energinya semakin kuat di depan sana."
Saat mereka semakin dekat, mereka tiba di sebuah dataran terbuka yang dipenuhi oleh struktur aneh berbentuk menara. Di puncak setiap menara, energi berkilauan dan bergerak liar, menciptakan medan listrik yang sangat kuat.
"Tampaknya kita telah menemukan sumber masalahnya," ujar Mark, mengamati menara-menara itu dengan mata waspada.
Elena menatap medan energi di sekitar menara. "Ini pasti pusat dari badai ini. Jika kita bisa menstabilkan energi di sini, badai mungkin akan mereda."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih dekat, sosok besar muncul dari balik salah satu menara. Makhluk itu terlihat terbuat dari energi murni, tubuhnya berkilauan seperti petir yang menjalar di sekujur tubuhnya. Makhluk itu melayang di udara, mata merahnya bersinar dengan intensitas yang menakutkan.
"Kita tidak sendiri," bisik Kara, suaranya penuh kekhawatiran.
Makhluk energi itu mengeluarkan suara gemuruh yang membuat tanah di sekitar mereka bergetar. Tanpa peringatan, ia menyerang dengan kecepatan luar biasa, meluncurkan serangan listrik ke arah tim.
"Serang balik!" teriak Elena, mengangkat senjatanya dan menembakkan peluru energi ke arah makhluk itu.
Namun, serangan mereka tidak memberikan efek apa pun. Makhluk itu tampaknya kebal terhadap senjata konvensional. Setiap peluru yang mengenai tubuhnya hanya diserap oleh energi yang mengelilinginya.
"Ini tidak akan berhasil!" teriak Mark, mencoba menghindari serangan balik dari makhluk tersebut.
Elena berpikir cepat. "Kita harus menghentikan menara-menara itu! Mereka pasti sumber kekuatan makhluk ini!"
Samuel mengangguk, berlari menuju salah satu menara dengan peralatan teknologinya. "Aku akan mencoba menonaktifkan aliran energinya!"
Sementara Samuel bekerja, Elena, Kara, dan Mark mencoba menahan makhluk energi itu. Mereka terus menyerang, meskipun serangan mereka hanya untuk mengalihkan perhatian makhluk tersebut dari Samuel.
"Aku hampir selesai!" teriak Samuel sambil bekerja cepat di panel kontrol menara.
Makhluk energi itu, tampaknya menyadari apa yang sedang dilakukan Samuel, tiba-tiba berbalik dan melesat ke arahnya. "Samuel, hati-hati!" teriak Kara.
Namun sebelum makhluk itu bisa mencapai Samuel, sebuah gelombang energi besar tiba-tiba meledak dari menara. Samuel berhasil menonaktifkan aliran energinya, menyebabkan makhluk itu kehilangan stabilitas. Tubuhnya mulai bergetar dan memudar.
Elena melihat kesempatan itu. "Ini saatnya! Serang!"
Dengan kekuatan penuh, mereka menyerang makhluk itu, dan kali ini, serangan mereka berhasil. Makhluk itu berteriak dalam kemarahan sebelum akhirnya lenyap, terserap kembali ke dalam menara yang sekarang sudah tidak aktif.
Ketika makhluk itu menghilang, badai di sekitar mereka mulai mereda. Awan-awan hitam yang berputar-putar di langit mulai memudar, dan kilatan petir berhenti.
"Kita berhasil," kata Samuel dengan napas terengah-engah, masih berdiri di dekat panel kontrol menara.
Elena tersenyum, merasa lega. "Ya, satu langkah lagi menuju menstabilkan dimensi ini."
Mereka berdiri di tengah dataran yang kini tenang, menyadari bahwa perjalanan mereka masih panjang. Badai telah mereda, tetapi ancaman dari dimensi lain masih membayangi, menunggu mereka di depan.