Ryu dan Ringa pernah berjanji untuk menikah di masa depan. Namun, hubungan mereka terhalang karena dianggap tabu oleh orangtua Ringa?
Ryu yang selalu mencintai apel dan Ringa yang selalu mencintai apa yang dicintai Ryu.
Perjalanan kisah cinta mereka menembus ruang dan waktu, untuk menggapai keinginan mereka berdua demi mewujudkan mimpi yang pernah mereka bangun bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Ringa, 16 tahun yang lalu
Aku ingat hari ketika abang Ryu pertama kali datang ke rumah kami di kota industri Banten. Waktu itu aku masih kelas 3 SD, dan siang itu panas sekali, sampai-sampai rasanya ingin berendam di kolam es. Abang Ryu, saat itu duduk di bangku SMP, tampak tidak nyaman dengan udara kota kami yang penuh dengan asap pabrik. Dia sering batuk-batuk dan tampak lesu, berbeda sekali dengan saat aku melihatnya di kampung halamannya yang sejuk dan penuh dengan pohon apel.
Ayah memintaku untuk menemani abang Ryu ke toko buah di depan gang rumah. Aku, yang sedang kesal karena cuaca panas, awalnya menolak. Namun, setelah ayah membujuk, akhirnya aku setuju. Dengan malas, aku berjalan di depan abang Ryu, mencoba mengalihkan perhatian dari panas yang menyengat.
Saat kami berjalan, abang Ryu bertanya apakah aku suka apel. Aku merasa sedikit geli mendengar pertanyaan itu. "Abang gak tau arti nama aku? Arti nama aku itu apel, Bang, Ringa itu apel dalam Bahasa Jepang, sebenarnya Ringo, karena aku perempuan, jadi dikasih nama Ringa, gitu bang. Aku suka banget sama apel," kataku sambil tersenyum.
Aku bisa melihat keterkejutan di wajah abang Ryu. Sepertinya dia baru tahu bahwa pamanku, ayahku, sangat menyukai apel sampai-sampai memberiku nama itu. Kami akhirnya tiba di toko buah dan membeli beberapa apel. Abang Ryu memberikanku sebagian dari apel yang dibelinya.
"Abang kenapa suka apel?" tanyaku penasaran.
"Apel itu enak," jawabnya singkat.
Aku tahu ada alasan yang lebih dari sekadar 'enak', tapi mungkin abang Ryu berpikir aku terlalu kecil untuk mengerti penjelasan yang panjang lebar. Tapi aku juga ingin menunjukkan bahwa aku tahu sesuatu tentang apel. "Tapi bang," kataku, "apel itu bergizi tau. Malah, biji apel itu ada sianidanya, tahu bang, beracun. Maka dari itu aku kalo makan apel, aku buang bijinya."
Abang Ryu terlihat terkejut dan mulai menjelaskan lebih lanjut tentang sianida di biji apel, tapi aku sudah terlanjur terpikirkan tentang hal lain. Bagiku, makan 200 apel itu sangat tidak masuk akal, meskipun abang Ryu mencoba menjelaskan bahwa maksudnya adalah 200 biji apel.
Ketika kami sampai di rumah, ibu sedang memasak sayur asem, salah satu makanan favoritku dan abang Ryu. Setelah makan, abang Ryu membuat jus apel dari apel yang kami beli. Tapi jusnya tidak begitu enak karena apel-apel itu tidak semanis apel dari kebun keluarganya.
Aku menghampiri abang Ryu yang sedang duduk di teras depan rumah, menikmati jus apel yang tidak begitu enak. "Abang lagi apa?" tanyaku memecah lamunannya.
"Lagi duduk aja, sambil minum jus," jawabnya singkat.
"Bang, kan banyak buah lain yang lebih manis dari apel? Aku masih penasaran kenapa abang suka banget sama apel?" tanyaku lagi, mencoba memahami apa yang membuat apel begitu istimewa di mata abang Ryu.
"Apel itu, istimewa," jawabnya.
"Istimewa? Apa yang membuat apel istimewa bang?" tanyaku lebih lanjut.
"Apel itu sebuah kecantikan dibalik kesederhanaan," jawabnya sambil tersenyum.
Jawabannya membuatku bingung, tapi aku merasa ada sesuatu yang dalam di balik kata-katanya. Aku menatap abang Ryu dan tersenyum, meskipun aku belum sepenuhnya mengerti.
16 tahun telah berlalu sejak hari itu,
Hari itu, di bawah panas terik kota industri, di kediaman lamaku, setelah aku kembali dari Surabaya. Aku belajar sesuatu yang berharga dari abang Ryu. Bahwa kecantikan sejati seringkali tersembunyi di balik kesederhanaan. Dan bahwa perjalanan hidup, dengan segala lika-likunya, adalah tentang menemukan kecantikan tersebut.
Sekarang, setiap kali aku makan apel, aku selalu teringat akan abang Ryu dan pelajaran hidup yang dia ajarkan padaku. Meski banyak waktu telah berlalu, kenangan tentang perjalanan kecil kami ke toko buah di bawah terik matahari itu tetap hidup dalam ingatanku, sebagai simbol dari hubungan kami yang penuh dengan makna dan keindahan.
Dan meskipun abang Ryu mungkin tidak menyadarinya, hari itu dia mengajarkan padaku sesuatu yang akan selalu aku hargai sepanjang hidupku. Bahwa di balik setiap kesederhanaan, selalu ada kecantikan yang menunggu untuk ditemukan. Mungkin saja yang saat ini dia maksudkan, adalah diriku sendiri.
Saat ini, ketika aku duduk di bawah pohon apel di halaman belakang, pikiranku kembali melayang ke masa kecil, khususnya hari-hari yang aku habiskan bersama abang Ryu. Memori tentang apel selalu membawa kenangan manis, sekaligus memberikan refleksi tentang bagaimana pandanganku tentang hidup.
Abang Ryu adalah orang yang sangat istimewa bagiku. Dia selalu punya cara untuk membuat hal-hal sederhana menjadi penuh makna. Contohnya, apel. Buah yang mungkin bagi orang lain hanyalah sekedar buah, tapi bagi abang Ryu, apel adalah simbol dari kehidupan itu sendiri. Dia mengajarkan kepadaku bagaimana melihat sesuatu lebih dalam, menemukan keindahan di balik setiap lapisan.
Aku ingat bagaimana kami sering duduk di bawah pohon apel, berbicara tentang berbagai hal. Apalagi ketika kami berdua bersama di kebun apel miliknya, bagaimana dia membantu memanen apel, dan bagaimana dia sangat menikmati setiap gigitan apel yang renyah dan segar. Dia juga sering bercerita tentang filosofi di balik apel, bagaimana kesederhanaan luarnya menyimpan berbagai manfaat yang tak terlihat.
"Ringa, lihatlah apel ini," katanya suatu hari sambil menyerahkan sebuah apel yang baru saja dipetik dari pohon. "Dari luar, mungkin terlihat biasa saja. Tapi begitu kamu menggigitnya, kamu akan merasakan betapa segarnya, betapa banyak air yang terkandung di dalamnya. Sama seperti hidup, kadang kita hanya melihat permukaannya saja, tanpa menyadari betapa banyak hal baik yang tersembunyi di dalamnya."
Kata-kata abang Ryu selalu membuatku berpikir. Aku mulai melihat apel dengan cara yang berbeda. Setiap kali aku memegang apel, aku ingat akan kesederhanaannya yang indah, bagaimana tekstur luarnya yang keras menyembunyikan kelembutan dan kesegaran di dalamnya. Abang Ryu telah mengubah cara pandangku tentang banyak hal, termasuk tentang bagaimana menghargai hal-hal sederhana dalam hidup.
Satu lagi hal yang aku ingat adalah bagaimana abang Ryu selalu memastikan untuk membuang biji apel. Dia pernah berkata, "Ringa, biji apel memang kecil dan tampak tak berbahaya, tapi jika kamu makan terlalu banyak, itu bisa beracun. Sama seperti dalam hidup, hal-hal kecil yang tampak sepele bisa menjadi berbahaya jika kita tidak berhati-hati."
Aku belajar banyak dari kebiasaan kecil ini. Bahwa kita harus selalu berhati-hati dengan apa yang kita anggap sepele, karena hal-hal kecil tersebut bisa memiliki dampak besar. Abang Ryu selalu memperhatikan detail-detail kecil dalam hidupnya, dan aku merasa itulah yang membuatnya begitu bijaksana dan penuh makna.
Ketika aku tumbuh dewasa, semua perkataan Abang Ryu membekas di dasar hatiku, dan membantuku melalui masa-masa sulit. Setiap kali aku menghadapi masalah, aku selalu ingat kata-katanya tentang apel dan kehidupan. Aku belajar untuk mencari keindahan dalam kesederhanaan, untuk menghargai hal-hal kecil, dan untuk selalu melihat lebih dalam.
Kini, aku mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud abang Ryu dengan 'kecantikan dibalik kesederhanaan'. Hidup memang penuh dengan tantangan dan cobaan, tapi di balik semua itu, selalu ada sesuatu yang indah jika kita mau mencarinya. Seperti apel yang terlihat sederhana dari luar, tapi begitu kamu menggigitnya, kamu akan menemukan kesegaran dan kelezatan yang luar biasa.
Setiap kali aku melihat pohon apel di halaman belakang, aku teringat akan semua pelajaran berharga yang telah aku dapatkan dari abang Ryu. Dia bukan hanya seorang abang, tapi juga guru yang aku cintai sepenuh hatiku, guru kehidupan yang mengajarkanku untuk melihat dunia dengan cara yang lebih baik. Apel telah menjadi simbol dari hubungan kami, sebuah pengingat akan semua kenangan manis dan pelajaran hidup yang telah aku dapatkan.
Hidup memang seperti apel, penuh dengan kejutan dan keindahan yang tersembunyi. Dan aku akan selalu bersyukur pernah memiliki abang Ryu dalam hidupku, yang telah membuka mataku untuk melihat kecantikan di balik setiap kesederhanaan.
"Mama," panggil gadis kecilku, memecah lamunanku yang sedang memandang pohon apel.
"Iya sayang."
"Mama kenapa kasih aku nama Rya?"
"Karena kamu cantik," ucapku pendek
Sekarang, aku harus fokus untuk membesarkan gadis kecil ini, dengan filosofi yang pernah kamu ajarkan, abang Ryu.