NovelToon NovelToon
The Final Entity Never Regrets In Reality

The Final Entity Never Regrets In Reality

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Keluarga / Romansa
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: RiesSa

"Namaku ya..."

Siapa nama dari tubuh gadis yang Kumasuki ini? Apa maksud dari semua mimpi buruk sebelum aku masuk ke tubuh ini? Lalu suara yang memanggilku Himena sebelumnya itu, apakah ada hubungannya denganku atau tubuh ini?

"Vıra...panggil saja aku Vıra." Jawabku tersenyum sedih karena membayangkan harus menerima kenyataan yang ada bahwa aku di sini. Benar, inilah Kenyataanku sekarang.

Semua tentangku, dia, dan tragedi pengkhianatan itu, akan terkuak satu-persatu. PASTI....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RiesSa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Psikopat Naif

Di saat badai salju turun lebih deras daripada sehari sebelumnya, hari ini adalah hari yang kunanti-nantikan sejak berjanji di atas meja operasi.

“Akhirnya hari ini tiba juga. Saat di mana semua akan berakhir dan bebas.”

Di tepi jurang yang terjal berbahaya yang berkabut, di antara hiruk-pikuk burung-burung predator dan desisan ular yang merayap vertikal, di bawah sanalah tujuan utamaku berada. Pintu logam raksasa berlapis baja untuk masuk ke laboratorium Teer. Lebih tepatnya itu adalah sebuah lift yang disamarkan oleh celah di tebing untuk akses keluar-masuk utama. Pertama-tama…

Satu.

Dua.

“Argh!!!” Erang penjaga terakhir pintu masuk utama.

Aku rusak lift tersebut agar tidak ada lagi yang dapat menggunakannya, sekaligus mengubur dan menutup lubang di tebing dengan meruntuhkan sebagian tebing menggunakan bom.

Tapi ini saja masih belum cukup, setelah memastikan jalur utama mustahil untuk digunakan, aku berjalan ke satu pohon besar yang ada di hutan di dekat jurang. Pohon yang memiliki diameter batang kira-kira lima meter dan tinggi mencapai hampir empat puluh meter. Terbilang besar untuk pohon sejenis di sekitarnya seperti ada yang memang sengaja memanipulasi pertumbuhannya sedemikian rupa.

“…” Ini dia, aku mengalirkan AURA ke pedang besar dan tanpa ragu menebas pohon tersebut. Pohon raksasa itu tumbang hingga menimbulkan getaran cukup kuat ke area sekitar, sekaligus menunjukkan isi dalamnya yang gelap. Ruangan rahasia buatan.

Sudah banyak… sudah banyak aku rasa kedua tangan ini mengambil kehidupan mereka.

Mulai dari melawan subjek eksperimen-eksperimen lain hingga target yang perlu dihilangkan saat misi. Di tangan gadis yang baru terlihat berumur empat belas tahunan ini entah sejak kapan aku sudah merasa tumpul dengan arti kehidupan. Aku menggeleng menolak. Tidak, apa mungkin ini adalah dosa jiwaku sendiri? Menggunakan tubuh asing ini sebagai alasan pelarian atas apa yang kulakukan, setidaknya aku tidak ingin mengakui hal itu. Ya, ini adalah dosaku sendiri. Akan kutanggung semuanya, dan kuselesaikan sampai akhir.

PASTI.

“Akan kumulai dari sini Mys.”

Aku melangkah turun masuk ke dalamnya mengabaikan kegelapan di sekitar. Suara ketuk mendengung antara sepatu dan lantai berbatu memantul jelas di dinding-dinding lorong. Tidak salah lagi, aku yakin ini adalah tempatnya. Tempat yang menjadi rute pelarian rahasia dari laboratorium jikalau terjadi kecelakaan di laboratorium. Hanya Teer, Badver, dan delapan peneliti yang tahu tempat rahasia ini, bahkan Adis sendiri tak tahu.

Jadi bagaimana aku bisa tahu?

Tap…tap…tap…

“Siapa di sana!?” Teriak suara yang sangat kukenal. Peneliti A.

Aku tahu tempat ini setelah mendapatkan sebuah catatan kecil di saku seragam yang disiapkan saat aku di istana kerajaan.

[“Nona, pakaian untuk Nona kenakan sudah siap, jangan lupa mengecek apakah seragam ini sudah lengkap nanti.” Ucap pelayan Badver.

“Baik, aku segera ke sana.” Jawabku sambil keluar dari bak mandi.]

Pelayan Badver tersebut membocorkan tempat rahasia ini kepadaku lewat sobekan kertas kecil di saku seragam. Aku tidak tahu apa yang direncanakannya dengan membocorkan informasi krusial ini, tapi berkat dia aku bisa mencegah jalur pelarian terakhir dari laboratorium. Merubah rencana awalku yang lewat pintu utama ke jalan rahasia ini.

Hasilnya juga ternyata memang sesuai perkiraan, mereka pasti mau lari lewat sini setelah mendengar pintu utama rusak, tapi tentunya mereka tidak mengira bahwa pelarian cadangan mereka juga sudah hilang.

“K-kau! Kenapa kau di sini?!” Tanya peneliti A kaget.

Tanpa memberi jawaban dan kesempatan untuk mereka melawan, aku langsung menebasnya menjadi dua di tempat. Penjaga yang menemaninya kalang kabut sebelum terdiam juga di atas lantai menyusul Tuannya.

Aku tidak perlu menyiksa para penjaga atau staf di sini karena mereka hanya menjalankan perintah dari atas. Karena alasan itu pula, mereka tidak perlu pergi dengan rasa sakit. Tidur tanpa tersadar bahwa untuk selamanya.

Jadi, apakah aku berubah jadi psikopat?

Mungkin beberapa dari penjaga atau staf di sini akan mengiyakan tanpa ragu serta mencaci maki tanpa henti. Itu adalah hak mereka. Aku sendiri sejujurnya tidak senang dengan apa yang kulakukan. Yang aku yakini, semua data dan hasil penelitian MANA di sini harus hilang sepenuhnya.

Sedari awal para staf dan penjaga itu sendiri cuma diam saja saat ratusan lebih nyawa terangkat dalam dekapan kesesatan. Mereka tetap membiarkan penelitian penuh kekejian ini tetap berjalan tanpa ada yang berniat menolak. Bahkan beberapa ada yang senang karena mendapat gaji yang besar di atas jerit dan rintihan tidur abadi orang lain.

Hening kembali, masih ada jalan panjang di depan. Jalan gelap dan lembab. Aku melangkah menyusuri lorong ini sambil menyeret pedang yang bergesekan di atas lantai. Suara yang timbul dari gesekan pedang ini setidaknya memberi efek penahan agar pikiranku tidak kosong lagi, bisa beda cerita bila hal itu sampai terjadi. Karena aku akan kehilangan jati diri seperti saat melawan bandit dulu.

Lorong pertama kosong. Ada dua lorong lagi, kanan dan kiri. Belok ke mana kira-kira?

"..."

Tidak. Aku rasa diam adalah pilihan yang tepat. Aku berdiri di tengah-tengah tiga lorong gelap sambil bersandar ke dinding.

“…”

Beberapa menit kemudian…

Tuk…

“Bingo.” Gumamku menoleh ke kanan.

Ada rombongan peneliti di sana yang bergidik ngeri melihatku. Terutama orang kedua yang paling aku benci di laboratorium ini. Orang tersadis melebihi Teer.

“Kalian cepat bunuh dia!”

Peneliti B.

Aku menancapkan pedang ke lantai dan berdiri tepat di depan mereka semua, mengangkat kedua tangan mempersilahkan untuk diserang terlebih dahulu. Tentu saja salah satu dari mereka tidak menyia-nyiakannya dan menembakkan crossbow yang dilumuri racun kuat, bidikan yang sayangnya hanya mengenai bahuku dan menembusnya karena terlalu kuat. Bahuku berlubang.

“Apa yang kau lakukan?!! Aku bilang bunuh dia! Bukan melumpuhkannya!” Teriak marah Peneliti B.

“T-tapi Pak, dia adalah subjek dan pasukan kita yang sangat berharga.” Jawab peneliti yang membawa crossbow ketakutan.

“Kau gila! Dialah yang merusak pintu utama dan yang membunuh Pangeran Badver! Dia bukan lagi alat kita melainkan monster bertubuh manusia!”

“Tapi itu ada-” Jleb!

Kepala peneliti yang menembak crossbow tertusuk anak panah crossbow yang sebelumnya Ia tembakkan, seketika peneliti itu jatuh mati di depan peneliti B. Peneliti B sendiri jatuh bergidik ngeri jatuh ke belakang, dia menoleh tegang melihatku. Aku yang kini telah menggenggam pedang dan tidak terluka sama sekali. Bekas lubang dari crossbow tadi sudah hilang dan hanya ada sisa lubang di bajuku saja.

Waktunya membalas…

Crash!

Sekali lagi belasan penjaga terjatuh dengan cepat dan bersih, aku melirik kosong ke arahnya terlihat sangat ketakutan. Dia… kencing di celana.

Aku menghampirinya yang jatuh ketakutan menggigil dan menatapnya jijik. Seperti yang aku katakan, di antara semua peneliti dialah yang paling sadis. Aku ingat saat dia menyarankan agar aku disiksa hingga pikiranku rusak supaya bisa dikendalikan dengan MANA. Maka dengan itu pula aku memegang kaki kanannya dan menyeret dia kasar mendekat ke tembok di tengah ketiga lorong.

“Hentikan ini! Ka-kau dasar cuma tikus percobaan. Beraninya kau menyentuhku yang mulia ini! Lepaskan! L-lepaskan aku subjek nomer dua!” Perintah dia angkuh.

Benar. Ini adalah yang terbaik. Terbaik…

“A-apa yang ka-”

Sontak kubanting dia ke depan hingga tembok itu retak sedikit. Beberapa giginya yang membentur lepas berhamburan jatuh ke lantai. Dia terus menjerit meminta aku berhenti. Jeritannya kini tertutupi memori pahitku dulu, saat dia malah tertawa keras bereksperimen ke subjek penelitian lain menjerit kesakitan. Mereka juga berteriak dan memintanya untuk berhenti! Tapi dirinya malah semakin bermain-main mengikuti nafsunya.

Lagipula aku sudah berjanji akan memberikan peneliti B ini rasa sakit yang sangat menyedihkan. Tanganku terus membanting tubuhnya ke tembok tanpa henti.

Pingsan?

Ada air dingin yang siap menyadarkannya lagi! Lanjutkan terus tanpa henti… hingga dia pergi pada saat sepuluh kali sadar-pingsan.

Jadi, apa aku psikopat?

Aku sangat menolak sebutan itu karena alasanku di sini bukanlah menuruti ego sendiri, melainkan ego yang lainnya juga, rekan perjuangan dan sesama korban eksperimen tidak manusiawi. Mereka, para peneliti tersebut telah membedah kami tanpa menggunakan peralatan medis lengkap sesuai standar. Semua subjek penelitian harus merasakan sakit saat kulit dan daging kami dibelah, organ kami dipotong, darah kami diambil melebihi batas normal, daging kami dijahit sembarangan, dan mereka memaksa kami harus tetap hidup hanya untuk penelitian besoknya. Hanya…

“…”

Hanya untuk mengulangi rasa sakit yang sama setiap hari!

“Cukup sampai di sini subjek nomer dua! Aku perintahkan kau berhenti dan membunuh dirimu sekarang juga!” Perintah peneliti C.

Menarik juga. Aku tidak perlu repot-repot mencari mereka semua. Aku hanya perlu menunggu di sini saja hingga mereka datang satu-persatu. Melihat Peneliti B yang sudah tidak terlihat di sini lagi, kulemparkan dia tepat ke depan Peneliti C yang terlihat marah. Aku menatapnya masih tanpa ekspresi dan diam. Dia kira dirinya masih bisa memperbudakku seperti dulu?

“Aku perintahkan kau bunuh dirimu sendiri subjek nomer dua!” Teriaknya keras.

Aku mendekatinya dan menumbangkan setiap staf dan penjaga yang menyerangku.

Dia ingin aku bunuh diri?

Sekarang?

Hahahaa… ‘Sudah aku lakukan berulang kali dulu dalam pikiranku bedebah! Sudah aku lakukan bila aku diberikan izin mati saat itu juga!’

SLASH! Kedua tangan peneliti tersebut terpotong bersih tanpa halangan. Aku langsung mencekik sekaligus menyeret lehernya dan memasukkan dia ke tabung air milikku dulu. Byuur! Tutup tabung itu dan mari mulai aktivitas senam dalam air! Listrik tegangan tinggi siap, dengan interval jeda waktu setiap 0,5 detik menyala, lalu 1 detik mati. Rasakan apa yang semua sampel percobaan alami selama setahun ini! Sampai dia bisa memilih pergi karena kekurangan oksigen atau tersengat listrik terus-menerus.

Jadi, apa aku psikopat?

Mereka mengadu kami yang selamat dari neraka dunia dengan monster-monster yang sangat mengerikan. Kalajengking raksasa bertubuh sekeras baja, Chrimera ganas, banteng pemakan manusia, ular besar berpuluh-puluh meter, hiu bertubuh listrik, kadal api raksasa, dan masih banyak lagi!

Harapan kami untuk bertahan hidup dan selamat dari semua penelitian itu sirna di hadapan semua monster di luar nalar itu. Mereka menyuruh kami untuk membunuh setiap monster, atau kalau tidak, mereka akan membunuh kami dengan mengaktifkan rapalan MANA.

Hahahaa!!! Lucu sekali! Kalau memang bisa mati semudah itu tentu kami semua akan memilihnya dengan senang hati. Tapi ternyata tidak! Mereka yang menyerah dan memilih mati malah dikendalikan tubuhnya dan dipaksa mati dengan membiarkan tubuh terkoyak-koyak oleh hewan-hewan kecil peliharaan laboratorium.

Benar! Stok makanan! Mati secara perlahan dan menyakitkan saat secuil demi secuil bagian diri kami tercuri. Kemudian bagi mereka yang berhasil membunuh monster-monster malah dioperasi lagi dengan monster yang mereka bunuh, agar semakin tercipta makhluk yang… Ah! Peduli setan!

Benar-benar siklus penyiksaan tanpa henti.

Semua sudah pergi, tinggal dia seorang di sana. Dia yang menungguku di ruangan terbesar di institusi laboratorium ini. Setelah ini semua akan selesai…

“Aku…”

Aku tidak senaif itu dengan membiarkan mereka semua kabur dan selamat. Boleh jadi mereka sekarang bilang bertobat, tidak akan mengulangi hal ini lagi, lalu hidup sejahtera dan tenang. Namun hasil penelitian tersebut tidak akan pernah hilang, setelah itu pasti ada lagi yang melanjutkan penelitiannya. Lagipula kalau aku tidak melakukan ini, mereka semua akan terus melanjutkannya tanpa ada niatan berhenti sama sekali. Kejadian ini tidak boleh terulang lagi, cukup hanya kami saja yang jadi korban.

“Jadi apa aku psikopat? Bahkan aku tidak merasa senang dengan membantai dan membalas dendam seperti ini. Rasanya sangat pahit bagi perasaan dan pikiranku, tapi… aku tidak bisa membiarkan mereka yang melakukan penelitian terbebas tanpa menanggung balasan dosa yang mereka lakukan. Aku tidak bisa membiarkan mereka bebas dari balasan siksaan di dunia juga. Aku dan kami semua tidak ikhlas. Bagaimana menurutmu, Teer?” Tanyaku sedih.

“Subjek nomer dua” Teer berdiri di depanku dengan tatapan kesal.

Kini tinggal dia sendiri…

Semua harus selesai saat ini juga. Teer.

1
RiesSa
Menyala gan
Hakim Zain
Menyala abangkuh!
Hakim Zain
Bagus thor
Hakim Zain
Nice
Linda Ika Widhiasrini
up gan
Linda Ika Widhiasrini
Doppelgangerkah? mirip banget
Linda Ika Widhiasrini
Up Thor
RiesSa: Siap, terima kasih
total 1 replies
Linda Ika Widhiasrini
lanjut thor
fayefae
penulisannya bagus thorr, aku mampir yaa, kalau berkenan boleh mampir balikk. semangat terusss
RiesSa
Terima kasih
👑Queen of tears👑
dalam bangettt ini thor /Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!