Dania adalah wanita yang lemah lembut dan keibuan. Rasa cintanya pada keluarganya begitu besar.
Begitupun rasa cintanya pada sang suami, sampai pada akhirnya, kemelut rumah tangganya datang. Dengan kedua matanya sendiri Dania menyaksikan penghianatan yang di lakukan oleh suami dan kakaknya sendiri.
Penghianatan yang telah di lakukan orang-orang yang di kasihinya, telah merubah segalanya dalam hidup Dania.
Hingga akhirnya dia menemukan cinta kedua setelah kehancurannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara julyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Kasihan Anak-Anak
Dania bangkit dari duduknya.
"Mama bangunin tante Sinta dulu, mungkin dia gak enak badan dan masuk siang kerjanya," ucap Dania yang sudah hafal kebiasaan kakaknya.
"Papa udah pergi kerja ya ma?" tanya Marteen.
"Papa juga mungkin kecapekan karena tadi malam kerja sampai larut malam, jadi ketiduran, mama nggak sampai hati bangunin papa, tapi nanti setelah bangunin tante Sinta mama akan bangunin papa ya," jawabnya dengan lembut.
"Kok papa sama tante sama-sama bangun siang ma?" celoteh Marteen kembali.
"Iya mereka sama-sama capek."
Bik Titin terlihat mengelus dadanya. Entah apa yang di pikirkannya.
Dania mengetuk kamar Sinta.
Tok tok tok.
"Kak Sinta, kakak belum bangun?"
Sinta yang berada di dalam kamar tanpak terperanjat, ia melihat jam dinding di kamarnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh pagi.
Sinta tersadar dengan apa yang di lakukannya semalam bersama Bobby. Cepat-cepat ia memakai handuk dan menjawab panggilan Dania.
"Iya Nia, kakak mandi dulu kakak udah kesiangan," teriaknya dari dalam kamar.
"Iya kak," jawab Dania sebelum meninggalkan depan kamar kakaknya.
Dania melangkah menuju ruang kerja Bobby. Ia tahu semalam Bobby tidak tidur di kamar mereka. Ia berpikir mungkin suaminya itu kecapekan bekerja dan tertidur di ruang kerja setelah pertengkaran dengannya semalam.
Dengan ragu Dania mengetuk pintu ruangan itu.
Tok tok tok.
"Hemm, siapa?" suara berat Bobby terdengar menyahut dari dalam.
"Kamu! ada apa? mengganggu saja!" ketusnya.
"Maaf mas, kalau aku mengganggu, aku cuma takut mas Bobby ada kerjaan penting dan tidak terbangun," ucap Dania mengingat ia pernah di marahi Bobby saat lupa membangunkannya dan ternyata dia ada meeting hari itu.
"Alah, alasan aja kamu!" Bobby membuka pintu kuat-kuat lalu menyentakkanya hingga bersuara keras dan membuat Dania terkejut.
"Maaf kan aku mas," lirih Dania sambil ia berjalan cepat menuju dapur air matanya mulai jatuh.
"Mama tenapa tok ais? (mama kenapa kok nangis?)" tanya Marleen dengan bahasa khas nya.
"Mama nggak apa-apa sayang, cuma kelilipan," jawabnya.
"Di tempat kerja papa banyak debunya ya ma?" tanya si Marteen pula.
"Iya," jawab Dania singkat.
"Andai kalian tahu nak, betapa sakitnya hati mama, betapa sedihnya mama atas perlakuan papamu," batinnya kemudian.
"Ma, ayo kita menonton tv," ajak Marteen.
"Ayo sayang."
Kedua bocah itu seakan benar-benar mengerti dengan kondisi dan situasi di rumahnya dan juga kedua orang tuanya.
Dania menghidupkan tv.
Kedua putranya mulai asyik menonton.
"Mama, tinggal bentar ya siapin sarapan papa," pamitnya pada sang anak.
"Jangan ma, nanti papa marah sama mama," Marteen menahan pergelangan tangannya.
Sedihnya Dania, hatinya terasa perih seakan telah tercabik-cabik. Dia tak menyangka bocah yang baru berusia tiga tahun itu mengerti apa yang sedang di alami sang mama.
Bahkan anak-anak itu terlihat semakin menjaga jarak dengan papanya.
Dania melepas genggaman jari mungil anaknya dengan sangat lembut.
"Tidak sayang, papa tidak akan marah sama mama, kalau papa marah itu artinya mama berbuat salah kalian mengerti?"
"Iya ma."
Dania melangkah meninggalkan anaknya. Ia berjalan ke dapur.
Disana telah duduk Sinta dan sedang memakan sarapannya.
Dania mengambil semangkuk bubur untuk dirinya sendiri. Kemudian ia duduk di depan Sinta.
Mereka berbincang sebentar. Dania menunggu buburnya sedikit dingin baru ia akan memakannya.
"Kakak masuk siang ya?" tanyanya pada Sinta.
"Iya tadi malam sebelum tidur kakak sudah kirim pesan ke bos, minta izin masuk siang," jawab Sinta.
"Oh," kata itu saja yang keluar dari mulut Dania.
"Iya Nia, semalam kan kak terbangun gara-gara pertengkaranmu dengan suami kamu, jadi kakak udah tahu pasti bakalan bangun kesiangan," bohong Sinta, yang sengaja ingin membuat Dania merasa bersalah.
Dan benar saja, Dania yang malang pun menoleh padanya dengan tatapan sendu.
"Maafkan kami ya kak, sudah membuat kakak tidak nyaman."
Bubur di hadapannya sudah tak mengepulkan asap banyak, itu tandanya sudah sedikit dingin.
Dania baru akan memakannya sebelum akhirnya.
"Daniaaaaa!!" teriakan menggelegar dari lantai atas terdengar. Membuat Dania hampir tersedak bubur di mulutnya.
Buru-buru bik Titin menyodorkan segelas air putih. Namun Dania tak sempat lagi untuk meminumnya. Ia bergegas bangkit dari duduknya.
Dengan setengah berlari ia menaiki tangga. Sekilas bik Titin melihat Sinta menyunggingkan senyum si sudut bibitnya.
"Ya Allah, jahat sekali non Sinta," batinnya.
"Ada apa mas, kenapa berteriak?" tanya Dania yang baru saja tiba di depan suaminya.
"Ada apa, ada apa, kamu bodoh ya! di mana kamu letakkan jas aku?" gertak Bobby.
"Jas yang mana mas, aku selalu menyiapkan semua yang kamu butuhkan, bahkan di saat kamu belum bangun."
"Alah, omong kosong."
Bobby masuk ke dalam kamar di ikuti Dania di belakangnya.
"Mana jas yang garis-garis itu yang ku pakai hari sabtu itu?" tanyanya.
"Oh itu, ini dia mas," Dania mengambil dari lemari dalam lemari gantung.
Bobby meraih jas yang di inginkannya dari tangan Dania dengan sekali sentakan.
"Bukannya sudah ku peringatkan untuk tidak memindahkan barang-barangku!" ketusnya.
Lalu dengan gerakan kasar, di pakainya jas yang di ulurkan sang istri tadi.
Sekuat tenaga Dania berusaha menahan perasaannya, ia menekan suaranya agar jangan sampai terdengar bergetar menahan kesedihan.
"Sebelumnya ku lihat jas itu tergantung disana mas," Dania menunjuk sudut ruangan yang biasanya tempat menggantung baju yang baru sebentar pakai.
"Lalu aku mengambil dan mencucinya, setelah itu ku simpan di lemari, agar saat kamu akan memakainya sudah dalam keadaan bersih," lanjutnya.
"Alah sok perhatian kamu!"
Setelah siap dengan dandanannya Bobby pun keluar dari kamar. Dania mengekornya di belakang.
Sinta sudah tidak ada di tempat duduknya. Dia sudah pergi.
"Kak Sinta sudah pergi ya bik?" tanya Dania pada bik Titin.
"Udah non," bik Titin menjawab dengan menundukkan wajahnya, ia tak berani menatap Bobby.
Bobby berdiri di dekat meja makan. Lalu ia mengambil gelas yang berisi air putih yang memang di sediakan untuknya. Ia meneguk air di dalam gelas itu hingga kandas.
Lalu Bobby mengambil kunci mobilnya dan hendak pergi.
"Mas, sarapan dulu biar aku siapkan," Dania menahan pergelangan tangan suaminya.
"Aihhh," Bobby menarik tangannya dengan kasar.
"Kenapa sih mas, aku meminta dengan baik-baik padamu, kenapa kamu selalu memperlakukanku dengan kasar? bahkan di depan anak-anak, kasihan anak-anak mas," ucap Dania, dengan derai air mata.
"Kamu pikir saja sendiri! sudah lepas, aku tidak ada waktu."
"Mas, aku mohon jangan memperlakukan aku begini mas, apa salahku katakan mas, katakan biar aku bisa memperbaiki kesalahanku," Dania masih berusaha menahan Bobby.
Bobby terlihat marah. Ia mendorong Dania hingga wanita itu tersungkur ke lantai.
Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan rumah.
Bersambung....