PLAK
Dewa menatap kaget campur kesal pada perempuan aneh yang tiba tiba menampar keras pipinya saat keluar dari ruang meeting.
Dia yang buru buru keluar duluan malah dihadiahi tamparan keras dan tatapan garang dari perempuan itu.
"Dasar laki laki genit! Mata keranjang!" makinya sebelum pergi.
Dewa sempat melongo mendengar makian itu. Beberapa staf dan rekan meetingnyaa pun terpaku melihatnya.
Kecuali Seam dan Deva.
"Ngapain dia ada di sini?" tanya Deva sambil melihat ke arah Sean.
"Harusnya kamu, kan, yang dia tampar," tukas Sran tanpa menjawab pertanyaan Deva.
Semoga suka ya... ini lanjutan my angel♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tebakan Nathan
Nathan tersenyum saat memasuki ruangannya dan melihat Zoya nampak sedang sibuk dengan layar laptopnya
"Sayang, ada yang mau aku bicarakan," ucapnya sambil duduk di atas meja di depan istrinya.
"Tentang apa?" tanya Zoya sambil menatap suaminya.
Mereka saling melemparkan senyum.
"Aku merasa anak anak kita agak aneh," ucap Nathan.
"Aneh?" Kening Zoya berkerut.
"Iya," sahut Natham sambil menganggukkan kepalanya.
"Mereka berdua sepertinya sudah mengenal Emily, anak Juhandono yamg satu lagi."
"Masa?" Wajah Zoya menampakkan raut kaget sesaat dan senyumnya ngga lama kemudian terukir.
Secara singkat Nathan menceritakan pertemuannya dengan Emily bersama putra kembar mereka.
"Terutama Dewa. Sikapnya beda saat bersama Emily. Aku jadi curiga." Nathan teringat pipi Dewa yang kemerahan dan sedang dia dikompres.
"Curiga kenapa?" tanya Zoya semakin tertarik. Hatinya senang karena merasa hilal putranya yang acuh tak acuh itu mulai terlihat, walau masih tipis tipis.
"Jangan jangan pipi Dewa ditampar Emily karena ulah Deva," simpulnya yakin setelah mengingst ingat keanehan sikap Deva tadi.
Pupil mata Zoya membesar.
"Dewa ditampar? Kapan?"
"Mungkin pagi tadi? Entahlah, aku ngga yakin. Tapi bekas tamparan itu masih terlihat jelas."
Zoya langsung berdiri, tapi kedua tangan Nathan segera menahannya, dengan menggelungkannya di pinggang Zoya.
"Mau ambil kompresan buat Dewa dulu. Biar rasa sakitnya cepat hilang."
"Jangan khawatirkan dia. Anak itu mandiri." Senyum Nathan penuh arti.
"Aku yakin mungkin Emily ngga tau kalo Dewa punya kembaran," tawa Zoya perlahan.
"Aku juga menduga begitu." Nathan makin merapatkan rangkulannya. Dia juga masih mengingat reaksi kaget Emiliy saat datang tadi.
Zoya sudah tau apa keinginan Nathan.
Mereka pun saling berci u man mesra.
*
*
*
"Aku yakin bentar lagi juga akan digampar," keluh Deva resah setelah daddynya juga pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kamu juga harus rasakan," jawab Dewa tak acuh
Gara gara ini, sepanjang jalan di officenya, para stafnya menatapnya dengan berbagai ekspresi. Kaget ada, kasian juga ada.
Sekarang daddy pastinya sudah curiga.
"Sakitkah?" Belum pernah dia ditampar perempuan karena aksi usilnya. Biasanya malah perempuan itu merasa senang dan malah mempersilakannya melakukannya lagi.
"Hemm....."
Deva beneran ciut mendapat respon dingin Dewa.
"Harusnya tadi kamu minta pertanggungjawaban dari dia. Kan, dia salah orang," hasut Deva.
Kalo dia jadi Dewa, pasti dia akan menggunakan kesempatan itu dengan sebaik baiknya.
"Kamu mau dia minta ganti agar menampar kamu?" sarkas Dewa.
"Kalo kamu mau, dengan senang hati akan aku lakuin," sambungnya cuek.
"Heh.... Jangan ganti yang itu. Pipiku ngga sekuat pipi kamu." Deva baru sadar kenapa Dewa ngga melakukannya
Si-alan! Benar kata Sean, daya pikirnya selalu telat.
"Lebay," dengus Dewa yang dibalas tawa bergelak kembrannya.
*
*
*
"Kenapa nona?" tanya Om Wira cemas karena setelah keluar dari perusahaan rekanan bosnya, wajah nonanya cemberut aja.
"Mereka ngga mungkin membatalkannya, kan?" tanyanya khawatir.
"Enggak, om. Malah Om Nathan minta aku buat satu desain lagi."
Om Wira tersenyum lebar.
"Tuan Nathan sangat perfeksionis. Kalo dia meminta nona membuat desain lagi, berarti desain nona memang excellent," pujinya bangga.
Raut kisruh Emily sedikit memudar. Hatinya cukup terhibur mendengarnya.
"Benarkah, Om?" Dia masih saja belum percaya kalo desainnya diakui tanpa embel embel papa di belakangnya.
"Tentu, dong. Nona harus yakin."
"Ya, om." Dia memang harus percaya diri.
"Nona tadi ketemu dengan putra kembar tuan Nathan?"
Mood swingnya terjadi lagi. Padahal tadinya dia sudah melupakan kejdian menyebalkan itu.
"Om pernah ketemu mereka?"
"Pernah. Sepertinya nona Nagita akan dijodohkan dengan salah satunya."
Ooo, Emily baru mengerti kenapa Om Nathan tadi mempertanyakan ketakhadirannya bersama 'keluarganya malam itu.
"Nona ngga tertarik dengan salah satunya?" ledek Om Wira, dan kekehannya terdengar ketika melihat cebikan di wajah putri tuan besarnya.
"Ngga tertarik, Om."
Om Wira makin terkekeh.
*
*
*
"Nagita, menurut kamu siapa yang akan kamu pilih diantara kembaran itu?" tanya mamanya lembut.
Mamanya sengaja menjemputnya di saat jam makan siang. Jadwal kuliah Nagita juga lagi break
"Dewa dan Deva, ya, mam?" tanyanya setelah menelan potongan daging steaknya.
"Iya."
Nagita mencoba mengingat wajah kembar identik itu. Keduanya sama sama tampan. Hanya yang satunya kelihatan dingin dan satunya agak tengil(?)
"Mama sukanya yang mana?"
Mamanya tersenyum.
"Dua duanya mama suka Teman mereka yang dua orang itu juga ngga kalah tampan."
Nagita tersenyum kemudian mengiris potongan daging steaknya lagi. Memang dua orang itu juga tampan.
Sebenarnya dia sudah punya target yang dia sukai, tapi dia tau mama dan kakek neneknya pasti ngga akan setuju.
Karena cowo itu miskin. Tapi memang aneh, bule, kok, miskin?
"Kenapa aku aja, ma? Emily nggak?" tanyamya pelan.
Senyum mamanya langsung raib.
"Mana ada yang mau dengan anak perempuan malam begitu," decak mamanya sinis.
Nagita hanya menghela nafas panjang. Ngga membahasnya lagi. Karena setelah ini mamanya akan terus mencaci Emily dan mama kandungnya.
"Kalo saja papamu tidak berkeras merawatnya, mama ngga mungkin menanggung derita dan malu sampe di umur ini," curhatnya dengan nada menggeram marah.
"Apalagi teman teman mama selalu menggunjingkannya."
Teman temannya yang di depannya selalu menyanjungnya, tapi dia tau, kalo di belakangnya, teman temannya itu akan menertawakan nasib buruk pernikahannya.
"Kenapa mama harus berteman dengan orang orang yang membawa pengaruh buruk? Tinggalkan saja, ma." Nagita sudah berkali kali menasehati mamanya, tapi mamanya ngga mengindahkannya.
"Hanya mereka teman mama."
Selalu itu bantahannya. Tapi ngga bisa mengatakan apa apa lagi selain hanya selalu mendengar keluh kesahnya.
Nagita tau mamanya menderita, tapi dia juga kasian dengan Emily.
Dia berharap mendapatkan suami yang ngga seceroboh papanya.
"Malam besok mereka mengundang kita ke peresmian hotelnya. Nih, mama udah belikan dres, sepatu dan tas yabg limitted buat kamu." Mamanya mengangsurkan dua buah paper bag padanya.
"Terimakasih, ma."
"Kamu akan menjadi bintangnya di acara itu, sayang."
Nagita hanya tersenyum, menanggapinya.
*
*
*
"Huuuh ......!" terdengar helaan nafas kasar yang dikeluarkan Emiliy begitu dia sudah duduk di dalam kelasnya..Masih setengah jam lagi dosennya datang.
"Loh, kenapa datang datang malah emosi?" tawa Carmen dan Nani berderai.
Emily ngga menjawab. Dia malas menceritakan kejadian apesnya hari ini pada kedua sahabatnya.
Pastinya akan menjadi bahan bulian mereka sampai berhari hari ke depan.
"Pusing aja. Aku tidur bentar, ya." Tanpa menunggu respon keduanya, Emily langsung melipat kedua tangannya diatas meja dan menyembunyikan wajahnya di sana.
"Ya udah, bobok aja, kita jagain," ujar Nani anteng, masih dalam tawanya yang berderai.
"Perlu dinyanyiin lagu Mily bobok?" tawa Carmen tambah pecah.
"Nggak," sahut Emily malah makin memejamkan matanya.
Keduanya pun tambah ngakak.
rasakan kau Baron.. sekarang rasakan akibatnya mengusik calon istrinya Dewa... 😫😫
sudah tahu bakal besan juhan orang berkuasa mlh cari masalah muluk baron
kalau mereka ketemu gimana ya...
DinDut Itu Pacarku ngasih iklan
atau nanti Agni juga ikut-ikutan bersandiwara... buat ngetes calon menantu... he he he he ..