Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ryuga salting
Panggilan untuk siswi bernama Shiza Hafla Elshanum, silahkan datang ke ruang BK sekarang.
“Ah, sialan !” Maki Aysela masih terbawa kesal. Mereka memilih kembali ke kelas setelah dari kantin. “Mereka sengaja cari masalah sama kamu, Za !”
“Aku nggak salah, mereka yang mulai duluan.” Shiza bangun dari kursi untuk memenuhi panggilan.
“Kita temenin ya.” Adel menahan tangan Shiza yang ingin melangkah.
“Nggak apa-apa aku sendirian aja. Sebentar lagi masuk kelas.”
“Shiza.” Panggil Dimas. “Perlu aku antar?”
“Terimakasih, Dim. Aku tahu kok ruang BK nya.” Shiza menolak sambil tersenyum.
“Oke, kalau nanti si kakak kelas suka brondong itu rese lagi sama kamu lawan aja. Nanti aku bantu.” Ujar Dimas berwajah serius meyakinkan. “Dengan doa.”
Uuuuuuhhh
Dimas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mendengar sorakan teman-temannya. Ia kembali duduk lalu bermain ponsel lagi. Sementara Shiza sudah keluar dari kelas berpapasan dengan Chio.
“Kamu ke ruang BK?”
Shiza menghentikan langkah. “Iya kalau misalkan aku terlambat masuk izinkan sama guru ya.”
“Sama aku, kalau udah kaya gini aku pasti dipanggil juga.”
Shiza dan Chio melangkah bersama. Tujuan mereka ruang BK. Sesekali pemuda berwajah cantik itu melirik ke arah Shiza yang terlihat tenang. Dari samping sangat jelas, wajah Shiza sangat cantik, hidungnya mancung dan kecil.
“Permisi.” Shiza mengetuk pintu.
“Masuk.”
Shiza melangkah masuk, manik matanya tertuju pada dua orang kakak kelasnya yang duduk di sofa memandangnya tajam. Gita dan Karen duduk sambil tersenyum sinis, rambut Gita masih basah seperti tadi.
“Nah ini bu, murid baru yang nyiram aku pake air es.” Adu Gita menunjuk ke arah Shiza.
“Benar itu.” Guru BK memastikan.
“Benar.” Shiza menjawab pendek tanpa takut ia masih berdiri di samping Chio.
“Dia nggak menghormati kami kakak kelasnya.” Gita tidak berhenti mengadu. Jangan lupa gurat wajah terzholimi menambah panasnya suasana.
“Bisa jelaskan Shiza, kenapa kamu menyerang kakak kelasmu ?!”
Shiza melirik kedua kakak kelasnya yang merasa menang itu. “Mereka memulainya, saya sedang makan bersama teman-temannya saya tiba-tiba mereka melabrak dan menuding saya berpelukan dengan Ryuga pagi tadi padahal kami bertabrakan tidak di sengaja. Nah, dia” Tunjuk Shiza pada Gita. “Membuang sendok saya ke lantai saat saya menyuap makanan. Saya memintanya mengambil sendok itu tapi dia malah pergi. Apa seperti itu sikap kakak kelas di sekolah ini ?”
“Bohong Bu.” Sahut Gita tidak terima. “Kami datang mau kenalan sama dia.”
“Ada yang bilang Ryuga itu miliknya, jadi saya disuruh menjauh. Padahal saya baru disini dan saya tidak tahu kalau mereka berpacaran.”
Karen mengepalkan tangannya merasa malu. Shiza benar-benar tidak bisa ditindas dengan berhadapan. Karen hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah malunya. Sekarang rasa kesalnya berpindah pada sahabatnya—Gita. Rencananya, Karen hanya ingin memberi peringatan pada Shiza tapi Gita bertindak sedikit berlebihan.
“Jadi ini masalah cowok?” Guru BK menatap satu persatu.
“Saya nggak tahu.” Jawab acuh Shiza.
“Bu, masalah ini biar saya yang mengambil alih.” Chio bersuara karena menurutnya ini masih bisa diatasi olehnya.
“Oke, sekarang apa yang akan kamu lakukan?”
“Dari cerita kedua belah pihak saya mengutip disini, Karen merasa cemburu dan dikomporin oleh Gita. Lalu mereka mencari Shiza untuk memberinya peringatan. Nah, saya akan menghadirkan Ryuga dan bertanya apa hubungannya dengan Karen sampai dia dan Gita melabrak Shiza.”
“Jangan Chio !” Cegah Karen berdiri dari sofa tempatnya duduk. Ia tidak menyangka jika akhirnya akan jadi seperti ini. “Shiza saya minta maaf atas kejadian tadi di kantin.” Menurunkan ego Karen berucap lebih dulu.
“Karen ! Kamu apa-apaan sih ?!” Gita tidak terima merasa kalah. “Dia yang salah sudah nyiram kepala aku.” Tunjuknya pada Shiza. “Sekarang minta maaf sama aku !”
Shiza menyeringai. “Aku nggak akan minta maaf karena kamu yang memulai.”
“Ada apa Chio?”
Suara berat di ambang pintu memberikan atmosfer berbeda. Ryuga menatap satu persatu orang-orang disana. Ia mendapatkan telpon dari Chio untuk datang ke ruang BK.
“Kejadian di kantin yang kita lihat tadi terjadi karena kamu.” Jelas Chio tanpa basa basi lagi. “Shiza bilang Karen dan Gita datang menemuinya untuk memberi peringatan jangan mendekati kamu karena kamu pacar Karen. Nah, si Gita tiba-tiba membuang sendok Shiza ke lantai saat mau menyuap makanan. Karena itu Shiza membalasnya dengan menyiram air di kepala Gita. Sekarang aku mau tanya karena kamu subjek dari masalah ini. Apa hubungan kamu sama Karen?”
“Nggak ada ! Dia yang ngejar-ngejar aku.” Ryuga menjawab sambil melirik ke arah Shiza. Seolah penjelasan itu tertuju untuknya.
“Nah, sudah jelas bu masalahnya. Disini, Karen dan Gita membuat masalah lebih dulu. Jadi hukuman untuk mereka membersihkan toilet perempuan lantai ini dan Shiza karena sudah menyiram kepala Gita dengan air es hukuman kamu bantu petugas perpustakaan merapikan buku-buku kebetulan hari ini ada buku-buku baru datang.” Tegas Chio. “Ibu setuju?”
“Iya, ibu setuju. Lain kali jangan di ulangi lagi kalau sampai hal ini jadi masalah serius maka BK akan memanggil orang tua kalian. Karena tidak ada kelukaan fisik dan pertengkaran ringan saja maka selesai sampai disini.”
Shiza memutar tumitnya meninggalkan ruangan itu, mengabaikan tatapan kesal dari Gita dan Karen. Ryuga juga memilih pergi dari sana karena Chio pasti melaksanakan tugasnya untuk mengawasi mereka yang kena hukuman.
“Nggak ngucapin terimakasih gitu sama aku ?” Ryuga mengimbangi langkah Shiza. Ia kesal karena diabaikan.
“Terimakasih.” Senyum manis melengkung di bibir Shiza.
“Sama-sama.” Ryuga mesem-mesem sendiri entah kenapa ada rasa meledak di dadanya tak lupa di dalam perut kotak-kotak itu seakan ada yang menggelitik. Kenapa rasanya udara terasa panas sampai daun kupingnya ikut memerah. “Pengap ya.” Ryuga menarik-narik baju bagian atasnya.
“Ryuga kembali ke kelas.”
“Ck.” Pemuda itu menoleh pada sang sahabat yang melangkah di belakangnya. “Nggak asik !” Ryuga merasa kesal ledakan dan rasa menggelitik tadi hilang begitu saja. “Kalau butuh bantuan, bilang aja sama aku.” Lanjutnya pada Shiza.
“Nggak usah aneh-aneh.” Seru Chio lagi sengaja membuat temannya itu kesal.
Shiza hanya tersenyum, melihat Ryuga membelok langkahnya ke kelas. Sementara dirinya akan ke kelas dulu untuk laporan. Begitu juga Chio yang menyusul langkahnya.
🌷🌷🌷🌷🌷
Pembelajaran telah selesai, Shiza,bersiap untuk pulang. Sejak pagi perasaan cemas menggulung di dada. Meski begitu ia tetap berusaha berkonsentrasi belajar. Candra, nama itu tersemat di benak bersamaan rasa tidak enak karena menemani kemarin. Pemuda itu kehujanan. Shiza terburu-buru memasukan buku-buku, pesan yang tadi di kirimnya belum juga terbaca semakin menambah rasa gundah gulana.
“Ayo.” Aysela menenteng tas di pundak sambil berdiri.
“Ayo kita jemput Adel di kelasnya.”
Shiza dan Aysela melangkah ke luar kelas. Bersamaan itu juga kelas paling ujung bersiap untuk pulang. Sepasang mata menatapnya dari jauh. Sedang mata lain menatap penuh kekesalan. Ryuga mengayunkan langkahnya bersama Dariel lalu mampir ke kelas Chio. Mereka berjalan bersama menjadi pusat perhatian para gadis. Ada yang sengaja melambatkan langkah agar terlihat satu rombongan. Shiza selalu menggenggam ponselnya tanpa tahu di belakangnya ada Ryuga dan teman-temannya.
“Jadi jenguk Candra ?”
“Jadi, sama mama.” Shiza kembali melihat pesan yang dikirim masih centang dua belum terbaca. “Pesan aku belum dibaca, apa mungkin dia demam parah ya. Kalau nggak nemenin aku kemarin Candra nggak kehujanan.”
“Candra sakit?” Adel melayangkan tanya sambil menoleh.
“Iya, tadi ayahnya nitip surat.” Sahut Shiza.
Sementara di belakang mereka, Ryuga merasa kesal mendengar Shiza mencemaskan laki-laki lain. Tanpa sadar kedua tangannya terkepal erat di dalam saku celana. Dadanya terasa panas bersamaan dengan kuping yang tidak nyaman saat nama Candra disebut bibir pink milik Shiza.
“Kenapa?” Bisik Darel saat menyadari jika sahabatnya itu melangkah lebar dari sebelumnya bahkan mereka hampir saja bersentuhan dengan Shiza dan kawan-kawan.
“Dia nggak noleh sama sekali?”
Dariel tersenyum sampai matanya menghilang. “Buat apa noleh kebelakang, kalau jalan yang dilangkahi ada di depan. Dia maju jalan bukan mundur.”
“Ck, dia nggak ngerasa gitu aku ada di belakangnya.”
“Emang kamu siapa?” Chio mencibir. “Awww !!!"
Pekikan Chio membuat Shiza dan teman-temannya menoleh ke belakang. Tatapan mereka terlihat aneh karena Chio mengusap kepala bagian belakangnya yang digeplak Ryuga. Kapan para most wanted itu ada di belakang mereka ? Sungguh, Shiza tidak menyadarinya. Langkah mereka sempat terhenti.
“Jalan ada didepan kamu, Aysela.” Tegur Dariel lembut. Tatapan matanya begitu hangat menenangkan.
Ketiga gadis itu kembali melanjutkan langkah hingga ke gerbang. Hari ini Mama Adina tidak telat lagi seperti kemarin. Shiza dan kedua sahabatnya berpisah di depan gerbang karena jemputan masing-masing sudah datang.
“Mama udah beli buahnya ‘kan?”
“Udah, alamatnya ada ?”
“Ini.” Gadis itu menunjuk pesan dari Dimas yang memberikan alamat Candra. Mobil putih milik mama Adina melaju membelah jalan, cuaca sangat terik tapi tidak menyurutkan niat Shiza untuk menjenguk Candra. Ia benar-benar tidak enak dengan hari kemarin.
“Jauh juga ya.” Ujar Mama Adina memperhatikan google map. Mereka sudah memasuki area perumahan padat penduduk. Berkendara lebih dari tiga puluh menit mereka tiba di salah satu gang. Suasananya cukup nyaman rumah disana lumayan rapat. Mobil Mama Adina berhenti di depan rumah warna orange yang lumayan pudar. Di depannya banyak box busa putih tersusun. Ada beberapa bunga menggantung sebagai hiasan tak hanya itu ada sedikit tanaman yang tumbuh di halaman rumah.
“Permisi.” Shiza mengetuk daun pintu
Melihat dari suasananya rumah itu cukup sepi. “Permisi.” Ucapnya sekali lagi.
“Ada nggak orangnya?” Mama Adina ikut turun sambil menenteng plastik buah dan kue.
“Nggak tahu Ma, Permisi.” Shiza tersentak ketika daun pintu terbuka dari dalam. Di depannya seorang gadis berdiri terpaku menatap ke arahnya. “Dek, benar ini rumah Candra?”
Gadis itu mengangguk. “Benar, kakak siapa ya?”
“Kakak temannya Candra.”
“Oh, temannya bang Candra. Aku Narin adek nya bang Candra.” Gadis itu tersenyum menyalami Shiza dan Mama Adina.
“Bang Candra ada?”
“Ada Kak, ayo masuk. Abang sakit Kak demam nya tinggi banget.” Narin menuntun Shiza dan Mamanya untuk masuk.
“Permisi ya kita masuk.” Mama Adina melepas sepatu yang dikenakan.
“Iya tante, sebentar Narin panggilkan ibu.”
Shiza juga melepas sepatunya. Mereka duduk di sofa iris matanya memindai ruang tamu tampak kecil itu. Meski kecil tapi rapi dan bersih. Tak lama keluar seorang perempuan berdaster rumahan. Ia tersenyum menyapa dua tamu yang datang ke rumahnya.
“Ibu, saya Adina mamanya Shiza.” Mama Adina berdiri menyalami ibu Niken.
“Saya Shiza tante, teman sekelasnya Candra.”
“Saya Niken, ibu nya Candra.” Wanita itu tersenyum ramah. Mempersilahkan kembali tamu nya untuk duduk.
“Tadi Candra nggak sekolah katanya sakit. Jadi kami kesini untuk menjenguk nya.” Ujar Shiza sudah tidak sabar.
“Benar, Candra demam tinggi. Kemarin pulang sekolah kehujanan trus malamnya bantu bapaknya jualan ikan di pasar. Subuh tadi tiba-tiba badannya panas.”
“Kemarin Candra temenin saya tante nunggu jemputan, saya minta maaf ya.” Shiza sungguh merasa bersalah.
“Nggak apa-apa Nak, mungkin tubuhnya memang sudah lelah duluan jadi sakit.” Ibu Niken menenangkan Shiza yang terlihat tidak enak.
“Ini bu kami bawa buah buat Candra.” Mama Adina meletakan bawaannya ke atas meja.
“Terimakasih Bu, nggak usah bawa apa-apa
Candra pasti senang dijenguk temannya.”
“Boleh saya liat Candra.” Shiza menatap penuh harap.
“Boleh Nak, itu kamarnya.”
“Ibu ! Abang menggigil !” Teriak Narin dari dalam kamar.