"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DOR!
"Arkhh! Anjing itu mengejar ku dan masuk ke dalam rumah!!" Ucap Jisya ketakutan memeluk erat tubuh pria yang terdiam berdiri kaku dengan wajah cemas takut kalau sampai wanita yang berada di atas gendongannya itu melihat wajahnya.
Merasa pria yang diajak berbicara hanya diam. Jisya berniat ingin membuka kelopak mata guna melihat pria itu. Dia juga belum menyadari bagaimana posisinya saat ini yang berada di atas gendongan seseorang.
Arga yang menyadari jika Jisya ingin membuka kedua matanya. Ia buru-buru menghalangi istrinya.
"Jangan buka matamu, anjing yang berada di bawah kakimu, ingin menggigit mu!" Bohong Arga.
Jisya pun akhirnya mengurung niatnya untuk membuka mata, dan kembali merapatkan kedua netra dengan perasaan takut. Dalam kesempatan itu juga Arga bergegas mengambil handuk yang terjatuh di bawah kakinya menggunakan ujung jari kakinya dan langsung kembali menutupi wajahnya.
Setelah itu Arga berpura-pura seperti sedang mengusir anjing yang ternyata tidak berada di dalam rumah. Karena anjing tersebut memang tidak pernah masuk ke dalam, terkecuali ada sesuatu yang mendesak, karena anjing itu cukup terlatih dan sangat pintar.
Usai menutup wajahnya semula Arga kembali berbicara, "Anjingnya sudah keluar," bohong Arga lagi.
Jisya perlahan membuka kedua matanya dan melihat ke arah belakang untuk memastikan jika anjing itu benar-benar sudah keluar.
Saat melihat anjing itu memang tidak ada, terlihat Jisya bernafas lega dan merasa aman tidak terancam seperti tadi.
Jisya belum menyadari akan posisinya.
"Syukurlah, kalau anjingnya sudah keluar. Aku sangat takut pada anjing itu, dia seperti ingin menelan ku hidup-hidup." Ujarnya terlihat tidak setegang tadi lagi.
"Lalu? Sampai kapan kau ingin berada di atas gendongan saya?" Tanya Arga.
Mendengar perkataan pria yang begitu dekat dengan wajahnya. Jisya melebar kedua mata dan buru-buru melompat turun dari gendongan Arga yang membuat wanita itu hampir terjatuh jika Arga tidak segera menarik ujung jari tangannya.
"Arkh!" Pekik Jisya.
"Kau ini terlalu bodoh dan ceroboh." Umpat Arga.
Jisya sangat malu dengan wajah yang memerah wanita itu terlihat menunduk, juga kesal karena pria di hadapannya mengetahuinya bodoh.
"M-maafkan saya, Tuan." Kata Jisya malu setengah mati sehingga ia merasa ingin mengubur hidup-hidup tubuhnya ke dalam tanah saking malu yang luar biasa.
"Jisya? Ada apa ini?" Tanya Oma yang sudah selesai menerima panggilan.
"Nyonya, saya mau izin pamit dulu, Oma," ujar Jisya masih dengan wajah yang bersemu merah.
"Oya?" Melihat ke arah cucunya. "Kalau begitu, tolong Rega antar dulu Jisya-nya pulang. Bisa kan?"
Arga hanya menjawab Oma dengan anggukan.
Jisya yang tadinya selalu menolak untuk diantar oleh pria itu, kali ini dia tidak bersuara lagi dengan mengeluarkan kata-kata penolakan, karena dia baru saja mengalami ketakutan yang luar biasa karena anjing yang berada di depan Mension yang malah mengajarnya sehingga ia tidak berani lagi untuk keluar sendirian.
Sebelum mengantar istrinya pulang, Arga menyempatkan waktu untuk berganti pakaian dan mengantar wanita itu pulang ke rumahnya.
,,,
Di mobil, pria yang Jisya kenali sebagai Rega itu hanya diam saja. Begitupun sebaliknya, Jisya juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Kedua-duanya juga sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tak sengaja Rega seperti melihat ada sebuah mobil yang sedang mengikuti mobil mereka dari belakang.
Arga terus memperhatikan mobil itu yang mengikuti mobilnya kemanapun arah mobilnya pergi.
Sepertinya mobil itu sedang membuntuti mobil ku. Batin Arga.
"Kita mau ke mana? Di mana arah rumahmu?" Tanya Arga, lebih tepatnya berpura-pura bertanya.
Mendengar pertanyaan pria itu, Jisya meminta kepada Arga untuk menurunkan dirinya di persimpangan yang tidak terlalu jauh dari kompleks tempat tinggalnya.
"Turunkan saja saya di persimpangan, yang berada di depan itu Tuan." Jawab Jisya.
"Tidak! Saya akan mengantarmu sampai ke rumah!" Tegas Arga menjawab.
Tentu saja Arga akan langsung menolaknya karena merasa sepertinya mobil yang membuntutinya itu sedang mengincar istrinya.
"Tolong mengerti Tuan. Saya sudah bersuami, nanti suami saya bisa salah paham kalau melihat Anda yang mengantar saya pulang." suara Jisya mulai terdengar tidak bersahabat karena pria yang mengemudi itu menolak untuk menurunkannya di persimpangan yang berada di depan.
"Terserah apapun katamu, yang jelas, saya tidak akan menurunkan kamu seperti permintaanmu itu. Apa lagi sekarang sudah gelap." Kekeh Arga tanpa melihat ke arah Jisya.
"Terserah Anda!" Geram Jisya.
Benar saja, pria itu mengantarnya sampai di depan perumahan kompleks tempat istrinya.
Jisya langsung turun dari mobil dengan wajah cemburu. "Terima kasih." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Jisya, dan membalik badan dan langsung melangkah masuk.
Arga masih berdiam diri di luar dan memperhatikan mobil yang ternyata benar-benar berhenti dari jarak yang lumayan jauh dari posisi mobilnya.
"Siapa dia? Sepertinya dia sedang mengincar istri ku, apa dia orang bayaran dari keluarga laki-laki brengsek itu?" Ujar Arga mengambil ponselnya dan menghubungi Sekretaris Fina.
"Hello Tuan? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Fina usai wanita itu mengangkat panggilan.
"Suruh Lando segera datang ke kota ini, ada tugas yang ingin saya berikan padanya." Titah Arga.
"Baik Tuan. Malam ini juga saya langsung menghubunginya dan meminta dia untuk segera datang kemari."
"Hm."
Arga kembali melihat orang itu yang mulai menghidupkan semula mobilnya dan pergi dari lokasi.
Sepertinya target orang itu memang istriku. Batin Arga.
Jisya sudah tiba di rumah tempat tinggal suaminya, saat memberi salam tidak ada yang menjawab salamnya. Jisya masuk ke dalam dan tidak melihat ada suaminya di rumah.
Kemana dia?. Batin Jisya.
,,,
Cklek
Terdengar suara seseorang membuka pintu dari pintu depan usai Jisya membersihkan dirinya dan sedang masak di dapur.
"Mas? Kamu dari mana, Mas?" Tanya Jisya saat melihat suaminya yang baru pulang.
"Dari depan." jawab Arga singkat dan langsung masuk ke dalam kamar untuk menghindari pertanyaan Jisya selanjutnya.
"Jisya!" Tiba-tiba kembali terdengar suara pria itu yang keluar dari kamar dan melangkah mendekatinya.
"Iya, Mas?"
"Lain kali kalau aku belum pulang ke rumah, jangan membiarkan pintumu tidak terkunci, pastikan pintu dalam keadaan terkunci jika aku tidak berada di rumah. Dan pada saat ada seseorang yang mengetuk pintu, cek dulu siapa orangnya, jangan langsung membuka pintu begitu saja, mengerti kamu?" Arga berpesan kepada istrinya dengan tegas untuk memperingati wanita itu agar selalu membenci pintunya.
Sebenarnya Jisya ingin bertanya pada suaminya, kenapa pria itu begitu tegas memperingatinya untuk selalu mengunci pintu. Tapi saat melihat raut wajah pria itu yang seperti tidak sedang ingin di bantah, ia mengurungkan niatnya dan hanya mengangguk patuh.
"Mas Arga, sudah makan?"
"Belum."
"Kalau begitu, mari kita makan, aku juga sudah selesai masak, Mas." Ajak Jisya pada suaminya.
Arga pun mengangguk setuju dan mereka pun bersiap untuk makan malam bersama.
,,,
Jisya masuk ke dalam kamar dan melihat suaminya yang sudah berbaring di atas kasur sembari memunggunginya.
Terlihat wanita itu melangkah mendekati si suami yang terlihat sikapnya begitu dingin semenjak dia menghadapi kasus baru-baru ini.
Dan ternyata Arga juga tidak pernah menyentuhnya lagi layaknya pasangan suami istri. Terakhir mereka hanya menghabiskan malam pertama bersama, di mana pada saat itu pertama kali Arga menyentuhnya, dan juga terakhir kali, sehingga hari ini pria itu tak pernah lagi menggaulinya.
"Mas.." panggil Jisya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.
"Hm." seperti biasa pria itu hanya berdehem dan tanpa membalik badan melihat istrinya yang sedang mengajaknya berbicara.
Menarik nafas seperti terlihat begitu sulit untuk mengeluarkan ungkapan yang ingin ia pertanyakan.
"K-kenapa Mas Arga tidak pernah menyentuh ku lagi?" Tanya Jisya dengan tangan yang gelisah juga menahan rasa malu akan pertanyaannya itu.
Tapi karena dia begitu penasaran dengan sikap suaminya, akhirnya Jisya memilih untuk menahan rasa malunya dan tetap mempertanyakan rasa penasarannya.
"Bukankah kau yang tidak suka aku menyentuhmu? Lalu kenapa kau mempertanyakan sesuatu yang sudah kau tahu jawabannya!" Jawab pria itu membuat Jisya melihat punggung suaminya dengan alis yang mengerut.
"Kenapa Mas bilang seperti itu?"
"Itu fakta Jisya! Tidurlah, jangan memancing emosiku!" Terdengar suara Arga yang sedikit membentaknya.
Hati Jisya terasa melongos saat mendengar jawaban dari suaminya.
"Kenapa Mas selalu marah-marah sama aku? Padahal aku juga bertanya baik-baik, aku tidak berbicara kasar, tapi Mas Arga sering terdengar dingin dan juga membentak ku sesuka hati mu..." Ujar Jisya terdengar isakan tangis dari bibirnya dan berdiri ingin meninggalkan suaminya di kamar.
"Sejengkal saja lagi kau melangkah keluar dari kamar, maka aku akan menghukum mu!"
Suara Arga kembali menghentikan langkah kaki wanita itu yang sudah ingin mencapai mulut pintu.
"Untuk ap----- Arkhhhhhhhh!!!"
DOR!