Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Belum ada jawaban pasti dari Gisel, apakah dia mau menijah dengan Rega yang ingin bertanggung jawab untuk mencoba menyembuhkan luka Gisel yang berawal darinya, terdengar suara sedikit ribut di luar kamar.
Di sana terlihat Melisa baru saja tergopoh-gopoh lalu bicara dengan Alex dan yang lainnya.
"Semuanya sudah bertanya, tuan. Apakah acara ini akan berlanjut atau tidak. Mereka bilang merasa di permainankan karena tak ada penjelasan dari pihak mempelai. Pak penghulu juga bertanya, beliau harus segera menikahkan calon pengantin di tempat lain," ucap Melisa setelah membenarkan letak kaca matanya yang hampir jatuh karena setengah berlari.
Alex menghela napasnya, para tamu itu adalah orang-orang yang sangat penting. Mereka secara khusus diundang untuk menjadi saksi acara sakral sang putri.
Gisel yang mendengar jelas dari dalam, tampak meremat jari jemarinya. Apa yang harus ia lakukan, ia tak ingin membuat daddinya malu. Tapi, melirik lagi pada pria yang kini duduk di tepi ranjang itu membuatnya kesal. Kenapa harus Rega? Tidak adakah yang mau menawarinya pernikahan selain pria itu. Pasti dia akan langsung mau, bersandiwara menikah demi orang tuanya.
"Kamu dengar sendiri, Dek. Bagaimana keputusanmu?" tanya Rega lembut.
"Diam kamu! Berisik banget! Bisa nggak jangan panggil aku 'Dek'?" sentak Gisel. Meski dalam hati ia merasa aneh, setelah sekian lamanya, baru kali ini ia membentak Rega. Tapi, bodo amat, pikirnya.
Rega mengatup, dengan sabar menunggui Gisel yang tampak masih ragu untuk memutuskan.
Setelah menghela napasnya lagi, Alex akhirnya memberi keputusan karena Gisel tak kunjung memberi jawaban atas penawaran Rega. Ia tak ingin memaksa Gisel hanya demi nama baiknya. Biarlah nama baiknya hancur dan di permalukan, "Batalkan Saja. Biar Elang yang memberitahu mereka," ucapnya menatap putra sulungnya.
Elang mengangguk, ia lalu berjalan di temani oleh Senja. Anes dan Amel saling merangkul untuk menguatkan. Sebagai seorang ibu, Anes tentu hatinya sangat hancur.
"Tunggu!" suara Gisel menghentikan langkah Elang dan Senja. Mereka menoleh.
"Jangan batalkan, aku akan tetap menikah, dengan dia!" Gisel melirik sinis pada Rega.
"Kamu serius sayang? Daddy nggak mau kamu terpaksa menjalaninya," tanya Alex sekali lagi.
Gisel mengangguk yakin, hanya demi menyelamatkan harga diri keluarganya. Setidaknya untuk saat ini, setelah itu ia akan membuat keputusan besar.
.
.
.
Meski ada perubahan calon mempelai pria, namun acara akad berjalan dengan lancar dan khidmat. Tak ada keraguan sama sekali terlihat dari raut wajah Rega. Wajahnya tampak tenang dan mantab. Bahkan ia berhasil mengucapkan qabul hanya dalam satu kali tarikan napas.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Gisella Abrahan Parvis, dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!" ucap Rega dengan lantang dan penuh keyakinan.
"Saaaaaahhh!" teriakan Amel paling kencang diantara tamu yang hadir. Mewakili betapa bahagianya dia. Pada akhirnya Regalah yang jadi pemenangnya, meski sempat kalah di awal.
"Ssssst, sayang Please! Jangan terlalu perlihatkan kebahagiaan kamu. Ingat suasana saat ini masih terhitung sedang dalam duka," bisik David.
"Maksudmu, pernikahan putraku adalah duka? Begitu?"
"bukan begitu, tapi Rega bisa berada di depan penghulu dengan Gisel karena terpaksa. Jangan senang dulu," ucap David.
Amel tak peduli, yang penting Rega dan Gisel menikah saja dulu, urusan hati belakangan. Kalau perlu dia akan bantu.
Dengan malas, Gisel mengikuti semua arahan penghulu, termasuk saat ia di suruh mencium punggung tangan suaminya. Tapi, saat Rega hendak mencium keningnya, Gisel segera menghindar, "Nanti saja pak, buat yang itu, malu dilihatin orang-orang, nanti sekalian di kamar!" ucapnya beralasan pada penghulu.
"Kenapa harus malu? Kan sudah sah?"
Gisel tetap ngeyel, ogah banget di cium Rega, pikirnya. Kalau dulu waktu kecil Gisel yang suka nyosor Rega duluan, sekarang tidak lagi ferguso. Sudah lain lagi ceritanya.
Setelah akad selesai, di lanjutkan acara resepsi sederhana. Yang hanya di hadiri oleh orang-orang penting dan terdekat saja. Kalau ada yang tanya Nandira dimana? Tentu saja dia tak masuk dalam list undangan, karena dia tidak penting buat keluarga Parvis sang pemilik hajatan yang sesungguhnya.
Waktu masih sore menjelang malam saat satu persatu para tamu pamit. Sejak tadi, Gisel hanya menampilkan senyum palsunya sesekali satu mendapat ucapan selamat dan doa dari para tamu. Ia terpaksa mengamini doa mereka, meski dalam hati tak setuju dengan doa mereka.
Rega seperti baisa, selalu menunjukkan wajah tenangnya. Entah apa yang saat ini ia pikirkan. Yang jelas ia harus siap menghadapi kebencian sang istri kedepannya.
"Daddy sama mommy mau kemana?" tanya Gisel saat kedua orang tuanya pamit.
"Kami mau pulang sayang, kamu sama Rega menginap di sini dulu ya malam ini, besok baru pulang sama Rega ke apartemennya," ucap Anes.
Gisel melirik Rega, lalu kembali menatap Anes, "Gisel ikut mommy pulang saja," ucapnya.
"Kamu kan sudah menikah, jadi kamu harus ikut suami kamu, sayang," ucap Anes.
"Malam ini aja, mom. Barang-barangku masih di rumah semua, aku nggak mungkin pindah nggak bawa apa-apa," Gisel mencari alasan supaya tidak harus ikut Rega.
"Nanti biar diantar sama orang, kamu jangan khawatir,"
"Momy usir Gisel, nih?"
"Bukan begitu sayang, sekarang kamu adalah tanggung jawab suami kamu, kamu harus ikut dia,"
"Daddy, kakak..." Gisel mengadu pada Alex dan Elang. Tapi sepertinya percuma. Kedua pria itu setuju dengan yang di katakan Anes.
"Ya udah kalau gitu, aku pulang ke rumah mama sama papa aja, nggak mau nginep dan nggak mau ke apartemen! Titik!" putus Gisell.
"Baiklah, sementara kita tinggal di rumah papa," ujar Rega mengalah.
"Ga, bisa ikut daddy? Ada yang mau daddy katakan sebentar," ucap Alex.
Rega mengangguk, ia mengikuti Alex keluar kamarnya.
"Begini, Ga... Daddy tahu ini akan menjadi berat buat kamu kedepannya, kamu tahu sendiri sekarang Gisel bagaimana. Daddy berharap kamu bisa bersabar menghadapinya. Daddy percayakan putri daddy sama kamu. Daddy percaya kamu bisa. Seandainya nanti kamu menyerah, tolong kembakikan Gisel pada daddy baik-baik seperti kamu menawarkan diri untuk menikahinya hari ini. Jangan sakiti dia lagi," pesan Alex pada menantunya.
"Aku akan berusaha semaksimal mungkin, Dad. Dan aku sama sekali tak ada kepikiran ke arah sana, dad. Meski prnikahan ini mendadak, tapi aku sungguh-sungguh dengan niatku. Bagiku pernikahan ini tetaplah sakral dan hanya akan terjadi seumur hidup. Aku akan berusaha mempertahankan rumah tanggaku dan Gisel semampuku,"
Alex tersenyum, ia menepuk bahu Rega, "Doa terbaik buat rumah tangga kalian. Berusahalah buat meluluhkan hatinya kembali. Kalau butuh bantuan daddy, kedua tangan daddy akan selalu siap membantu,"
"Terima kasih, dad," sahut Rega.
.
.
.
Sesuai keinginan Gisel, malam ini mereka kembali ke rumah David dan Amel. Setidaknya, di sana mereka tak hanya tinggal berdua, pikir Gisel.
Rega langsung mengajak Gisel ke kamarnya yang berada di lantai dua rumah tersebut.
"Kok kesini? Kamarku mana?" tanya Gisel begitu mereka masuk ke dalam kamar. Ia tahu itu adalah kamar Rega.
"Kamar kamu ya di sini, kita kan sudah menikah. Kamar abang ya kamar kamu juga," sahut Rega sembari melepas kancing lengan kemejanya.
"Jangan terlalu dalam mendalami peran! Ini bukan pernikahan sungguhan!"
Rega mendengus pelan, ia menoleh pada Gisel yang cemberut di sisi ranjang,"Apanya yang tidak sungguhan? Ijab qabul langsung di lakukan di depan penghulu dengan di saksikan para saksi," ucapnya pelan.
"Tapi, tetap saja. Kita sama-sama terpaksa melakukannya," ucap Gisel. Ia lalu berdiri,
"Tugasku mempertahankan nama baik keluarga supaya tidak di permalukan sudah selesai. Sekarang giliran kamu jaga nama baik aku! Pasti semua orang sekarang sedang mencemooh aku karena berhasil mengemis di nikahi sama kamu. Yang mereka tahu dari dulu aku ngejar-ngejar kamu! Pasti mereka semua sedang menertawakanku dan mengasihani kamu yang terpaksa menikahiku!"
"Lalu, apa yang harus abang lakukan? Kamu mau abang melakukan apa?" tanya Rega.
"Ceraikan, aku!"
...****************...