Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Semakin diperhatiin semakin menarik.
Rere melirik ke Kanaka yang lagi asyik memelototi layar komputer yang sedang menampilkan deretan angka.
Entah kenapa, sejak Kanaka lebih memanusiakan dirinya, lambat laun Rere semakin terpesona dengan cowok dingin berstatus teman kampusnya itu.
Apalagi kalau Rere mengingat pemberian Kanaka tadi pagi dengan embel-embel kalimat yang bikin hati Rere meleleh.
'Sarapan dari nyokap gue buat lo!'
Begitu tadi kalimat Kanaka yang datar dan tanpa ada manis-manisnya tapi membuat hati Rere meleleh.
Lamunan Rere terjeda saat suara ringtone dari ponsel Kanaka menginterupsi lamunan Rere.
"Hallo om," sapa Kanaka.
"Jam berapa om?" tanya Kanaka.
"Oke deh aku usahain ya, aku tanya ke pembimbingku dulu, nanti aku kabarin."
Kanaka menatap Rere. "Re... "
"Eh iya Ka," sahut Rere sengaja menutupi debar yang tak biasa yang ia rasakan terhadap Kanaka belakangan hari ini.
"Hari ini kita ada schedule apa?" tanya Kanaka.
"Um.... nanti sore kita disuruh survey ke Bogor, lihat cara mereka melayani customer," jawab Rere sambil melihat catatan di buku kecilnya.
"Oh oke!"
Lalu Kanaka kembali menekuri komputernya dan serius mempelajari apa yang di depannya.
Tepat pukul dua belas siang Kanaka bangkit berdiri dan menatap Rere meminta atensi cewek itu.
"Apa?" tanya Rere mendongak menatap Kanaka dengan kening berkerut, pasalnya Rere merasa tak enak hati setelah kemarin sempat dicecar pertanyaan oleh Hana.
"Ayo! Aelah... " ketus Kanaka saat melihat Rere masih duduk di kursi kerjanya.
"Gue ikut?" tanya Rere lirih, berharap Kanaka mengurungkan niat untuk mengajak.
"Nggak papa juga sih lo nggak ikut, cuman gue nggak bakalan kasih bocoran kalo mas Dewa tanya hasil survey kita." Habis berkata seperti itu, Kanaka pergi meninggalkan ruangan.
Rere yang mendengar ultimatum Kanaka tadi langsung menyambar tas dan ponselnya lalu mengejar Kanaka.
Eri, Hana dan Safa saling melempar pandangan, yanga kayak gini kok mereka tak mengakui kalau mereka ada hubungan.
"Ka.... tungguin!" panggil Rere saat Kanaka mau menutup pintu lift.
Dengan menyembunyikan senyumnya, Kanaka membuka kembali pintu lift dan pura-pura mengeryit atas kelakuan Rere itu.
Rere masuk ke dalam lift, lalu memilih berdiri di pojok lift itu, menjaga jarak sejauh mungkin dengan Kanaka.
Ada banyak kata yang terangkai dalam otak Kanaka, bahwa Rere itu galak dan cuek terhadap dirinya, bahkan dalam kesederhanaannya nampak bersahaja dan menarik perhatian Kanaka.
Rere itu semakin diperhatikan semakin menarik di mata Kanaka, hidung kecil mancung dengan mata bulatnya serta lesung pipinya membuat hati Kanaka sering berulah semaunya sendiri.
Kanaka belum pernah merasakan jatuh cinta, hingga perasaan asing itu membuat dadanya sering kembang kempis memikirkan teman magangnya sekaligus teman kampusnya itu.
Tanpa banyak cakap, setelah keluar dari lift pun Rere memilih mengikuti kemanapun kaki Kanaka melangkah.
Kanaka membukakan pintu mobil untuk Rere, membuat perempuan itu merona dan menahan rasa yang tak biasa.
"Kenapa sih bikin gue salting terus," gumam Rere sambil masuk ke dalam mobil.
"Pakai sabuk pengamannya!" perintah Kanaka saat melihat Rere hanya duduk sambil terbengong di sebelahnya.
Tak ada reaksi dari perempuan itu, akhirnya Kanaka menarik sabuk pengaman dan memasangnya.
Suara 'klik' menyadarkan Rere dengan kelakuan Kanaka. "Kenapa sih tingkahnya kayak gini? Kan gue jadi salting," gumam Rere yang sayangnya terdengar jelas oleh Kanaka.
"Anjirr.... ngegemesin banget! Sumpah!" celetuk Kanaka lalu menyemburkan tawanya.
Rere melonjak kaget dan menoleh ke arah Kanaka yang masih terus terkekeh.
"Kenapa sih? Kok ketawanya begitu banget?"
"Nggak, nggak papa."
Kanaka melajukan mobilnya menuju ke sebuah restauran di kota Bogor yang sedang hype saat ini.
Di dalam mobil Rere memilih menyibukkan diri karena jantungnya yang jumpalitan karena duduk berdua dengan Kanaka seperti ini.
Mereka sampai di restoran yang dituju, duduk di sudut resto, memesan makanan dan memperhatikan orang yang sedang melayani mereka.
Sesekali Rere mencatat kelebihan dan kekurangan dari resto itu yang hampir tak ada cacatnya, karena semua bekerja dengan profesional.
"Kenapa pesennya makanan kayak gini sih? Gue nggak kenyang cuman makan kentang goreng doang," protes Rere melihat penampakan steak yang tersaji di depannya.
Kanaka melambai memanggil pramusaji, lalu memesan seporsi nasi putih untuk Rere.
"Dih.... malah dipesenin nasi, maksud gue tuh gue jangan dipesenin steak."
"Lo mau nambah makanan?" tanya Kanaka.
"Bukan itu maksud gue Ka! Ah tauk ah!"
Nasi putih mengepul di depan Rere, daripada kentang goreng, Rere lebih memilih makan nasi putih, tapi pertanyaannya, apakah dia tak malu makan steak sama nasi?
"Kok dilihatin doang? Ayo makan."
"Lo nggak malu emang lihat gue makan nasi ama steak?" tanya Rere penasaran.
"Nggaklah, gue bayar ini, bukannya nyolong," jawab Kanaka santai.
Melihat Kanaka yang tampak santai, Rere memilih ikut memakan makanannya, meski orang-orang di meja sebelah melihat penuh minat terhadapnya.
Kanaka menatap tajam orang tersebut hingga membuat mereka keder juga.
Mereka menyelesaikan makan mereka, Kanaka melakukan pembayaran dan setelahnya pergi dari tempat itu.
"Lo udah catet yang perlu dicatet kan?" tanya Kanaka sambil melirik Rere yang mengusap perut karena kekenyangan.
"Hidup sama lo, gue baru tahu ada steak harganya hampir satu juta per porsi," ucap Rere tak menjawab pertanyaan Kanaka justru mengucapkan kalimat lain.
"Makanya hidup bareng gue terus biar lo bisa merasakan makanan yang lebih mahal lagi," celetuk Kanaka dengan nada santai, tapi ucapan Kanaka yang santai itu membuat Rere menoleh dengan cepat hingga terdengar bunyi lehernya yang berderak.
"Apa sih nggak jelas banget!" ketus Rere semakin salah tingkah.
Kanaka hanya mengulas senyum tipis, entah kenapa dia suka melihat Rere dengan wajah merona karena godaannya tersebut.
Kanaka memukul kepalanya. 'Nggak mungkin kan gue jatuh cinta sama cewek ini?'
__________
Jatuh cinta itu kadang tak bisa ditebak atau direncanakan ya guys, seringnya intensitas seseorang bertemu dengan lawan jenisnya bisa membuat mereka akhirnya merasa cocok dan nyaman.
Tapi mungkin nggak sih Kanaka jatuh cinta sama Rere, secara Rere kan dari keluarga biasa saja dan pasti juga bukan perempuan yang glamour seperti kebanyakan perempuan yang Kanaka kenal.
So lihat aja ya guys kelanjutan cerita ini.
Terima kasih buat semua yang telah mampir ke cerita ini, salam sayang buat kalian semua.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu