Jihan Lekisha, seorang gadis cantik yang mempunyai rasa sosial tinggi terhadap anak-anak. Ia selalu membantu anak korban kekerasan dan membantu anak jalanan. Karena kesibukannya dirinya sebagai aktivis sosial , pekerja paruh waktu dan seorang mahasiswa ia tidak tahu kalau kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya. Hingga suatu hari ia melihat sang kekasih tidur dengan sahabatnya. Karena hal itu ia sampai jatuh sakit, lalu dirawat ibu bos tempatnya kerja. Tetapi ujian hidup tidak sampai disana. Siapa sangka anak bosnya maalah merusak kehormatannya dan lari dari tanggung jawab. Tidak ingin nama baik keluarganya jelek di mata tetangga, Rafan Yaslan sang kakak menggantikan adiknya menika dengan Jihan.
Mampukah Jihan bertahan dengan sikap dingin Rafan, lelaki yang menikahinya karena kesalahan adiknya?
Lalu apakah Jihan mau menerima bantuan Hary, lelaki yang menghamilinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat Mental Anjlok
Beberapa minggu tinggal sebagai menantu di rumah Rafan sangat berat untuk seorang Jihan. Apapun yang dilakukan selalu salah di mata ibu mertuanya. Ada saja kesalahannya mulai cara ia makan disebut kampungan, cara ia berjalan, cara ia berpakaian. Semuanya salah di depan ibu mertuanya baru saja beberapa minggu di rumah Rafan, Jihan sudah kehilangan berat badan sampai beberapa kilo. Ia berusaha keras agar bisa diterima sebagai menantu di sana , usaha yang di lakukan Jihan rasanya sia-sia. Ibu Bosnya tidak pernah lagi baik padanya.
“Kamu harusnya, berganti pakaian yang bersih sebelum turun ke dapur,” ujar wanita itu saat Jihan mmbantu Bi Jum memasak.
“Saya sudah mandi tadi setelah sholat Bu,” sahut Jihan dengan sopan.
“Kamu tidak perlu menyindirku sudah sholat apa belum.”
“Bu- bukan seperti itu Bu, maksudku-”
“Sudah! Begini kalau menantu datangnya dari kampung,” ucapnya meninggalkan dapur.
Jihan harus menerima takdir sebagai istri yang tak dianggap. Ibu mertuanya yang dulunya bos yang menyanyanginya, kini, menatapnya dengan tatapan sinis. Ia melihat Bibi Jum, wanita itu hanya menganggukk meminta Jihan bersabar. Jihan hanya mengusap dada sesekali bibirnya mengucapkan beberapa kalimat untuk menyejukkan hati.
‘Apa yang terjadi dalam hidupku, bukan kemauanku, kalau bisa memilih lebih baik aku pergi dari rumah ini dan menghilang’ ucap Jihan dalam hati. Setelah mendapat perlakukan tidak enak dari ibu mertuanya mentalnya semakin drop.
Bi Jum dan Jihan, membawa serapan ke meja makan dan menyajikannya, di sana sudah duduk semua anggota keluarga. Rafan sudah rapi dengan seragam kebesarannya. Jihan mendengar pembicaraan kakek Rafan setelah menikah Rafan naik pangkat.
“Kakek mendengar kamu naik jabatan? Kakek bangga sama kamu,” puji Kakek Ali.
“Iya Kek.” Rafan tersenyum kecil.
“Oh benarkah, selamat ya Mas." Dila juga memberi ucapan selamat.
“Oh, anak Umi hebat.” Wanita itu mencium ujung kepala Rafan.
‘Aku ikut senang mendengar itu Mas’ ucap Jihan dalam hati. Ia meletakkan roti bakar di depan Rafan.
“Terimakasih,” ucap Rafan tanpa menoleh.
“Sama-sama Mas.”
“Ji, kamu duduk . Ayo serapan,” bujuk Dila.
Jihan tidak membantah dengan sikap hati-hati, ia menarik satu kursi di samping ibu mertuanya dan duduk, baru saja duduk. Ibu Mertuanya menatapnya dengan sinis dan berkata,” kamu bau bangat. Pakaianmu tidak pernah diganti ya,” ucapnya dengan nada mengejek mempermalukan Jihan di depan suami dan keluarganya.
Jihan ripleks mencium pakaiannya. “ Tidak Kok Bu, saya mandi.”
“Pakaianmu itu mulu yang kamu pakai selama di sini,” tuduh wanita itu ia berdiri dan menutup hidung.
“Umi jangan begitu,” tegur Dila.
Melihat tatapan Rafan dan ayah mertuanya membaut Jihan ingin menangis dan berteriak, tapi ia menahan diri.
“Jangan dibawa hati, Umi hanya butuh waktu untuk menerimamu sebagai menantu di rumah ini,” ujar Dila.
“Tapi pakaianku bersih kok Kak.” ujar Jihan.
“Aku tahu Ji, sudah duduklah,” bujuk Dila.
Dari sekian orang yang tinggal di rumah itu, hanya Dila dan kakek Ali yang bersikap rama padanya. Selebihnya mereka semua bersikap dingin.
“Aku berangkat.” Rafan juga memilih pergi tidak mengatakan apa-apa padanya.
“Ayah juga berangkat ya.” Mereka semua beranggkat yang tersisa hanya Jihan dan Bi Jum.
“Sabarr ya Mbak Jihan,” ucap Bibi Jum dengan tatapan prihatin.
“Pakianku memang tidak banyak Bi, tapi aku selalu cuci kering tidak mungkin bau,” ujar Jihan.
“Aku tau, Nyonya hanya butuh waktu.”
'Butuh waktu tidak harus menghina' ucap Jihan mengusap air yang mengalir deras di pipinya lagi. Entah berapa liter lagi air mata yang akan tumpah dari matanya selama tinggal di rumah Rafan.
Jihan melihat ibu mertua sedang mengurus tanaman hias, ia mendekati ingin bicara.
“Bu, Jihan ingin bicara.”
“Apa lagi yang kamu bicarakan?”
“Jihan ingin tetap kuliah, Bu.”
Wanita itu menghentikan aktivitasnya lalu menatap menantunya dengan sinis. “Biaya kuliah sangat mahal. Siapa yang kamu harapkan membayar biaya kuliahmu. Jangan kamu pikir setelah menjadi menantu di rumah ini, hidupmu jadi enak. Dengar iya Jihan. Hanya dr, Naya yang cocok jadi menantu di rumah ini . Dia yang harusnya menikah dengan Rafan, gadis itu dari keluarga jelas asal-usulnya. Jelas bibit-bobotnya bukan seperti kamu yang tidak tahu di mana orang tuamu.”
“Saya akan bekerja untuk biaya kuliah, Bu."
“Bagus, bekerjalah jangan bergantung pada orang lain. Tidak seharusnya kamu tidur di kamar anak berandalan itu, saya jadi berpikir kalau kamu memang senjaga mengincar anak-anak saya.”
“Bu, tidak ada yang seperti itu. Ibu sendiri yang memintaku istirahat di kamar atas, saat itu kepalaku sangat pusing hanya pintu kamar itulah yang aku lihat terbuka dan aku masuk. Bu Jum juga tahu itu.” Jihan menunturkan semuanya sembari mengusap air mata. Mengingat hal itu membuatnya meneteskan air mata lagi dan lagi, ia juga korban di sini, kehilangan kesucian dan kehilangan masa depan dan terjebak dalam pernikahan yang menyebalkan. Tapi dirinya juga yang dituduh, sungguh tidak adil bagi Jihan.
“Berhenti membuat air mata buaya di depanku,” gertak wanita itu dan masuk ke dalam rumah.
Dipersalahkan atas semua yang terjadi membuat mental Jihan anjlok ke level paling bawah. Ia merasa tidak punya apa-apa lagi dalam hidupnya. Setelah mandi, ia berangkat kuliah mengunakan angkot. Saat mobil itu berhenti di pintu rel kreta api tiba-tiba terlintas di benak Jihan ingin bunuh diri. Ia tidak tahan melihat tatapan jijik dari semua orang yang menatapnya dan tdiak tahan dengan sikap dingin Rafan dan tuduhan ibu mertuanya, ia merasa sendirian. Terkadang saat iman seseorang begitu rapuh dan lemah ia tidak lagi memikirkan apapun selain kematian, padahal kematian bukanlah solusi untuk masalah.
Jihan keluar dari angkot dan berjalan melewati portal, berjalan melewati bebera motor , saat ia ingin menabrakan dirinya ke rel kreta, tidak sengaja matanya melihat motor di depannya. Fahar dan Atika sedang berboncengan dan berpelukan mesrah tepat di depannya.
Ia menatap tajam pasangan selingkuh itu dan berkata dalam hati.
‘Aku tidak akan mati sia-sia hanya karena ulah kedua manusia jahat ini’
Niat bundir akhirnya batal hari itu, Jihan berjalan menyusiri sisi rel kreta api berjalan tanpa tujuan ia hanya ingin menghilang, melihat sikap mencurigakan Jihan menarik perhatian banyak orang. Mereka sudah curiga kalau Jihan ingin bunuh diri. Duo orang polisi yang saat itu sedang beristirahat di sebuah warung melihat dan mengawasi Jihan. Salah seorang dari mereka berlari kecil menghampiri Jihan. Tapi polisi itu terkejut karena gadis yang terlihat kebingungan itu istri Arfan .
“Tunggu! Bukannya kamu istri Arfan?”
“Tidak, kamu salah orang.” Jihan menghindar dan pergi dari sana.
Bersambung
Bantu like komen ya kasih tanggapan kalian ya terimakasih
tapi kenapa mereka semua gk mengizinkan jihan & hary hidup bersama.
dan jelas hary itu ayah kandung aqila.
kalo emg takdir nya sama hary,jngn muter² lg dech crita nya.