Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Pernikahan Kedua Yang Tak Diinginkan
Bab 5. Pernikahan Kedua Yang Tak Diinginkan
Argani melihat ke arah ibunya. Tatapan mata wanita itu terlihat sangat memohon kepadanya. Lalu, dia menghela napas dan berkata, "Baiklah, aku bersedia. Aku melakukan ini demi keluargaku."
Mama Aini dan Papa Anwar sangat bahagia sekali. Akhirnya Andhira dan Argani mau menikah.
"Mama akan urus pesta pernikahan kalian. Gani kamu urus persyaratan administrasi pernikahan," ucap Mama Aini dengan penuh semangat.
"Aku rasa tidak perlu pesta," kata Argani karena merasa ini pernikahan yang tidak diinginkan oleh kedua calon pengantin.
"Tidak bisa! Kalian ini sama-sama duda dan janda, kalau orang-orang tidak tahu status pernikahan kalian nanti kedepannya akan mendapatkan kesulitan dan bisa jadi fitnah," jelas Papa Anwar dengan nada tegas.
"Benar apa yang dikatakan sama Papa. Toh, tidak ada salahnya pernikahan turun ranjang. Terlebih lagi ada seorang bayi laki-laki yang sangat membutuhkan peran seorang ayah kedepannya," lanjut Mama Aini dengan lembut. Wanita itu berharap putra dan menantunya ikhlas menjalani pernikahan nanti.
Andhira dan Argani sekilas beradu pandang. Lalu, keduanya sama-sama memalingkan wajah di saat bersamaan. Mereka merasa canggung, tetapi tidak bisa menolak permintaan orang tua mereka.
***
"Kamu akan tinggal bersama Mama di rumah keluarga Atmadja. Mama dan Papa tidak akan merasa tenang jika kamu tinggal di rumah kamu sendiri," kata Mama Aini ketika Andhira akan pulang dari rumah sakit.
Andhira mengangguk. Di rumahnya tidak ada siapa-siapa karena Andhika tidak suka ada orang lain. Selama ini semua pekerjaan rumah dilakukan oleh sang istri.
Setelah seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Andhira bisa pulang. Kondisi Arya juga sangat bagus perkembangannya.
Argani datang menjemput atas perintah Mama Aini. Dia dan Andhira masih sama-sama canggung. Selama ini mereka memang jarang sekali berinteraksi selama menjadi ipar. Laki-laki itu selalu sibuk bekerja, padahal setiap hari Sabtu dan Minggu Andhira selalu berkunjung ke rumah utama keluarga Atmadja. Tentu saja seorang diri karena Andhika selalu sibuk dengan kekasihnya.
Andhira menggendong Arya dan duduk di kursi belakang bersama Mama Aini. Wanita itu terlihat sangat bahagia sambil menatap putranya.
"Arya mirip sekali dengan Andhika sewaktu bayi. Nih, Mama ambil fotonya," ucap Mama Aini menunjukkan beberapa foto di galeri handphone miliknya.
Wajah Arya dan mendiang suaminya sangat mirip sekali. Memang pantas kalau putranya disebut copyan sang ayah.
Tidak sampai 30 menit mereka sudah sampai ke kediaman keluarga Atmadja. Mama Aini sudah menyiapkan kamar di lantai satu untuk Andhira agar tidak perlu naik turun tangga.
Baru saja dia merebahkan tubuhnya, terdengar suara Pak Bagas dan Bu Rosdiana. Andhira sudah bisa menebak mereka akan langsung datang. Tujuannya bukan untuk menjenguk dirinya ataupun Arya, tetapi untuk mencari muka di hadapan keluarga Atmadja.
"Andhira, Ayah dan Tante datang ke rumah sakit, katanya kamu sudah pulang. Kenapa tidak memberi tahu terlebih dahulu?" tanya Bu Rosdiana.
Andhira tidak mau memanggil istri kedua ayahnya dengan panggilan "Ibu". Karena baginya wanita perebut suami orang itu tidak pantas untuk menjadi ibunya.
"Andhira kan tidak membawa ponsel. Lagian, kalian selama tiga hari ini tidak ada kabar sama sekali. Jadi, aku mengira tidak akan ikut menjemput Andhira." Bukan Andhira yang menjawab, tetapi Mama Aini.
"Bagaimanapun juga kami ini orang tuanya, Jeng. Jadi, harus diberi tahu," balas Bu Rosdiana.
Mata Mama Aini memicing. Lalu, berkata "Orang tua? Lalu, kemarin-kemarin selama tujuh tahun ke mana saja? Kenapa membiarkan Andhira hidup luntang-lantung? Lalu, setelah menikah dengan Andhika, pernah kah kalian mengunjunginya?"
Pak Bagas merasa tertampar oleh ucapan besannya. Dia memang tidak pernah mencari tahu keberadaan putrinya. Apalagi memberikan nafkah untuknya. Setelah bertemu kembali setelah sekian tahun tidak bertemu, dia juga tidak pernah mengunjunginya. Sementara Andhira sendiri tidak akan pernah mau mendatangi rumah kediaman Wiratama karena ada Puspa—anak tirinya—yang selalu menghina dan mengusir dirinya.
"Jangan salahkan kita, Jeng. Salah dia sendiri tidak pernah memberikan kabar kepada ayahnya. Bagaimana bisa Mas Bagas mengunjungi atau memberinya nafkah untuknya kalau mereka kabur jauh dan tidak memberi tahu apa-apa sama kita," bantah Bu Rosdiana dengan nada ketus.
"Sudah ... sudah! Yang penting sekarang Andhira sudah bersama kita. Mulai sekarang kita akan sering bertemu," kata Pak Bagas mengusap punggung istrinya. Lalu, dia menatap Andhira, "Kamu kapan-kapan datanglah ke rumah ayah."
Rasanya Andhira ingin membalas ucapan ayahnya dengan lantang. Dia pernah datang ke rumah ayahnya, baru juga di teras depan rumah sudah diusir oleh Puspa dengan kata-kata kasar dan hinaan. Bahkan mereka sempat beradu mulut sampai satpam memisahkan mereka. Semenjak itu dia tidak mau lagi menginjakan kakinya di sana. Padahal itu rumah tempat tinggalnya dahulu.
"Kapan pernikahan Andhira dan Argani dilangsungkan?" tanya Pak Bagas untuk mengalihkan pembicaraan yang sudah menegang, tadi.
"Itu biar kami yang urus. Kalian pastinya sibuk sekali," jawab Mama Aini.
"Jangan seperti itu Jeng, kita ini keluarga Andhira juga. Masa tidak boleh ikut campur," ucap Bu Rosdiana.
"Baiklah. Kalian akan menyumbang berapa untuk biaya pesta pernikahan nanti? Karena aku ingin membuat pesta yang meriah," tanya Mama Aini.
Andhira ingin tertawa saat melihat wajah Bu Rosdiana yang langsung berubah masam. Mana mungkin wanita itu mau memberi uang untuknya, yang ada ingin meminta uang dengan menjual namanya.
"Nanti, saya akan memberi sedikit sumbangan untuk biaya pesta. Tapi, nominalnya tidak akan banyak," balas Pak Bagas dan itu membuat Bu Rosdiana melotot kepadanya.
"Aku tunggu uangnya," kata Mama Aini dengan serius.
Andhira tercengang mendengar ayahnya akan memberi uang tambah untuk pesta pernikahannya nanti. Setelah dia pergi meninggalkan rumah, tidak satu rupiah pun sang ayah memberinya uang.
***
Pernikahan Andhira dan Argani berlangsung sangat meriah. Mereka mengadakan pesta pernikahan setelah empat bulan meninggalnya Andhika. Selama itu keduanya hidup berbeda rumah. Argani harus rela tinggal di apartemen, karena Andhira tinggal bersama mertuanya karena masih dalam proses penyembuhan pasca kecelakaan dan operasi caesar.
"Selamat, Bro! Akhirnya kamu menikah lagi," ucap Roy yang merupakan sahabat Argani.
"Iya. Semoga kamu juga lekas menyusul menikah di tahun ini juga," balas Argani sambil tersenyum jahil karena dia tahu sahabatnya itu punya prinsip tidak ingin menikah.
Roy melotot kepada Argani. Sama seperti sang sahabat, dia juga mempunyai trauma dengan yang namanya pernikahan. Bedanya, Argani trauma karena digugat cerai istri yang baru dinikahi, sementara Roy merupakan korban perceraian kedua orang tuanya yang penuh dengan drama memalukan.
"Aku sumpahin kamu bakal jadi suami bucin!" ucap Roy dengan kesal.
Mendengar ucapan sahabatnya itu Argani melotot marah. Dia sudah bertekad tidak akan pernah jatuh cinta lagi ke perempuan mana pun, termasuk Andhira yang saat ini sudah sah menjadi istrinya.
Tiba-tiba saja terdengar suara gaduh di parkiran hotel di mana Andhira dan Argani mengadakan pesta pernikahan. Hal ini membuat Papa Anwar murka.
***
cepat² lah tobat pak Bagas, sama nenek peyot.🤭 gregetan bgt sumpah