Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Orang Asing
Sean menggunakan tas sekolahnya dan Ajeng tidak membawa apa-apa. Hampir jam 7 malam waktu itu mereka berdua akhirnya keluar dari apartemen Mama Mona.
Tidak ada kata pamit karena mama Mona masih setia mengurung dirinya di dalam ruang kerja. entah apa yang dilakukan oleh wanita itu di dalam sana, tapi dia seolah tidak peduli dengan keberadaan sang anak di luar.
Mona sebenarnya menyayangi Sean, namun dia merasa banyak hal pula yang harus dia urus, dia utamakan dibandingkan sang anak. Lagi pula Sean sudah memiliki seorang pengasuh, harusnya Ajeng lah yang bertanggung jawab penuh pada anaknya.
"Ayo mbak," ajak Sean, dia menggandeng tangan mbak Ajeng-nya dan mulai berjalan, melewati lorong apartemen menuju lift.
"Kita tidak pamit Sen?"
"Tidak usah," jawab Sean dengan wajah yang nampak dingin.
Mereka terus berjalan sampai akhirnya tiba di tepi jalan raya, menunggu taksi yang lewat.
"Sen, Apa tidak sebaiknya kita telepon Oma dulu?" tanya Ajeng pula, dia takut serba salah. pulang malam-malam begini tanpa pemberitahuan, pasti akan kembali menciptakan rasa cemas bagi semua orang.
"Mbak Ajeng bawa HP?" tanya Sean, dia mendongak dan menatap sang pengasuh.
"Bawa kok."
"Ya sudah, telepon Oma saja dulu, berarti kita tidak perlu naik taksi. kita duduk saja di halte bus, Oma pasti akan datang menjemput."
Ajeng mengangguk, meski rasanya begitu takut untuk menghubungi Oma Putri lebih dulu dalam keadaan seperti ini.
Dengan jantung yang berdegup hebat, Ajeng pun mulai menghubungi nomor ponsel Oma Putri. Dia sangat yakin kali ini pun akan kembali menghadapi kemarahan seluruh keluarga Aditama.
Ajeng sungguh tidak berdaya, hanya Sean satu-satunya kekuatan untuk bisa bertahan.
"Halo Oma," ucap Ajeng setelah panggilannya mendapatkan jawaban, sambil bicara dalam sambungan telepon itu Ajeng pun terus berjalan mengikuti langkah kaki Sean yang membawanya menuju ke sebuah halte bus.
"Halo Jeng, kenapa kamu malam-malam begini telepon Oma? apa ada sesuatu yang terjadi dengan Sean?!" tanya Oma Putri pula, bicara dengan suaranya yang menggebu-gebu, dia tidak pernah tenang membiarkan sang cucu tinggal bersama Mona.
selalu ada ketakutan tersendiri di dalam hatinya, Oma Putri sangat yakin jika sedikit saja Sean melakukan kesalahan pasti Mona akan langsung memukulnya.
"Oma, Aku dan Sean sudah keluar dari apartemen Mama Mona, Sean ingin pulang."
"Astaga! dimana kalian? Oma jemput sekarang!"
"Halte Bus pertama dari apartemen."
Panggilan itupun terputus setelah Ajeng menyebutkan Di mana lokasi mereka saat ini.
Sean dan Ajeng duduk di kursi halte Bus itu dan menunggu, sepanjang waktu berjalan Ajeng pun terus merasa ketakutan sendiri.
hampir 30 menit mereka menunggu dan akhirnya mobil hitam yang begitu mereka kenal berhenti tepat di hadapan, itu adalah mobil milik papa Reza.
Deg! jantung Ajeng rasanya ingin terlepas saat itu juga, ada denyut nyeri yang dia rasakan dan begitu sakit.
Papa Reza dan Oma Putri lantas keluar dengan tergesa ketika melihat mereka duduk di sana.
"Sean!!" pekik Oma Putri, beliau sudah menangis, berlari dan memeluk Sean dengan erat.
Pap Reza pun berjongkok memeriksa keadaan sang anak.
"Apa kamu terluka? apa wanita itu menyakiti kamu?" tanya Oma Putri beruntun. Dia dan Reza memeriksa keadaan Sean secara seksama, dan untunglah tidak menemukan sedikit pun luka.
Sementara Ajeng, dia benar-benar seperti orang asing di tengah-tengah keluarga itu.
Ajeng menunduk dan air matanya jatuh. Sakit di hatinya membuat Ajeng sampai lupa jika keningnya terluka.