Dihamili Adik Dinikahi Sang Kakak
“Luka apa ini?” tanya gadis cantik itu mengusap tangan kurus seorang anak.
“Tante,” suara kecil terdengar dari bibir Almira.
“Iya.”
“Aku lapar, boleh aku minta satu roti.”
“Oh, iya ampun.”
“Ini buat kamu saja,” ucapnya tidak lupa juga ia memberinya minum.
“Tante, aku harus pergi dari sini, nanti Ibu marah lalu ikut marah sama tante,” ujar Almira dengan suara kecil. Saat wajahnya dibersihkan ternyata ia seorang anak perempuan berwajah cantik dan memiliki mata yang sangat indah khas orang timur tengah.
‘Ya Allah dia sangat cantik, kenapa ibunya mau menyakiti anak secantik ini’ Jihan membatin
Baru saja Jihan ingin menganti pakaian, Almira ketukan pintu yang sangat keras mengagetkannya. Ia yakin, orang yang mengetuk pintunya bukanlah orang yang sabar.
“Almira! Keluar kamu!” panggil seorang wanita dari balik pintu.
Jihan berdiri lalu membuka pintu , belum juga dipersilahkan masuk, wanita berambut pirang itu menyosor masuk. Mata Jihan membesar sempurna melihat kelakuan tetangganya tersebut.
“Bangun Kamu!” Ia membangunkan anak malang itu dengan kakinya.
“Astagfillahaladzim. Bu, jangan memperlakukan anak kayak begitu,” tegur Jihan dengan lembut.
“Diam Lu, apa urusannya sama kamu! ini anak gue, main bawa-bawa aja,, penculik anak lu, ya!” bentaknya dengan kasar.
Gadis cantik berhijap itu kembali dibuat kaget dengan sikap tidak sopan wanita tersebut, “saya hanya menolongnya loh, Bu,” ujar Jihan masih dengan suara lembut dan sabar.
“Tidak usah sok baik deh,” ledeknya dengan tatapan sinis.
‘Ada apa dengan wanita ini’
“Almira tadi pingsan Bu, dia lapar katanya.” Jihan masih berusaha menjelaskan situasi Almira.
“Mau pingsan Kek, mau mapus kek bukan urusanmu. Urus dirimu sendiri.”
Lalu ia menarik tangan Almira dan memaksanya untuk berdiri, tubuh lemah tak berdaya itu hanya bisa pasrah. Ia hanya bisa menangis sembari menatap Jihan dengan tatapan sendu, seolah-olah ia memohon untuk diselamatkan.
“Bu, jangan seperti itu dia masih sakit.” Jihan mencoba menahan tangan Santi.
“Biarin! Lepas!” Ia mendorong tubuh Jihan sampai terhuyung ke belakang.
Lalu menyeret tangan Almira dengan kasar, wanita tidak punya hati itu tidak memperdulikan rasa sakit di tangan anak malang tersebut.
“Tega sekali wanita ini. Binatang sekalipun tidak akan menyakiti anaknya,” ujar Jihan
Mendengar hal itu, wanita setengah waras itu mengambil tempat sampah dan melemparkan ke depan Jihan. “ Kamu yang binatang!” teriaknya tanpa malu.
“Astagfillahaladzim, orang -orang seperti ini layaknya di penjara,” ujar Jihan sembari membereskan sampah yang dilempar wanita gila tersebut.
“Nah, saya bilang juga apa, wanita rada gila,” bisik tetangga samping Jihan
“Iya Bu saya kaget.” Jihan masih mengusap dada.
“Gitu Neng … bukannya kita gak mau bantuin, kalau kita bantuin yang ada kita yang dimaki-maki diteriaki sama dia. Wanita itu rada sinting,” bisik seorang ibu lagi.
“Kenapa tidak lapor pak Rt saja Bu. Itu kekerasan anak bisa dipidana,” tutur Jihan.
“Kita sudah bolak balik bilangin sama RT, RW malah kita yang dilaporkan ke polisi.”
“Lalu?” Jihan penasaran.
“Kagak mau lagi. Buat apa, kalau kita yang jadi tersangka,” ujar seorang Ibu.
“ Sudah Neng, abaikan saja dari pada kamu dimaki-maki kayak tadi lagi,” nasihat ibu-ibu tetangga baru Jihan.
“Memang sudah sering Bu, dia diperlakukan seperti itu?” Jihan masih penasaran. Jihan gadis yang cantik, baik dan berhati lembut
“
Tidak lama kemudian suara tangisan minta ampun terdengar dari dalam rumah Almira. Wanita gila itu memukuli Almira, mendengar itu semua para tetangga seolah-olah tidak mendengar tangisan pilu dari Almira. Mereka melakukan pekerjaannya dengan biasa. Sementara Jihan yang memiliki hati selembut sutra menangis mendengar suara tangisan anak malang itu.
‘Apa yang harus aku lakukan, tidak tega rasanya membiarkan anak tidak berdaya itu disiksa’
Saat semua orang memilih bersikap tidak peduli, tetapi tidak untuk Jihan dengan berani ia mendorong pintu rumah Almira dan menyeret Santi keluar.
“Apa yang kamu lakukan, Bodoh!” teriak wanita gila itu dengan marah, ia bahkan ingin memukul Jihan dengan sapu.
Beruntung kekasih Jihan datang, pria itu menahan tangan Santi. “Ibu berhenti. Astagfirulahaladzim Bu, jangan kasar seperti itu,” ujar Fahar dengan sabar.
“Anjiang kalian! Keroyokan kalian, ya!” Wanita itu semakin menggila saat Fahar menahan dan menghalanginya supaya jangan memukul Jihan. Segala kebun binatang keluar dari mulutnya. Tapi Jihan tidak menjawab ia memilih mengendong Almira.
“Istigfar Bu, jangan bicara kasar seperti itu,” bujuk Fahar, ia masih membujuk Santi supaya jangan marah. Ia juga membacakan beberapa ayat-ayat alquran untuk menenangkan Santi yang kesetanan. Bukannya tenang setan dalam dirinya seolah kepanasan dan berontak, ia sampai meludahi Fahar meminta lelaki yang selalu mengenakan kopiah putih itu untuk diam.
“Kalian akan saya laporkan ke polisi dengan tuduhan penculikan anak” teriak Santi . Wanita itu semakin marah saat Jihan membawa Almira ke rumahnya. Wanita itu pergi melapor ke polisi.
“Biarkan saja,” ujar Jihan tidak merasa takut.
“Ji! Ada apa sebenarnya?” tanya Fahar, ia belum tahu letak permasalahanya.
“Ibu itu memukuli anak ini sampai babak belur.”
Fahar, menggeleng kecil. “ Ji, kamu ikut campur lagi masalah orang lain.”
“Mas, ini anak kecil yang tidak berdaya.”
“Kamu baru pindah ke sini tapi sudah dapat masalah. Berhenti terlalu mencampuri urusan oranh lain Ji,” nasihat Fahar pada kekasihnya.
“Mas, menolong sesama manusia itu perbuatan yang baik.”
“Baik sih, baik . Tapi kalau sampai lapor ke polisi repot urusannya.”
Jihan bukan sekali dua kali membantu anak korban kekerasan anak, membuat sang kekasih merasa lelah menasihatinya. Bahkan sduah sering berurusan dengan polisi karena selalu melibatkan dirinya membantu anak-anak korban kekerasan.
*
Saat sedang membersihkan luka di tangan Almira. Santi datang bersama ketua RT dan RW.
“Ini, lihat Pak pasangan ini ingin menculik anak saya,” tuduh Santi menunjuk Jihan dan Fahar.
Jihan tidak ingin di tuduh jadi penculik, ia berdiri dengan sopan. Lalu menjelaskan kejadian yang sebenarnya, “saya hanya menyelamatkan dari ibunya.”
“Mbak, baru pindah ke sini kan? Kalau baru pindah jangan cari masalah lah,” ujar pak RT. Ia tahu karena kemarin Jihan baru saja laopor ke Rt sebagai pendatang baru di lingkungan itu.
Mendengar hal itu Jihan kaget dan ripleks memundurkan kepalanya kebelakang. “ Pak ini bukan kita baru atau lama, kalau ada yang butuh bantuan, masa kita gak bantu. Ini anak-anak loh Pak.”
“Bu, Santi ibunya dia hanya mendidik putrinya,” sambung lelaki di sampingnya. Lelaki yang mengaku sebagai kepala RW setempat.
Wajah Jihan langsung mengeras saat kedua lelaki yang menyebut diri mereka pelayanan masrayakat tetapi nyatanya mereka tidak membantu apa-apa.
“Mendidik Bapak bilang? Dia menyiksa anak ini loh Pak. Ibu-ibu ini saksinya.” Jihan melihat ibu -ibu yang berdiri di sana. Tapi sayang mereka tidak ada yang membantu dan tidak ingin mendapat masalah.
“Mana? Tidak ada yang melihat. Sudah Mbak jangan urusin keluarga orang lain. Mas tolong temannya diingattin jangan membuat masalah di lingkungan ini,” ujar Pak Rw.
‘Astaga mereka ini manusia apa bukan sih?’ Jihan sangat geram.
“Kamu akan saya laporkan ke polisi,” ancam wanita gila itu dengan marah.
“Silahkan saya tidak takut,” justru Ibu yang saya penjarakan nanti karna meyiksa anak,” ujar Jihan tidak merasa takut.
Ia masih ingin berdebat dengan kedua lelaki yang mengenakan topi tersebut, tetapi Fahar menahan Jihan, ia ikut-ikuttan kesal pada Jihan.
“Sudah Ji. Cukup! Aku capek mengurusin hal beginian terus menerus. Kamu pindah ke tempat baru ini, karena kamu melaporkan seorang bapak yang memukuli anak-anaknya. Sekarang kamu didatangi RW dan RT karena ikut campur saat seorang Ibu mendididik anaknya. Aku capek mengurus kamu.” Lelaki itu marah lalu pergi meninggalkan Jihan.
Saat menjelang sore, tanpa diduga polisi datang lalu membawa Jihan ke kantor polisi dengan tuduhan pemukulan dan penculikan anak.
Bersambung
Bantu like untuk karya baruku lagi ya akak-akak
,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments