Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curiga
Rumah Narti
Narti melihat Reza dan Gendis sedang duduk berdua di depan televisi. Reza menyuapi Gendis anggur, bahkan mereka saling berpelukan. Yang tampak sangat mesra.
Reza dan Narti menatap Narti yang baru saja tiba. Namun raut wajahnya nampak Sangat masam.
"Ibu kenapa?" tanya Gendis
"Gak kenapa-napa!" jawab Narti kemudian berlalu.
"Aneh, ibuk kok nampak gak suka gitu lihat kita!" cicit Gendis sebal.
"jangan berpikir seperti itu! Mungkin ibu sedang tidak enak badan",
"Tapi, dari tadi ibu sehat-sehat saja, Mas. Gak sakit!" bantah Gendis.
"Enggak selamanya tinggal dirumah orangtua itu enak, makanya aku pengen punya rumah sendiri. Kita mau melakukan apapun bebas", sambung Gendis.
Gendis merasa tidak nyaman dengan tatapan ibunya barusan. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
"Sabar yank, katanya mau umroh. Setelah itu baru nanti kita pikirkan untuk membeli rumah!"
"Janji ya, Mas! Kamu mau memberikan apa yang aku minta",
"Iya aku janji, tapi tidak dalam waktu dekat. Kamu jangan terus mendesak ku", Reza mewanti-wanti.
Sudah beberapa bulan ini menikah dengan Gendis. Membuat Reza sudah hafal dengan tabiat istrinya yang sering tantrum, jika permintaannya tidak di turuti.
"Enggak, Mas! Tapi nanti kamu belikan aku Hp baru ya",
"Hp baru untuk apa? Bukankah, kamu baru ganti HP enam bulan yang lalu!"
"Sekarang ada seri terbarunya Mas, aku gak mau ketinggalan dong. Cuma dua puluh juta saja, enggak mahal. beli nanti saat uang dari pegadaian SK mu cair!"
Reza menghela nafas. Dirinya tahu jika menolak permintaan Gendis, maka akan terjadi permasalahan baru. Dan mereka akan bertengkar lagi.
"Nanti saja, Mas gak mau menjanjikan tapi Mas usahakan untuk bisa membelikan untukmu!" ujar Reza berhati-hati , agar Gendis tidak tantrum lagi.
"Oke Mas, tapi wajib sih, kamu harus membelikan aku Hp baru!" ucap Gendis.
"Nanti sebelum berangkat umroh kita adakan pengajian, Mas. Yang cukup besar, mengundang ustadz kondang untuk mengisi acaranya", usul Gendis.
Entah apalagi, ini.
"Jangan terlalu banyak acara, yang penting umroh", ujar Reza
"Ya Mas, tapi ini rencana ibuku, dia mau mengundang para tetangga. Agar Mentari dan keluarganya tahu, kalau kita juga bisa umroh seperti dia!"
"Pikirkan nanti saja! Umroh saja belum daftar."
"Setidaknya harus punya rencana ! Kamu aturlah sendiri bagaimana baiknya. Mas, mau bikin kopi dulu di dapur ", ucap Reza.
"Oke, sekalian bikinin aku susu ibu Hamil!" pinta Gendis.
Reza sudah terbiasa melayani dirinya sendiri. Sebab semenjak Gendis hamil , ia tak mau melakukan apapun dengan alasan capek.
****************
Reza tengah menyeduh kopi yang tengah ia buat. Tiba-tiba Narti masuk dan Reza terkejut.
"Ibu!" sapa Reza
Narti justru melengos, seakan ia muak dengan sang menantu.
"Ada apa, Bu?" tanya Reza penasaran dengan sikap perubahan ibu mertuanya.
Tak biasanya Narti bersikap seperti ini sebelumnya.
"Kamu, ini pembohong!" ucap Narti. Sembari kedua bola matanya memperhatikan sekitar untuk memastikan jika tak ada yang mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Bohong apa maksud, ibu?" Reza tak mengerti dengan apa yang dimaksud ibu mertuanya.
"Sudahlah, kamu jangan menipu ibu lagi. Kamu yang mengirim pesan pada Tari terlebih dahulu!"
Reza tertegun. kenapa ibu mertuanya bisa tahu padahal dia sudah mengelak serta memberi alasan lain.
"Ibu, jangan asal bicara".
"Ibu tidak asal bicara, karena ibu dapat informasi langsung dari suaminya, malu banget!"
"Memangnya apa yang ibu lakukan?" Reza bertanya balik, kenapa ibu mertuanya bisa bertemu dengan Dirga.
"Ibu dari rumahnya Mentari untuk melabraknya. Tapi ternyata, ketahuan kamu yang duluan mengirim pesan Mentari serta menggodanya. Kamu ingin menyakiti, Gendis?" cecar Narti.
",Bu jangan keras-keras, nanti bisa aku dan Gendis, bisa bertengkar lagi!"
Reza khawatir jika, Gendis diam-diam mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.
", Jangan percaya sama, Mentari Bu!" ucap Reza
"Siapa yang percaya sama Mentari? Ibu tidak mau percaya padanya!" sahut Narti.
"Saat tadi ibu kesana, Dirga menunjukkan semua isi pesan yang kamu kirimkan pada Mentari! Jangan sampai Gendis tahu, apa yang sebenarnya", sambung Narti.
"Iya Bu, aku tidak mau Gendis tahu. Kemarin, aku khilaf tidak bermaksud apa-apa atau menggoda Mentari, sama sekali aku tidak berniat!" jawab Reza.
"Yang benar kamu khilaf ? Ibu tidak mau percaya kamu lagi, yang penting kamu jaga rahasia ini. Ibu juga tidak mau memberitahukannya pada Gendis, kasihan kandungannya", sahut Narti.
Setelah kongkalikong dengan ibu mertuanya, Reza kembali membawakan minuman yang sesuai dengan permintaan Gendis.
...****************...
Narti menunggu kepulangan suaminya, dia ingin membahas sesuatu dengan Yanto.
Suaminya sudah mulai jarang pulang, Narti jadi heran. Suaminya itu bekerja di sebuah KUD, tapi tidak mau memberikan semua gajinya secara utuh.
Beberapa bulan belakangan ini, Yanto sering pulang telat hingga tengah malam. Harusnya Yanto pulang ketika sore, karena jam kerjanya sampai jam 4 sore.
Ketika tadi menelpon suaminya, Yanto selalu buka sibuk dan ada pekerjaan lain.
"Kamu darimana saja, Pak? Jam segini baru pulang!" tanya Narti ketika membukakan pintu rumah.
"Biasalah Bu! Bapak banyak pekerjaan", jawab Yanto.
"Banyak pekerjaan? Seharusnya Bapak itu pulangnya sore, bukan pula malam! Memangnya bapak ini punya pekerjaan apa selain di KUD? Cecar Narti..
Narti sudah jengah dengan sikap suaminya. karena setiap di tanya, suaminya itu selalu jawabnya muter-muter tidak jelas. Berujung pertikaian diantara mereka berdua.
"Kamu jadi istri itu mbok ya nerima! Jangan kebanyakan nanya suami kerja apa! Yang pentingkan bapak rutin memberikan nafkah untukmu", ujar Yanto sambil menuju kamar.
"Perempuan itu tidak hanya butuh uang Pak, tapi juga butuh perhatian. Namanya perempuan ini juga punya perasaan!" ucap Narti.
"Halah, Bu. Kamu kok semakin menjadi!" Yanto membentak istrinya.
"Ibu itu hanya membutuhkan uang. Sejak kapan ibu memikirkan cinta-cintaan. Kita ini sudah tua, gak pantas seperti itu" Yanto terus mengoceh.
Membuat Narti gak bisa berkata-kata apapun lagi. Tingkah suaminya sangat mencurigakan. Dia sangat gelisah dan mempunyai pikiran buruk pada pria yang sudah puluhan tahun menjalani rumah tangga dengannya. Bahkan tahun ini mereka akan memiliki cucu baru.
Yanto pergi ke kamar mandi. Narti membuka tas suaminya. Tapi tidak ada barang berharga, atau sesuatu yang mencurigakan hanya ada beberapa kertas .
Narti sudah kurang awas membaca dengan huruf yang ukurannya kecil.
"Apa aku, harus bertanya pada Gendis?" gumamnya.
Tidak ingin membuang waktu, Narti gegas keluar kamar untuk menemui putrinya.
"Ini, ibu temukan di dalam tas, Bapakmu. entah apa itu tulisannya. Tolong Dis kamu bacakan untuk ibu!" pinta Narti.
"Astaga Bapak! Apa benar ini?" justru Gendis terkejut membaca tulisan di kertas itu.
"Ada apa? Apaan artinya?" Narti sudah tidak sabar.
"Dimana Bapak, Bu?" Gendis bertanya.
"Dia sedang di kamar mandi, mana sini buktinya. O iya, ceritakan dulu!" Narti semakin penasaran.
aku mampir yah, kayanya ceritanya menarik.
sukses selalu