Undangan sudah disebar, gaun pengantin sudah terpajang dalam kamar, persiapan hampir rampung. Tapi, pernikahan yang sudah didepan mata, lenyap seketika.
Sebuah fitnah, yang membuat hidup Maya jatuh, kedalam jurang yang dalam. Anak dalam kandungan tidak diakui dan dia campakkan begitu saja. Bahkan, kursi pengantin yang menjadi miliknya, diganti oleh orang lain.
Bagaimana, Maya menjalani hidup? Apalagi, hadirnya malaikat kecil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Pengantin pengganti
Hari bahagia untuk Maya dan Zamar, digelar hari ini. Namun, tidak ada raut wajah bahagia dari calon pengantin pria. Ia menatap lurus dan membisu, didepan penghulu. Seharusnya, ia akan melakukan ijab kabul dengan pemilik hatinya. Namun, siapa yang tahu, tentang jodoh dan takdir.
Tamu undangan telah hadir, mengambil posisi yang sudah disediakan. Begitu, juga dengan reporter yang ingin meliput. Para saksi dan orang tua, kedua mempelai sudah duduk dihadapan penghulu.
"Saudara Zamar Abidsayta, aku nikahkan engkau dengan putri kandungku, Sandra Laura Abram dengan_"
Zamar melepaskan tangannya, dari ayah Sandra. Tidak bisa, ia tidak mampu mengucapkan nama Sandra. Matanya tiba-tiba memanas dengan pikiran yang tertuju pada Maya. Ia seolah tidak rela.
"Za," bisik sang ibu, namun Zamar hanya menggelengkan kepalanya yang tertunduk.
Aku tidak bisa, Ma. Aku tidak bisa. Aku mencintai Maya, tapi aku juga tidak bisa menerimanya.
"Za. Tolong, Mama! Mama bisa mati!" bisik sang ibu lagi, dengan mengumbar ancaman.
Zamar tidak menjawab. Ia hanya menghapus air matanya dan menarik napas panjang. Tidak ada jalan, selain melakukannya.
Akhirnya, akad nikah kembali dilanjutkan dengan lancar. Zamar menitikkan air mata, bukan karena bahagia, melainkan menangisi takdirnya. Reporter dan tamu, mungkin salah paham akan hari bahagianya hari ini.
Zamar tidak pernah mengumumkan, batalnya hubungan pertunangannya dengan Maya. Tapi, entah mengapa, semua tamu yang hadir dan reporter, seolah tidak mempertanyakan soal pengantin wanita, yang namanya disebutkan dalam ijab kabul.
Dua pengantin, kini duduk diatas pelaminan. Keduanya membisu dan tak bertegur sapa. Mereka hanya tersenyum seadanya pada tamu, yang memberikan ucapan selamat.
Kilatan cahaya kamera, mengabadikan momen bahagia ini. Namun, hanya para orang tualah, yang banyak berbahagia.
🍋🍋🍋
Acara akad nikah dan resepsi pernikahan, telah usai siang tadi. Dua pengantin, sudah masuk dalam kamar hotel yang sudah disediakan.
Tampak indah, karena didekorasi dengan suasana romantis. Taburan kelopak mawar di mana-mana dan seprai putih dengan buket bunga mawar.
Sandra masih menggunakan gaun pengantin, begitu juga dengan Zamar. Mereka duduk dengan mengambil jarak dan hanya diam membisu.
Aneh dan canggung. Mereka awalnya, hanya berteman karena Maya. Namun, status mereka berubah mendadak.
"Aku akan memanggil pelayan, untuk membantumu," ujar Zamar, yang sudah beranjak.
"Terima kasih." Sandra menjawab, tanpa menoleh sedikit pun.
Sejak tadi, Sandra masih membisu. Gaun pengantin sudah dilepas dan wajahnya masih dibersihkan.
"Nona. Nyonya besar, berpesan agar Anda, tidak lupa dengan peringatannya."
"Mana ibuku?"
"Beliau masih bersama dengan Nyonya Resti."
"Kau pergilah."
"Baik, Nona."
Disaat yang sama, Zamar sudah kembali. Dia sudah mengganti pakaian dan terlihat lebih bugar.
"Aku akan mandi."
"Tunggu!" Zamar duduk disofa single. "Duduklah. Kita perlu bicara."
"Ada apa?"
"Sesuai kesepakatan kita. Tolong, berpura-puralah didepan ibuku!"
"Aku tahu."
"Ini untukmu!" Zamar meletakkan black card diatas meja. "Kau istriku sekarang dan menjadi tanggung jawabku."
"Aku boleh bertanya, tentang hari ini?"
"Katakan!"
"Apa kau pernah mengumumkan, batalnya pertunanganmu dengan Maya?"
"Tidak pernah. Aku tidak mungkin melakukannya, saat undangan sudah disebar. Kenapa?"
"Aku hanya merasa aneh, karena tidak seorang pun yang mempertanyakannya. Baik tamu undangan, keluargamu dan media. Padahal, mereka jelas tahu, siapa calon istrimu saat itu."
"Mungkin, ibuku yang melakukannya. Dia sudah berbuat banyak, untuk menutup mulut semua orang."
"Aku mandi dulu."
"Hm. Aku ada dikamar sebelah, ketuk saja, jika kau butuh sesuatu."
Sandra hanya mengangguk, lalu masuk dalam kamar mandi.
🍋🍋🍋
Suatu tempat, yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Angin bertiup, cukup keras ditempat ini, membuat pohon kelapa yang berayun. Suara deru ombak dan birunya laut, membuat tempat ini, dipenuhi pengunjung.
Tak jauh dari bibir pantai. Banyak pedagang, yang menjual aneka makanan, ditempat yang sudah disediakan. Salah satunya, adalah Maya. Ia menyewa salah satu tempat, yang berukuran 6x6 meter, untuk berjualan dan sekaligus dijadikan, tempat tinggal. Ia menjual aneka jus buah dan es, serta makanan ringan.
Rumah ini, hanya memiliki satu kamar dan ruang tamu, yang sudah beralih fungsi menjadi penyimpanan barang jualan. Ada kamar mandi serta dapur.
Tetangga Maya, juga berdagang, namun tidak tinggal ditempat ini. Mereka akan pulang ke rumah masing-masing, yang jaraknya tidak jauh dari pantai.
Jadi, setiap malam. Maya akan sendirian, namun ia tidak merasa takut. Sebab, tempat ini sangat aman. Dan banyak, nelayan yang masih lalu lalang saat malam.
Akhir pekan, seperti hari ini. Biasanya, akan ramai pengunjung dan itu akan dimanfaatkan Maya untuk berjualan. Namun, hari ini, ia seolah sedang berduka. Pintunya, tertutup rapat. Ia duduk depan TV, dalam kamar, sambil menjatuhkan air matanya.
Ia melihat dengan jelas, siapa yang duduk dikursi pelaminan menggantikan dirinya. Sahabat yang menjadi ibu perinya selama ini. Wanita itu, menggunakan gaun pengantin yang ia pilih, termasuk perhiasan. Menggandeng Zamar, yang seharusnya menjadi suaminya, hari ini.
Kepalan tangan Maya gemetar, dengan dada bergemuruh. Air matanya berjatuhan, tanpa bersuara. Dia membisu dengan mata menatap tajam. Sesak, perih, kecewa, marah, semuanya bercampur aduk. Dia yang menawarkan persahabatan, ternyata menyembunyikan sebilah pisau.
Saat Zamar, mengikrarkan ijab qabul. Maya berusaha menahan suara tangisnya, yang sudah mencekik tenggorokannya. Napasnya terhimpit, oleh kesedihan dan sakit hati.
Pria yang sangat dicintainya, justru melakukan ijab qabul dengan sahabatnya.
"Aku_ hikss, hiks. Aku tidak akan pernah melupakan ini."
Suara ramainya pengunjung diluar sana, tidak mempengaruhi suasana hati Maya. Dia tenggelam dalam kesedihan, bertemankan kesepian. Dia menangis sepuasnya, tanpa bersuara. Meremas dadanya, yang sesak.
"Ibu, hiks, hiks. Aku tidak bisa, menahannya lagi. Aku tidak sanggup. Aku seperti akan mati."
Senyum Zamar dan Sandra dalam layar TV, membuat Maya, seperti tidak ingin hidup lagi. Dia dibuang, ia memohon, tapi sia-sia.
"Sandra, Zamar. Aku membenci kalian!"
Maya meringkuk dengan layar TV, yang masih menyala. Ia tidak sanggup melihatnya lagi, ini sungguh menyiksa, seperti membuatnya mati perlahan.
"Ibu, Ayah. Jemput aku! Maya, tidak sanggup, bu. Ini terlalu menyakitkan. Lebih baik, Maya hidup susah seperti dulu. Aku menderita, tapi tidak membuatku menangis dan ingin mati."
Maya berbicara seorang diri, dengan linangan air mata. Dua minggu lalu, ia masih baik-baik saja. Semua berubah dalam sekejap. Cinta, impian dan cita-citanya, hancur secara bersamaan.
Dulu, ia bisa bertahan hidup susah dan bekerja keras. Makan seadanya, pakaian sederhana, namun tidak pernah membuatnya, menitikkan air mata. Tapi, kegagalan cinta, seperti langit runtuh menimpanya. Ia putus asa, karena kehilangan segala. Ditambah hadirnya, malaikat kecil dalam rahimnya.
Kini, buah hatinya akan lahir tanpa ayah. Bagaimana nanti? Maya semakin sakit, memikirkan masa depannya. Ayah yang mungkin, akan ditanyakan sang anak kelak. Ayah yang tidak mau mengakui dan memvonisnya, anak haram.
"Anakku. Ibu, akan melakukan yang terbaik. Ibu janji."
Hari itu, Maya hanya mengurung diri dan menangis, sampai kelelahan dan tertidur.
🍋 Bersambung.
Penggambaran suasana slain tokoh2nya detil & aku suka bahasanya.
Tapi sayang kayaknya kurang promo deh dr NT.
Tetaplah semangat berkarya thor, yakinlah rezeki ga kemana..
Tengkyu n lap yu thor...
biar jd penyesalan