Karena latar belakang Shazia, hubungan nya bersama Emran tak direstui oleh orang tua Emran. Tapi adiknya Emran, Shaka, diam-diam jatuh hati pada Shazia.
Suatu hari sebuah fakta terungkap siapa sebenarnya Shazia.
Dengan penyesalan yang amat sangat, orang tua Emran berusaha keras mendekatkan Emran dan Shazia kembali tapi dalam kondisi yang sudah berbeda. Emran sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya sekaligus teman kerja Shazia. Dan Shaka yang tak pernah pantang menyerah terus berusaha mengambil hati Shazia.
Apakah Shazia akan kembali pada pria yang dicintainya, Emran atau memilih menerima Shaka meski tak cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak kecil
Shazia melihat pada Shaka saat pria itu tak kunjung menjawab pertanyaan nya.
"Kok enggak kamu jawab !"
Shaka menyengir kikuk.
"I-iya sih. A-aku sering ke sini. Tapi sama_"
"Cewek !" sela Shazia.
Shaka terbengong dengan arah tatap pada Shazia.
"Iya kan sama cewek !" Shazia mengulangi tebakan nya dengan perasaan yang aneh.
Dan tatapan gadis itu seolah mengatakan jika ia tak ingin Shaka mengatakan 'iya'.
Shaka pikir mba Shazia akan mengomeli nya dengan kalimat 'Buang-buang uang terus. Kasihan orang tua mu. Mending uang nya di tabung atau digunakan untuk keperluan kuliah.' Ternyata mba Shazia mengira ia pergi sama cewek ke tempat ini. Oke lah, kalau begitu tak iya in saja kali ya. Pengen tau gimana tanggapan nya.
"Iya, mba. Sama cewek cantik banget," balas Shaka sambil tersenyum.
Mendengar jawaban Shaka, Shazia langsung mengalihkan tatapan nya ke arah lain.
"Ngapain kamu ke sini sama cewek. Jangan bilang kamu ngapa-ngapain lagi sama dia," tutur Shazia. Entah mengapa ia merasa tak suka mendengar jawaban Shaka. Bukan cemburu, tapi lebih ke tak suka saja. Entah lah ia tak tahu bagaimana mengartikan perasaan nya saat ini.
Mata Shaka menyipit, melirik pada separuh wajah Shazia yang tampak cemberut. Ia merasa sikap Shazia kali ini agak aneh. Ngapain coba dia bicara demikian. Seakan calon kakak ipar nya ini ingin ikut campur urusan pribadinya. Wah, asik nih kalau terus ditanggapi. Shaka tersenyum dalam hati.
"Ehem. Kalau kami ngapain-ngapain emangnya kenapa mba?"
Dan percayalah jika pria itu sebenarnya sedang menahan tawa.
"Ya......" Shazia tampak salah tingkah. Membuat, Shaka tersenyum gemas. Andai mba Shazia ini istrinya, mungkin ia sudah menggigit pipinya yang memerah.
"Hayo kenapa, hem ??" goda Shaka.
"Ya, ya karena kamu itu masih kecil, Shaka," balas Shazia. Kata-kata itu tiba-tiba saja melintas di otaknya ditengah Shaka mendesak.
Shaka menghela nafas kasar. Lagi-lagi ia dikatain masih kecil. Mba Shazia belum tau saja. Pria yang ia anggap anak kecil ini bisa membuatnya bunting dalam waktu singkat. Eh, Shaka mengusap keningnya frustasi. Pikiran nya sudah mulai ngaco.
"Me-mestinya kamu itu jangan pacaran dulu apa lagi sampai bawa pacar kamu ke tempat yang sepi kayak gini. Mending kamu fokus sama kuliah mu. Belajar yang giat biar pinter dan sukses ke depan nya. Kalau kamu sukses orang tua mu juga yang bangga, enggak sia-sia nyekolahin kamu sampai tinggi."
"Iya, iya, mba. Iyaaaaaa," sahut Shaka yang pasrah dan menyerah.
"Janji, kamu jangan main pacar-pacaran dulu !!"
"Iya janji. Tapi........" Shaka menjeda ucapan nya, membuat Shazia mengernyit.
"Tapi apa?"
"Mba kok bisa protektif gini ya sama aku. Apa mba cemburu ?"
Pupil mata Shazia sontak melebar.
Shaka tergelak melihat ekspresi keterkejutan Shazia. Tampak lucu sekali.
"Kamu percaya diri banget ya. Ngapain aku cemburu sama pacar kamu itu," sangkal Shazia, me re mas jari jemari nya.
Shaka hanya tersenyum.
"Aku ngomong begini karena kamu itu adiknya mas Emran. Dan kalau kami menikah, otomatis kamu jadi adik ipar aku dan akan menjadi tanggung jawab aku juga. Aku enggak mau aja punya adik ipar yang suka mainin cewek apalagi sampai melakukan_"
"Melakukan apa calon kakak ipar ku yang cantik?" sela Shaka menahan rasa geram dan gemas nya pada Shazia.
Shaka tak suka mendengar omongan Shazia. Apalagi gadis itu membawa nama Emran. Please, bisa tidak sih jika sedang berdua dengan nya jangan bawa-bawa nama kakaknya itu.
"Melakukan kontak fisik," balas Shazia.
"Melakukan kontak fisik yang bagaimana, hem ?" Shaka perlahan mengikis jarak dengan wajah dingin, membuat Shazia mendadak ketakutan dan mundur hingga mentok pada pembatas.
"Ka-kamu mau ngapain, Shaka?" Tanya Shazia terbata. Gadis itu benar-benar ketakutan. Takut Shaka menyentuh nya.
"Mau melakukan kontak fisik seperti yang mba katakan," ucap Shaka santai namun pancaran wajah nya tampak dingin sekali.
"Ka-kamu ja-jangan macem-macem, Shaka," maki Shazia dengan tubuh gemetar, dan dada berdebar.
Shaka seakan tak peduli, ia terus bergerak maju hingga jaraknya terkikis hampir habis.
Shazia segera menahan perut Shaka agar tak menyentuh padanya, dan gadis itu menunduk dalam-dalam menghindari tatapan pria itu.
Shaka menyeringai, lalu merendahkan wajah nya. Tepat bibir nya berada di telinga Shazia, ia berbisik." Apa begini yang mba maksud kontak fisik?"
Shazia menggigit bibir dan memejamkan mata.
Shaka tersenyum puas melihat ketakutan Shazia.
"Makan nya jangan macam-macam sama anak kecil. Kecil-kecil begini bisa buat mba ham_ ehem maksud ku gemetaran."
Setelah berkata, Shaka langsung menjauh dan turun meninggalkan Shazia.
Shazia meluruh dan duduk di lantai kayu. Kakinya terasa sangat lemas hingga tak mampu menopang tubuh nya.
Shaka melangkah ke arah villa dengan membawa amarah. Tapi setelah sampai di villa, ia baru teringat jika Shazia ketinggalan. Pria itu mengusap wajah dan beristigfar. Gara-gara tak dapat menahan emosi, anak orang ia tinggalkan begitu saja. Akhirnya, Shaka balik lagi ke tempat Shazia.
Tapi baru beberapa langkah, terlihat Shazia berjalan ke arah nya dengan wajah cemberut.
"Mba, saya_"
"Aku mau pulang sekarang," potong Shazia sambil melintasi Shaka begitu saja.
Tatapan Shaka mengekori kepergian Shazia menuju arah mobil nya.
"Okey, okey. Kita pulang sekarang, mba," seru Shaka lalu melangkah setengah berlari menyusul Shazia yang sudah sampai di mobil.
Di perjalanan pulang tak ada satu pun yang bersuara, baik Shaka maupun Shazia. Shaka memilih fokus mengemudi, sementara Shazia memilih memejamkan mata meski tak bisa tidur.
Namun, Shaka kerap kali melirik pada Shazia yang memejamkan mata. Ia ingin meminta maaf soal tadi, tapi Shazia tak kunjung membuka mata. Apa mba Shazia benar-benar tidur?
Hingga sampai di jalanan menuju rumah Shazia, gadis itu baru membuka mata.
"Tolong berenti, Shaka. Aku mau turun disini saja," titah Shazia.
"Tapi masih jauh, mba."
"Enggak apa-apa. Aku bisa naik ojek."
"Tapi_"
"Berhenti atau aku nekad turun," ancam Shazia."
Glek. Shaka menelan ludah. Mba Shazia kalau lagi marah serius ngeri juga ya.
"Okey, okey."
Shaka kemudian memberhentikan mobil nya di pinggir jalan menuruti keinginan Shazia.
Setelah berhenti, Shazia segera turun tanpa sepatah kata pada Shaka.
Karena Shazia turun begitu saja, Shaka lekas menyusul turun.
"Mba Shazia !" seru Shaka.
Shazia menoleh tanpa menghentikan langkahnya.
"Lupain aja." Shazia berseru balik seolah gadis itu tahu apa yang ingin di katakan oleh Shaka.
Shazia menyambung perjalanan nya menggunakan ojek yang mangkal di perapatan.
Tiba di rumah, ia di sambut langsung oleh Aliyah, ibunya.
"Kamu baru pulang kerja, sayang?" Tanya Aliyah setelah Shazia menyalimi tangan wanita itu.
Shazia hanya tersenyum. Tak mungkin kan ia menjawab bohong atau langsung berterus terang jika hari ini ia tak kerja melainkan jalan-jalan.
"Tadi nak Emran kemari nanyain kamu, sayang."
Mendengar informasi sang ibu, Shazia tertegun.
"Mas Emran kemari !!"