Wanita introvert itu akhirnya berani jatuh cinta, namun takut terlalu jauh dan memilih untuk berdiam, berdamai bahwa pada akhirnya semuanya bukan berakhir harus memiliki. cukup sekedar menganggumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NRmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita dibalik luka
Mba Ika pun meninggalkan Laura. Laura duduk termenung sebentar di kursi yang ada di depan meja riasnya, sebelum akhirnya berdiri untuk membersihkan dirinya di kamar mandi.
**********
"Neng, ayo jangan dianggurin makanannya. Kasihan makanannya kalau dilihat aja gak dinikmati." Kata mba Ayem melihat Laura yang hanya duduk termenung menatap piring yang berisi makanan di depannya.
"Iya neng. Ayo dimakan." Tambah mba Ika.
Laura pun mulai melahap makanannya perlahan. Hingga piring di depannya bersih. Mba Ayem tersenyum melihat Laura menghabiskan makanannya walaupun terpaksa. Ia menuangkan air ke gelas dan memberikannya kepada Laura. Laura langsung meminumnya.
Laura kembali terdiam menatap ke depan dengan pandangan kosong. Mba Ayem dan mba Ika menatap Laura dengan rasa kasihan.
Baru kemarin, Laura merasakan harsa, dan terbangun dari rasa kesepian. Kini, hirap semua rasa itu. Nestapa seperti amerta di dalam hati Lara.
"Mba, kenapa aku?" Kata Laura lirih.
"Karena, menurut Allah, neng itu makhluk kuat. Mba gak tau apa masalah neng. Tapi, mba tau neng itu kuat." Jawab mba Ayem halus.
"Mba, Mama dan Ayah akan cerai." Suara gadis cantik itu terdengar mulai bergetar menahan tangisnya agar tidak keluar lagi.
Mba Ayem lekas menggenggam tangan Laura. Mba Ika juga segera memeluk Laura dari samping. Memberikan kekuatan kepada Laura. Mereka tidak ingin bertanya lebih, hanya menunggu Laura untuk siap bercerita.
**********
~ Flashback ~ beberapa jam sebelumnya
Laura dan Dinda sedang mengikuti pengajian rutin bulanan di Masjid Agung, sore itu. Handphone Laura terus bergetar di dalam tasnya, menandakan ada panggilan masuk. Namun, ia tidak mendengarnya.
Setelah semua rangkaian pengajian telah usai, Laura dan Dinda lekas berdiri untuk pulang. Setibanya di dekat motor Dinda, Laura mengecek handphonenya.
25 panggilan tak terjawab
5 pesan WhatsApp belum dibaca
Dahi Laura berkerut melihat notifikasi yang muncul sebanyak itu. Panggilan tidak terjawab dari Mama dan Ayahnya. Masih penasaran, ia pun membuka WhatsApp nya.
Mama ❤️
Nak, kamu di mana?
Angkat telpon mama
Mama dan Ayahmu memutuskan untuk cerai. Dua hari lagi mama dan Ayahmu akan pulang mengurus itu semua.
*Ayah**❤️
Anakku, kamu di mana?
Lusa, Ayah akan pulang dan ingin ngobrol sama kamu. Luangkan waktu kamu ya nak*.
Deg. Laura mematung membacanya. Dinda yang melihat wajah Laura, kemudian menepun pelan pundak Laura.
"Ra, ada apa? Kok diam aja?" Kata Dinda lembut.
"Dinda, maaf. Kamu pulang duluan aja. Aku pengen ke suatu tempat dulu." Kata Laura pelan.
"Biar aku antar aja. Kamu mau kemana?"
"Nggg... Nggak usah Dinda. Aku bisa sendiri."
"Yakin, kamu gak apa-apa?" Tanya Dinda memastikan.
"Yakin, Dinda. Makasih ya." Jawab Laura masih dengan suara yang pelan menahan fibrasi tubuhnya.
Dinda pun melaju pergi meninggalkan Laura di parkiran Masjid. Melihat sahabatnya yang mulai menghilang di balik pagar Masjid, ia pun berjalan keluar.
Mengikuti langkah kakinya membawanya kemana. Atmanya yang lara membuat pikirannya hilang entah kemana. Ia terus berjalan dengan pandangan kosong. Hujan turun pun, ia tak lagi rasakan.
**********
Mba Ayem dan mba Ika hanya terdiam mendengarkan tiap bait yang di keluarkan Laura. Berusaha memberi upeksha untuk Laura.
Suara Laura masih bergetar, namun air matanya tidak lagi terjatuh. Seperti kering tidak tersisa. Menatap hampa ke depan.
"Tidak pantaskah aku merasa bahagia walaupun sesaat?" Tanya Laura lirih.
"Istighfar neng. Percayalah, ini hanya cobaan yang harus kita hadapi dengan lapang. Allah udah nyiapin rencana paling indah untuk umatNya. Berhusnudzonlah sama Allah, percaya luka atau sakit yang neng saat ini rasakan, akan diganti dengan kebahagiaan yang luar biasa entah itu di dunia ataupun di akhiratNya kelak." Kata Mba Ayem menenangkan dan terus mengusap tangan Laura yang digenggamnya sedari tadi.
"Ada mba Ayem sama mba Ika, neng jangan pernah merasa sendirian." Tambah mba Ika.
"Makasih ya, mba! Laura gak tau gimana nasib Laura kalau gak ada mba Ayem dan mba Ika." Kata Laura pelan.
Malam itu sangat panjang. Angin malam menjadi saksi. Begitu berisiknya jiwa dan pikiran Laura. Hujan dan petir yang masih bergemuruh. Tidak ada jeda pada raga untuk memberikan harsa.
**********
"Ra, kamu beneran tidak ada apa-apa?" Tanya Dinda yang kesekian kalinya untuk memastikan keadaan sahabatnya itu. Mata Laura yang sembab dan wajah cantiknya yang suram, membuat tanda tanya di kepala Dinda.
"Aku gak apa-apa, Dinda." Laura berkata pelan sambil tersenyum tipis ke arah Dinda.
"Kamu tau, kita udah bersahabat dari kecil! Kalau kamu ada apa-apa, kamu boleh banget cerita. Aku gak akan menjudge kamu apa-apa." Kata Dinda berhenti berjalan. Laura pun ikut terhenti dan menatap ke arah sahabatnya itu.
"Tidak sekarang ya Dinda. Beri aku ruang dulu dengan pikiranku. Saat ini, aku baik-baik saja." Kata Laura meyakinkan sahabatnya itu. Menggenggam tangan Dinda dan memberi senyuman manisnya.
"Oke. Baiklah! Aku tidak akan memaksa kamu. Tapi tolong, kalau ada apa-apa, anggap aku ada untuk kamu, ya Laura!" Balas Dinda tersenyum. Laura hanya mengangguk.
Mereka pun kembali berjalan dalam diam menuju sekolahnya. Dinda sesekali melirik Laura yang nampak berjalan dengan pikiran yang bercabang.
**********
"Kamu udah gak apa-apa, Ra?" Tanya Arya usai pembelajaran berakhir. Ia berdiri tepat di sebelah Laura. Laura melihatnya dan mengangguk kemudian kembali fokus ke handphone miliknya.
Dinda menatap Arya dengan penuh tanda tanya. "Apa Arya tau apa yang terjadi sama Laura? Kenapa se khawatir itu suara Arya? Apa Arya beneran suka sama Laura?" Batin Dinda bertanya-tanya.
"Emil, ayo ke kantin." Ujar Arya ke arah Emil yang melihatnya sedari tadi dari tempat duduknya.
Emil mengangguk dan berdiri menghampiri Arya.
"Kalian, gak ke kantin?" Tanya Arya kepada Dinda dan Laura.
"Ayo, Ra." Ajak Dinda tanpa menggubris Arya. Laura mengangguk dan mulai berdiri. Mereka pun berjalan bersama ke arah kantin.
Setibanya di Kantin, mereka memesan makanan dan minuman lalu mencari kursi untuk duduk. Suasana saat itu sangat tenang. Tak ada satu pun dari mereka yang memulai percakapan. Memberi jeda pada masing-masing untuk berpaut pada pikirannya.
Pesanan mereka pun tiba, dan masih dengan diam mereka menikmati pesenan itu. Hingga bel berbunyi menandakan waktu istirahat telah usai.
**********
Bel pulang telah berbunyi. Semua siswa berbondong-bondong keluar kelas menuju rumah mereka masing-masing.
Emil menghampiri Arya yang sedang sibuk merapikan buku bawannya di dalam tasnya.
"Gue bisa ngomong sama lu?" Tanya Emil ke Arya. Kelas sudah kosong, tersisa mereka berdua.
"Boleh. Apa itu bro?" Tanya Arya balik.
Bersambung....
Baguus yaa diksinya banyaak bangeet 😍