Menikah Dengan Dosen

Mata yang sembab, pipi yang basah serta kedua tangan yang masih memeluk erat kendi berisi abu jenazah menatap kosong langit-langit keemasan. Semburat sinarnya tak hangatkan luka, angin sore yang berhembus kala itu seakan menjadi irama pelengkap sendunya. Abyan berkata lirih pada seorang gadis yang duduk disampingnya.

"Jasmine, aku ngerasa hampa. Setelah kepergian bunda, aku ngerasa gak punya tujuan untuk hidup lagi"

Gadis itu menoleh kesamping kanannya, ia lalu memegang lengan kekasihnya.

"Jangan ngomong kayak itu, nanti bunda sedih" ucap Jasmine.

"Aku harus gimana? Aku gak punya alasan untuk hidup"

Jasmine menangkup wajah pria disampingnya itu. Pipinya dingin, dan lembab.

"Lantas bagaimana dengan aku?" Tanya gadis itu.

"Kamu anggap aku apa didalam hidupmu?"

Pria itu tak bergeming.

"Aku akan selalu jadi alasan kamu untuk tetap hidup. Biarlah bunda bahagia disana, dan kita tetap melanjutkan hidup kita" ucap Jasmine.

"Dan kamu akan selalu menjadi alasan aku untuk hidup juga, mari kita saling berjanji untuk saling menjaga"

Jasmine berdiri dan mengulurkan tangannya pada Abyan. Namun ketika Abyan hendak menggapai tangannya, Jasmine malah berjalan mundur. Abyan berdiri, Ia berjalan maju menghampiri Jasmine.

"Kenapa kamu mundur?" Tanya Abyan.

"Aku merasa harus begitu"

"Jangan mundur lagi Jasmine"

Suara Abyan seakan-akan tidak terdengar oleh Jasmine.

Jasmine masih mengulurkan tangannya. Abyan berjalan pelan mendekatinya.

Jasmine berjalan semakin mundur hingga sebuah kereta melintas dan menabraknya.

"JASMINE....!!!!!!!!!!"

Abyan terbangun dari tidurnya.

Keringat memenuhi pelipisnya, Nafasnya menjadi tidak beraturan. Ia melihat jam dinding di kamarnya, waktu menunjukkan pukul 02.00.

Mimpi buruk itu datang lagi, dengan ending yang selalu berakhir menyeramkan baginya.

Isi dari mimpi itu sama seperti beberapa tahun yang lalu, saat ibunya meninggal. Jasmine dengan setia menemaninya, Abyan dapat menggapai tangan gadis itu. Namun ending dari mimpi itu sangat berbeda dengan kenyataan yang terjadi pada saat itu.

Abyan tidak dapat tidur lagi, bahkan hanya untuk sekedar memejamkan mata saja ia sangat takut. Mengingat adegan di mimpinya dimana ia melihat Jasmine tiada dengan tragis.

Padahal Abyan teringat sangat jelas bahwa kenyataan nya Jasmine pergi dengan keadaan baik-baik saja.

"Jasmine... Aku rindu" ucap Abyan.

***

"Hanum kamu kenapa belum siap-siap? Kamu gak pergi sekolah?" Tanya Ratna.

"Hanum kepikiran perkataan ayah tadi malam buk"

"Gak usah dipikirkan, ayah mu emang udah gila. Udah yang penting sekarang kamu mandi, sarapan terus berangkat sekolah"

"Buk, gimana kalau aku menerima lamaran pak Wijaya?" Tanya Hanum tiba-tiba.

"Hanum?? Kamu sadar dengan pertanyaan mu itu? Gak usah mikirin yang aneh-aneh deh Hanum"

"Hanum cuman takut ibu kenapa-napa"

Ratna memegang kedua tangan putrinya.

"Ibu gak akan kenapa-napa, kamu sekolah ya?"

"Ibuk, kalau udah gak tahan sama ayah lebih baik pisah aja. Kita bisa kan pergi dari sini? Kita ke Jakarta aja susul kak Haris"

"Udah mandi sana, nanti terlambat loh"

"Ibuk ingat perkataan Hanum ya?"

Ratna hanya mengangguk, Hanum pun akhirnya pergi.

July datang untuk menjemput Hanum.

"Tante Hanum udah siap belum?" Tanya July.

"Udah kok, tunggu sebentar yah July" ucap Ratna.

Hanum pun tiba dengan raut wajah ceria begitu melihat July. Namun Mario datang dan melarang Hanum untuk pergi sekolah.

"Mau kemana kamu Hanum?" Tanya Mario.

"Mau sekolah" jawab Hanum singkat.

"July kamu pulang aja, mulai sekarang dan seterusnya Hanum tidak pergi ke sekolah lagi" ucap Mario.

Mereka yang mendengarnya sangat terkejut.

"Apa-apaan kamu mas?"

"Pulang kamu July" usir Mario.

July sedikit ketakutan, ia menatap Hanum yang matanya mulai berkaca-kaca.

"Aku mau sekolah" ucap Hanum.

"Masih berani kamu sekolah? Setelah kamu nolak lamaran Wijaya?" Tanya Mario.

Ratna menarik lengan Hanum dan mendorongnya pelan keluar dari rumah.

"Pergi Hanum, nanti kamu terlambat" ucap Ratna.

"Nggak, dia gak boleh pergi sekolah" ucap Mario.

"Ayo Hanum, kita pergi" July menarik-narik lengan Hanum.

Sedangkan gadis itu hanya terdiam ditempat dan menunduk.

"Masuk kamu Hanum!!!" Bentak mario.

"Pergi Hanum, ini udah jam berapa? Nanti kamu terlambat"

Seperti dua kutub magnet yang memiliki daya tarik paling kuat, selatan dan kutub Utara. Keduanya memiliki sifat yang berlawanan, sehingga akan menimbulkan reaksi jika didekatkan. Bedanya kutub yang berbeda justru akan saling tarik menarik jika didekatkan sedangkan yang sama jutru saling menolak.

Begitulah pemandangan yang Hanum lihat.

"July bawa Hanum pergi" suruh Ratna.

"Ayo Hanum" ajak July.

Hanum akhirnya menolak untuk kembali, dia memilih pergi bersama July.

Dan tentu saja itu membuat amarah Mario semakin meledak pagi itu.

Ia mendorong Ratna hingga terjatuh.

"Sepertinya kau ingin sekali melayani Wijaya ya Ratna??"

"Sampai-sampai kau lebih memilih Hanum untuk membantah perkataan aku? Supaya kau bisa bermalam dengan lelaki tua itu kan???? Dasar perempuan gatal"

Mario menampar Ratna dengan sangat keras.

"Kenapa? Kenapa kau nggak membela diri?? Apa itu benar?? Kau benar-benar tertarik sama Wijaya? Iya ????"

Mario menjambak rambut panjang istrinya. Ratna merintih kesakitan, Mario benar-benar tidak punya hati.

Dengan darah segar yang menetes ke lantai, Ratna mengangkat kepalanya untuk melihat suaminya yang berdiri di hadapannya.

"Istri mana yang mau melayani laki-laki seperti dia mas?? Aku ini masih istrimu, kau sendiri yang menjual aku"

"Halahh, kau itu terlalu banyak alibi Ratna"

Ratna merangkak, mendekati kaki mario. Ia menyentuh kedua kaki mario dan mencium kaki suaminya.

"Mas, tolong jangan jual Hanum. Aku mohon banget sama kamu mas, Hanum itu putri kita, darah daging kamu. Aku mohon jangan jadikan dia sebagai alat yang bisa kamu jadikan untuk memperkaya dirimu. Dia bukan barang, dia manusia, dia punya banyak mimpi yang harus dia wujudkan. Jangan lah kamu buat mimpi-mimpi nya hancur mas, kamu itu ayahnya. Cinta pertama Hanum"

"Justru dengan menikah sama Wijaya, semua yang dia mimpikan bakal terwujud. Harta melimpah, apa yang dia mau bakal terpenuhi dan Aku akan sangat senang melihat kehidupannya yang makmur dan kaya raya Ratna"

"Kamu salah mas. Uang bukan alat ukur untuk membeli kebahagiaan Hanum. Masa depan Hanum akan hancur mas, tolong... Biarkan Hanum hidup dengan bahagia, menikmati masa remajanya, bersekolah, bermain sama teman-temanmya. Semudah itu keinginan aku mas"

"Kamu kebanyakan nonton film Ratna, pokoknya aku gak mau tau. Pernikahan ini harus terjadi"

Mario menyepak Ratna dan memijak telapak tangan Ratna. Pria itu pergi begitu saja meninggalkan istrinya di ruang tamu.

Ratna menitikkan airmata. Rasa sakit di tubuhnya tidak berasa sama sekali, justru yang perih adalah batinnya. Sangat sakit, sangat terluka, seakan-akan terjadi pendarahan di dalam tubuhnya.

Ia teringat pada kakak perempuan Hanum yang meninggal dunia karena bunuh diri.

Terjerat oleh jahatnya dunia malam di luar kota, mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan menjadi wanita simpanan lelaki hidung belang hanya demi uang.

Lalu kakak laki-laki Hanum, yang kabur ke luar kota dan tidak pernah kembali lagi selama beberapa tahun.

Ratna merasa gagal menjadi orang tua, ia tidak dapat melindungi anak-anaknya.

Sejak dulu memang Mario bukanlah suami yang bertanggungjawab. Setelah menikahi Ratna ia berubah drastis menjadi pria yang kasar, bahkan Mario kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Bahkan ia memilih menikah lagi dan menghamburkan semua uang hasil jualan Ratna untuk istri barunya.

Mario selalu menyakiti Ratna, selalu membawa wanita pulang kerumah dan bermesraan dikamar mereka. Yang pada saat itu ia tengah mengandung Hanum. Bermabuk mabukan dan jarang pulang, bahkan ia sempat menjadi buronan polisi dan tersandung kasus penipuan.

Mario tidak pernah lagi menafkahi keluarganya, ia hanya jadi beban didalam keluarganya sendiri.

***