Raisa, seorang gadis berparas cantik, adalah primadona desa yang hidup dalam kesederhanaan bersama ayahnya. Kehidupannya yang bahagia berubah drastis ketika suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil pada awal pernikahan mereka. Raisa terpaksa harus menjanda dan menghadapi tantangan hidup yang lebih besar.
Di desa kecil mereka, di mana kabar berita menyebar dengan cepat, gosip dan fitnahan dari masyarakat selalu menghampiri Raisa. Kehadirannya yang sebagai pengantin baru dan langsung ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal membuatnya menjadi sasaran ejekan dan celaan. Dia merasa terisolasi dan terpinggirkan.
Namun, Raisa adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Dia tidak menyerah pada keadaan dan bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa bangkit dari penderitaan yang menimpanya.
Bagaimana kisah Raisa dalam menjalani kehidupannya? Ikuti ceritanya di novel yang berjudul "Janda Tapi Perawan Tulen"
Jangan lupa kasih like, subcribe, vote rate 5...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9 - Di pandang sebelah mata
"Eh eh eh...! Ternyata kamu disini ya, Mas...! Anak, istri nungguin di rumah kamu malah disini dengan janda gatal ini!."
Raisa sedang melayani beberapa pelanggan ketika tiba-tiba melihat seorang ibu muda yang marah-marah menghampiri warungnya dengan anak kecil yang digendongnya.
Ibu muda tersebut menyalahkan Raisa sebagai seorang janda atas kehadiran suaminya di warung kopinya." Gak bisa apa tidak menggangu suami orang! Dasar perempuan gatal!."
Merasa tersinggung, Raisa pun mencoba berkata baik pada ibu muda yang sedang di kuasai amarah tersebut. "Maaf Mbak, Anda jangan bicara seperti itu... Kurang enak di dengar," imbuh Raisa dengan menahan malunya.
"Kenapa? Memang benar kan, kamu janda yang suka godain suami orang!."
Keributan yang terjadi telah menarik perhatian orang-orang yang sedang melintas dan tetangga dekat rumah Raisa. Mereka semua berkumpul dan ingin tahu tentang sebab keributan yang terjadi.
"Mbak... Kalau Mbak punya masalah dengan suami Mbak, silahkan bereskan di rumah saja... Dan jangan memberi masalah di warung saya."
Ibu muda tersebut merasa lebih emosi saat Raisa bicara padanya. "Kamu tidak terima di katakan janda dan sekarang ingin membuatku malu, hah!." Raisa langsung di jambak olehnya dan terus di katakan janda pelakor.
"Dasar pelakor! Pela*ur! Akan ku beri pelajaran kau!." Raisa terus mendapat serangan meskipun orang-orang yang berada di sekitar mencoba menghalau tapi ibu muda itu tidak berniat melepaskan Sania dan mendorongnya dengan keras hingga terjerambab ke belakang.
"Akh!."
Beruntung ada seorang laki-laki yang berhasil menangkap tubuh Raisa dan menahannya. "Kamu tidak apa-apa?," tanya laki-laki yang diketahui namanya itu Radit.
"Aku tidak apa-apa, terima kasih...."
Radit menatap tajam pada ibu muda dan orang-orang yang berada di sekitaran sana. Seketika mereka menunduk seolah menakuti sesuatu.
"Jika kalian tidak berkeperluan, silahkan tinggalkan tempat ini dan jangan buat keributan." Begitulah kata Radit.
Beberapa kalimat yang keluar dari mulut Radit seolah menghipnotis orang-orang yang berada disana sehingga mereka semua pergi kecuali orang-orang yang memang sedang ngopi disana.
Raisa menatap heran pada sosok pria yang kini berada di sampingnya itu, lalu ia merapikan penampilannya setelah berantakan akibat ulah ibu-ibu tadi.
"Kamu tidak apa-apa Raisa?."
"Tidak, terima kasih... Maaf sudah merepotkanmu."
Lalu, ayah Raisa yang baru tiba dari ladang segera menghampiri putrinya dengan tergesa-gesa. Ia khawatir terjadi sesutu yang buruk saat mendengar dari orang-orang yang kebetulan berpapasan dengannya tadi di jalan.
Setelah menjelaskan bahwa tidak ada yang terjadi pada dirinya, sikap yang membuat Raisa merasa lebih heran adalah, Radit yang menyapa ayahnya dan terlihat begitu akrab lalu Radit pun membantu ayah Raisa menyimpan peralatan berkebun ke dalam rumahnya.
"Ayah, dia siapa?."
"Dia Nak Radit, tetangga yang tinggal di rumah itu... Dia menyewanya kurang lebih sudah satu bulan ini... Juga selama ini, dia banyak membantu ayah tanpa pamrih."
Kemudian, saat Radit menghampiri mereka, ayah Raisa memperkenalkan Radit pada putrinya dan di sambut baik oleh Radit.
Setelah perkenalan mereka, hari demi hari, hubungan antara Raisa dan Radit semakin erat. Radit sering kali mampir ke warung kopi Raisa untuk menikmati secangkir kopi dan memberikan bantuan kepada Raisa di warung kopi atau membantu ayah Raisa dalam pekerjaan sehari-hari.
Raisa merasa senang dengan kehadiran Radit. Mereka saling berbagi cerita, tawa, dan pengalaman hidup. Raisa merasa bahwa Radit adalah seseorang yang dapat dia andalkan dan berbicara dengan nyaman.
Namun, kedekatan mereka nyatanya membuat orang-orang menilai Raisa sebelah mata. Meskipun semenjak Radit memasang badan untuk membela Raisa, dan tidak ada yang berani mengganggunya, tetap saja di belakang sana gunjingan dan celaan untuk Raisa merajalela.
"Ngomong-ngomong, kamu asal mana Radit?."
"Aku dari kota sebelah, kenapa memangnya?."
"Nggak... Hanya penasaran aja, apa kamu punya keluarga?."
Radit sempat terdiam saat Raisa bertanya tentang keluarganya lalu ia berkata masih punya dan mereka kini tinggal di kota tempat tinggalnya.
Saat mereka asyik mengobrol tiba-tiba, "Aw!." Raisa memekik karena secara tidak sengaja terkena air panas yang tumpah dari sebuah teko yang terjatuh. Dia merasakan sakit yang menusuk dan teriakan kesakitan tak terhindarkan keluar dari bibirnya.
Melihat kejadian tersebut, Radit yang berada di dekatnya langsung panik. Dia segera berlari mendekati Raisa, tanpa memedulikan risiko dirinya sendiri. Dengan cepat, Radit menggenggam tangan Raisa dan membawanya ke tempat yang aman.
Dalam kepanikannya, Radit mencari air dingin untuk meredakan rasa sakit di kulit Raisa yang terkena air panas. Setelah beberapa saat, Raisa mulai merasa lega dan rasa sakitnya mulai berkurang.
Raisa memandang Radit dengan rasa terima kasih yang dalam, menyadari betapa khawatirnya Radit terhadap dirinya. Lalu Radit pun menatap Raisa sehingga kini mereka saling memandang, tapi seketika Raisa mengalihkan pandangannya karena merasa tidak nyaman.
"Kamu ke pinggir dulu, biar aku bereskan," ucap Radit.
Raisa meringis merasakan perih yang amat sangat di tangannya. Lalu Radit menyarankan akan membawa Raisa ke rumah sakit terdekat dan di setujui Raisa.
Setelah Raisa dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter, kondisinya perlahan membaik. Dokter meyakinkan Raisa bahwa luka di tangannya tidak terlalu serius dan akan sembuh dengan baik dalam beberapa hari.
"Raisa, kamu keluar duluan, aku akan pergi ke ruang administrasi dulu."
"Aku ikut."
"Nggak usah... Kamu tunggu di luar aja."
"Tapi...."
Sebelum Raisa menyelesaikan bicaranya, Radit sudah berlalu dari hadapan Raisa.
Saat Raisa berjalan menyusuri lorong rumah sakit, matanya tertuju pada seorang kakek yang terlihat gelisah. Kakek tersebut tampak merasa tidak nyaman dengan lingkungan rumah sakit dan berusaha keras untuk meyakinkan para dokter bahwa dia tidak perlu dirawat di sana.
"Aku sudah katakan, aku tidak apa-apa dan tidak perlu di rawat!."
Kakek tersebut mengamuk dengan keras, memprotes dan berteriak pada perawat dan petugas medis yang berusaha membantunya.
"Tapi tuan...."
"Kenapa kalian tidak mendengarkan aku! aku mau pulang sekarang juga!."
Raisa merasa iba melihat keadaan kakek yang begitu kacau. Dia mendekati kakek tersebut dengan hati-hati dan dengan penuh empati mencoba berbicara padanya dengan lembut.
"Kakek, apa yang membuat Anda begitu kesal? Bisakah saya membantu?," tanya Raisa dengan lembut kepada kakek tersebut.
Kakek itu berhenti sejenak, terkejut melihat seseorang yang mencoba memahami situasinya. Dia melihat wajah Raisa yang penuh perhatian dan kemudian memutuskan untuk berbagi ceritanya.
Raisa mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian mencoba mengerti perasaan kakek tersebut.
"Aku mengerti perasaan Anda, Pak. Namun, para petugas medis di sini memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk merawat Anda dengan baik. Mereka berusaha membantu dan menjaga kesehatan Anda," ucap Raisa dengan lembut.
Lama kelamaan, kakek itu mulai tenang dan setuju untuk menerima perawatan di rumah sakit. Raisa mengantar kakek tersebut ke petugas medis yang siap membantunya.
" Siapa namamu, Nak?."
"Namaku Raisa."
Kakek itu pun manggut-manggut dan mengingat nama Raisa dengan tersenyum.
"Kakek, apa ada keluarga yang bisa aku hubungi?."
"Tidak usah, nanti mereka juga akan datang kemari dengan sendirinya," jawab kakek sambil tersenyum.
Di rasa kakek tersebut sudah aman bersama para dokter, Raisa pun pamit undur diri meninggalkan kesan yang baik untuk kakek yang di kenal dengan nama Romeo dan lebih akrab di panggil kakek Romi.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Bersambung...
karakter raisa terlalu lemah,
smoga raisa jd wanita yg smart
semoga hari2 kalian bahagia 🤲💪 semangat y untuk authornya 😘😘😍