Setelah patah hati, untuk pertama kalinya Rilly mendatangi sebuah club malam. Siapa sangka di sana adalah awal mula hidupnya jadi berubah total.
Rilly adalah seorang nona muda di keluarga Aditama, namun dia ditawan oleh seorang Mafia hanya karena salah paham, hanya karena Rilly menerima sebuah syal berwarna merah pemberian wanita asing di club malam tersebut.
"Ternyata kamu sudah sadar Cathlen," ucap seorang pria asing dengan bibir tersenyum miring.
"Siapa Cathlen? aku Rilly! Rilly Aditama!!" bantah gadis itu dengan suara yang tinggi, namun tubuhnya gemetar melihat semua tatto di tubuh pria tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TSM Bab 2 - Black Venom
Cathlen seketika tersenyum lebar ketika Ronald mengambil keputusan seperti itu.
Tanpa pikir panjang mereka berdua segera menyusun rencana untuk menjadikan wanita asing itu sebagai pengganti Cathlen.
Dari jarak cukup jauh mereka berdua memperhatikan semua pergerakan Rilly. Sejak Gadis itu duduk, kemudian meletakkan tasnya di atas meja, mengambil minuman yang diberikan oleh pelayan. Meneguk beberapa kali dan kemudian sudah nampak mabuk.
Ronald dan Cathlen saling pandang, mereka tersenyum. Seolah jalan untuk menemukan kebebasan jadi semakin terbuka lebar.
"Ayo kita hampiri dia," ajak Ronald dan tentu saja Cathlen menganggukkan kepalanya dengan antusias.
Mengambil beberapa langkah dan akhirnya mereka berdua tiba di meja Rilly.
"Astaga Nona, Kamu sepertinya sudah mabuk," ucap Cathlen dengan suaranya yang nampak cemas, dia bahkan langsung memeluk tubuh Rilly, menghalangi pandangan gadis ini saat Ronald mengambil tas miliknya di atas meja.
Identitas gadis ini akan mereka bawa pergi, jadi gadis malang itu tidak akan bisa mengelak saat orang-orang memanggilnya dengan sebutan Cathlen karena syal merah tersebut.
Dan Rilly yang memang benar-benar sudah mabuk tidak bisa memberikan respon apapun, dia malah tersenyum dengan tubuhnya yang nampak limbung.
"Baju mu cukup terbuka, pakailah syal ku," ucap Cathlen lagi. Bahkan tanpa persetujuan Rilly dia langsung mengalungkan syal merah itu di leher wanita asing ini.
"Terima kasih," jawab Rilly dengan bibir tersenyum lebar, sementara kedua matanya nampak begitu sayu.
Cathlen tersenyum.
Aku juga berterima kasih padamu. Batin Cathlen kemudian dan setelahnya dia pun pergi dari sana bersama Ronald.
Selepas malam ini dua orang itu tidak akan pernah muncul lagi di negara X. Pergi dengan membawa banyak uang di rekening mereka.
Jam 10 malam dua orang pria berbadan kekar masuk ke dalam club malam Venight, mereka adalah dua orang dari organisasi bawah tanah Black Venom, kelompok Mafia yang telah membeli Cathlen.
Tak butuh waktu lama tatapan mereka berdua langsung terkunci pada seorang gadis yang duduk di sudut sana dengan menggunakan syal berwarna merah.
"Itu dia! ku rasa dia benar-benar menikmati malam ini, sampai mabuk seperti itu," ucap salah satunya.
Dan yang lainnya tertawa.
"Cepat kita bawa ke markas, dia akan jadi adik kita kan?"
Hahahaha, mereka berdua tertawa bersama.
Rilly yang kesadarannya sudah diambang batas hanya bisa pasrah saat tubuhnya dibawa pergi oleh dua orang asing.
Bahkan di tengah-tengah perjalanan mereka, Rilly sudah tidak sadarkan diri.
Mana tau gadis itu ketika dia dibawa ke sebuah mansion mewah di tengah kota Servo, bangunan bernuansa gelap seperti nama mereka, Black Venom.
Di pintu masuk mansion tersebut, berdiri seorang pria dengan tatapan yang dingin, dia adalah tangan kanan sang Boss, Frans namanya.
"Dia tidak sadarkan diri," lapor salah satu.
"Langsung bawa naik," jawab Frans, gadis itu menunduk, membuatnya tak bisa melihat dengan jelas wajahnya.
Seluruh anggota Black Venom adalah para pria, namun kini mereka butuh seorang wanita untuk menjalankan misi baru. Wanita yang bisa jadi mata-mata mereka di markas musuh.
Itulah kenapa mereka membeli hidup seorang wanita, wanita yang pada akhirnya akan jadi bagian dari Black Venom.
Malam yang begitu banyak cerita seolah tak ada apa-apanya bagi Rilly, gadis itu begitu pulas dalam tidurnya.
Sampai pagi menjelang dan Rilly terbangun karena cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar ini.
Gadis itu mengerjabkan mata dan merasakan kepala yang sakit luar biasa.
"Astaghfirullahaladzim," gumam Rilly, dia bangun dan duduk, memijat kepalanya menggunakan satu tangan. Kedua matanya belum terbuka sempurna dan keping-keping ingatan tentang semalam beruntun dia ingat meski samar-samar.
"Ya Allah," gumam Rilly lagi, saat sadar dia telah melakukan sebuah kesalahan besar dengan masuk ke dalam klub malam tersebut.
Perlahan kedua mata Rilly terbuka dan menatap sekitar, ruangan yang nampak begitu asing, sangat asing.
"Dimana ini?" gumam Rilly, kepalanya yang pusing mendadak tidak dia rasakan lagi, kini begitu penasaran dia ada dimana.
Dan tatapannya kemudian terkunci pada syal merah yang tergeletak di atas ranjang, sungguh, dia tidak ingat apapun tentang syal tersebut.
Lamunan Rilly pun seketika buyar saat mendengar pintu kamar ini terbuka.
Deg! jantung Rilly seketika berdenyut, kepalanya bergerak cepat menoleh ke arah sumber suara.
Dan jantung gadis itu makin tak karuan saat melihat seorang pria berbadan kekar masuk ke dalam sini.
Ya Allah.
Tatapan Rilly masih tertuju pada pria asing itu, namun kedua tangannya segera meraba tubuh dan mendapati bajunya masih lengkap.
Diantara nafasnya yang berhembus lega, dia belum merasa tenang.
"Ternyata kamu sudah sadar Cathlen," ucap Frans dengan bibir tersenyum miring. Ternyata benar apa kata anak buahnya, wanita ini sangat cantik.
Ya, namanya wanita penghibur memang harus punya wajah yang cantik seperti itu.
Dan dipanggil dengan nama yang yang tak dikenalnya, Rilly segera menggeleng dengan kuat, dia sangat yakin ini semua salah paham.
Harusnya dia tidak di sini.
Harusnya bukan dia yang ada di sini, tapi wanita bernama Cathlen itu.
"Siapa Cathlen? aku Rilly! Rilly Aditama!!" bantah gadis itu dengan suara yang tinggi, namun tubuhnya gemetar melihat semua tatto di tubuh pria tersebut.
Deg!
Ya Allah. batin Rilly, seketika cemas mulai menguasai diri. Karena akhirnya dia sadar, kini kakinya berpijak di tempat asing.