Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Bertemu Darius
"Ya sudah, lagi pula siapa yang ingin terus berdebat denganmu!' ujar Nic melengos kesal.
Entah mengapa dia kesal saat melihat Khanza bersama pria lain tadi, dia melihat Khanza dengan Darius di atap dari kantornya, karena kantornya dan Cafe tersebut bersebrangan.
'Siapa Pria itu? Apa dia pacarnya? Mungkinkah dia orangnya?' gumam Nic dalam hati.
***
Rintik hujan, menghasilkan embun di kaca jendela, membawa serta hawa dingin yang menebar di udara.
Khanza tengah berdiri menghadap jendela sembari menggenggam segelas minuman di tangannya. Hatinya sedikit merasa resah, entah mengapa Khanza pun tak mengerti. Ia mengernyit merasai minuman yang di teguknya tak seenak biasanya.
Dia meletakan gelas tersebut dan membawa diri ke atas ranjang, "sudah tanggal berapa sekarang?"
Khanza meraih ponselnya dan melihat kalender yang tertera di sana, sudah lewat satu Minggu dia tak mendapatkan tamu bulanannya.
Deg...!
Jantungnya berdegup dengan cepat, 'Apa mungkin melakukan itu sekali saja bisa hamil? Tidak, itu tidak mungkin. Ini pasti hanya rasa cemasku saja,' Khanza menenangkan pikirannya sendiri.
***
Waktu berjalan seperti biasa Khanza menjalankan rutinitasnya, dan Nic Pria itu nampak semakin dekat dengan Cherry, terkadang Nic menelponnya di sela waktu luangnya.
'Ayolah Khanza berbahagialah untuknya, kau temannya.' Khanza tersenyum lemah melihat Nic seperti bocah yang sedang kasmaran.
"Khanza!" panggil Nic,
Hem, jawab Khanza sembari menoleh, "apa yang biasanya di sukai perempuan?" Khanza sejenak berpikir, lantas menjawab.
"Bunga, coklat, pakaian, tas, sepatu," jawab Khanza random.
Nic manggut-manggut, "kalau begitu tolong pesankan aku bunga, tapi bunga apa ya?"
"Mawar lah, apa lagi?" jawab Khanza asal, tanpa menoleh dia masih tetap fokus pada pekerjaan yang Ia geluti di mejanya.
Nic datang menghampiri dan duduk di tepi meja Khanza, "biasanya apa yang pacarmu berikan?" tanyanya penasaran.
Khanza mendongak menatap Nic, "tidak ada," jawab Khanza datar.
"Pacarmu pelit sekali, dia tak pernah memberikanmu apa pun?" tanyanya lagi.
"Dia tak harus memberikan ku apa pun, karena dia bukan suamiku." Jawab Khanza lagi, dia kembali tunduk pada pekerjaannya.
"Ya tapi kan--," perkataan Nic seketika di potong Khanza.
"Bunga dan coklatnya sudah ku pesan." Khanza menunjukan layar ponselnya pada Nic.
"Is, kau benar-benar tidak bisa di ajak bicara," keluh Nic.
"Aku sedang bekerja, aku sedang tidak ingin menjadi teman curhatmu." Jawab Khanza datar.
"Oh ayolah, simpan dulu pekerjaanmu temani aku bertemu Cherry," bujuknya.
"Kenapa aku harus menemanimu? Kau yang pacarnya, pergi saja sendiri."
"Aku sering kehilangan topik perbincangan jika hanya berdua dengannya. Lagi pula kau adalah supir pribadiku, asistenku, adikku, dan temanku! Alasan itu cukup untuk membawamu selalu bersamaku!" ujarnya sembari melipat tangan di dada.
"Tapi aku sedang bekerja," Khanza masih mencari alasan agar tak perlu pergi.
"Pekerjaan ini bisa di tunda, lagi pula aku adalah bosnya!"
Khanza menghela napas berat, dengan enggan dia menutup laptopnya lantas bangkit, "ayo," ujarnya malas.
"Nah gitu dong!" Nic merangkul pundak Khanza, namun Khanza seketika menepisnya.
"Sorry," ucapnya canggung. Khanza hanya diam, bukannya dia menolak Nic menyentuhnya, namun Khanza takut perasaan yang selalu Ia tekan kembali muncul saat dia terlalu dekat dengan Nic.
Cinta tak harus memiliki, namun tetap saja rasa ingin memiliki itu selalu timbul setiap saat. Terkadang, ingin rasanya jadi egois sebentar saja dan mengatakan jangan pergi! Jangan pergi padanya, lihat aku dan bukannya dia. Aku yang selalu ada untukmu, aku yang selalu mendampingi dalam suka dan dukamu.
Khanza mengendarai mobil sesuai arahan Nic, mereka menuju sebuah gedung tempat acara peragaan busana yang Cherry hadiri.
"Cherry jadi model di sini." Ucap Nic dari kursi belakang.
Khanza hanya diam tak menjawab, "apa dia akan senang kalau aku datang kesana?" ucapnya lagi dia memancing agar Khanza menyahut. Namun, gadis itu hanya diam saja.
"Khanza kehidupan seorang model itu bagaimana?"
"Mana aku tahu, pacarmu kan seorang model tanyakan saja padanya." Jawab Khanza datar.
"Aku belum resmi jadi pacarnya," desah Nic pelan, "aku hanya sedang mengejarnya."
"Dari pada terus mengejar, lebih baik tekan dia dan ungkapkan perasaanmu."
"Hah?" Nic nampak melongo mendengar ucapan Khanza.
Khanza melihat ekspresi wajah Nic dari balik kaca spion, "ya, aku sering lihat cara menyatakan cinta seperti itu di drama Korea. Tekan dia ke dinding, halangi dia agar tidak lari, dan ungkapkan perasaanmu, lalu cium dia. Simpel kan?" Khanza mengangkat bahunya pelan.
"Itu memang terdengar mudah, tapi--," Nic nampak ragu.
"Kalau begitu terserah kamu saja." Khanza tak ingin ambil pusing, dia benar-benar malas jika harus mengurusi masalah percintaan Nic yang membuat hatinya selalu tak senang.
Mereka pun sampai di pelataran gedung, Nic turun. Sedangkan Khanza memarkirkan mobil di dekat sana.
"Nic, aku tidak ikut. Aku akan tunggu kamu di sini!" Khanza menyerahkan buket bunga mawar dan coklat yang Ia beli tadi.
"Kenapa kamu gak ikut?" Nic nampak tak rela jika Khanza tak ikut bersamanya.
"Aku tidak suka dengan keramaian kau kan tahu itu, lagi pula acara seperti ini aku tidak berminat." Ujar Khanza malas.
Nic berdecak kesal, namun dia tak keberatan. Dia pun lantas masuk sendiri, Khanza meliriknya dari balik kaca spion dengan pandangan nanar, otak memerintahkan untuk mengejarnya, namun logika mencegahnya, 'jangan! Biarkan dia mencari kebahagiannya sendiri, hati Nic ada pada Cherry dan bukan padamu.' Rasa sepi mulai mendera membuat Khanza kehilangan moodnya. Dia pun turun dan menilik sekitar, ada sebuah pameran lukisan di sebelah gedung tempat acara itu.
Tanpa insting apa pun Khanza berjalan dan masuk ke sana, ruangan itu tampak bernuansa serba putih dan banyak lukisan lukisan tergantung di dindingnya, namun tak satupun maksud dari lukisan tersebut yang mampu Khanza pahami, baginya itu hanya sebuah gambar ada yang bagus dan ada yang biasa saja.
Khanza berjalan sembari menilik sekitar, seseorang tiba-tiba menyapanya, "Hay Khanza kita bertemu lagi!" ujarnya.
Ternyata itu Darius, saat ini dia mengenakan jas putih dengan dasi hitam dengan garis-garis putih, rambutnya yang panjangnya sepundak Ia ikat di belakang, "Hay!" jawab Khanza sembari tersenyum.
"Apa ini pameran mu?" tanya Khanza sembari mengedarkan pandangan ke segala tempat.
Hahaha, "mana mungkin, ini adalah pameran guruku, hasil lukisanku bahkan belum bisa di sebut karya." kekehnya pelan.
"Jangan bilang begitu, semua orang terlahir dengan bakatnya masing-masing, kau hanya perlu menempanya. Aku yakin kau pasti akan bisa melebihi gurumu yang sekarang." Khanza memberikan motifasi.
"Wow Darius! Yang dia katakan benar! Kau hanya harus percaya diri dan lakukan yang terbaik."