Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Ketahuan Belum Move On
"Aku benar-benar lagi datang bulan, Mas. Ini tidak bohong," ucap Haliza sembari merunduk ketakutan. Bayang-bayang Aldian yang menurutnya psikopat langsung muncul di kepalanya.
"Tapi bukti obat merah dan pembalut yang aku temui itu apa? Properti buat mengakali supaya kamu terlihat datang bulan dan kamu terhindar dari kewajiban sebagai seorang istri yang harus melayani aku suamimu? Itu, kan maksudmu?" tekan Aldian membuat Haliza tersudut.
"Aku minta maaf, Mas. Aku akui aku memang berbohong tiga minggu terakhir. Tapi kali ini dan bulan ini merupakan haid pertama aku. Aku mohon kamu percaya. Aku tidak bohong," ujar Haliza lagi kali ini dia tidak bohong dan akhirnya mengungkapkan hal yang sejujurnya, bahwa tiga minggu terakhir dia memang pura-pura berbohong tentang haidnya yang tidak berhenti selama hampir sebulan.
Aldian terlihat sangat geram dan kesal, ingin rasanya ia mengangkat tubuh Haliza lalu melemparnya. Tapi Aldian berusaha mengontrol emosinya, dia pun bukan tipe lelaki yang kasar secara fisik pada perempuan.
"Lantas apa tujuan kamu melakukan semua kebohongan itu? Apakah kamu tidak berpikir aku sampai khawatir dan takut kalau kamu ada apa-apa. Tapi kamu malah keenakan dengan kebohonganmu," dumel Aldian masih belum berhenti. Haliza tertunduk merasa bersalah, dia terlihat sangat takut dengan kemarahan Aldian.
"Katakan, kenapa kamu lakukan kebohongan itu? Apakah kamu tidak takut kualat dan Allah benar-benar membuatmu datang bulan tidak berhenti, kamu mau?" pelotot Aldian sampai matanya hampir keluar.
"A~aku belum siap untuk melakukan itu sama kamu, Mas. Karena kamu bu~bukan lelaki yang aku cintai. Lagipula aku kesal sama kamu, karena kamu melarang aku bekerja di luar," jawab Haliza pada akhirnya dengan sedikit gugup.
Meskipun jawaban Haliza sudah terdengar jujur, tapi kejujuran itu justru membuat Aldian sangat marah dan kecewa. Haliza tidak mencintainya itu sangat wajar, Aldian pun sama dengan Haliza, ia belum ada perasaan cinta pada gadis yang dijodohkannya itu. Tapi, Aldian sudah bertekad bahwa ia akan berusaha mencintai perempuan yang dijodohkannya supaya ia bisa melupakan cinta masa kecilnya.
"Aku tahu kamu belum bisa move dari laki-laki yang namanya hampir mirip denganku, itu kan? Baiklah, kalau kamu masih belum move on, kejar saja dia sampai dapat. Aku pun tidak mau hidup dengan perempuan yang belum selesai dengan masa lalunya," tukas Aldian sembari berlalu dari kamar itu.
Haliza semakin terpuruk dengan ucapan Aldian seperti itu. Dia memang belum move on dari Ardian, tapi kenapa Aldian justru selalu mengatakan hal yang terburuk yang tidak pernah jadi bayangan dalam hidupnya, yakni mengakhiri ini semua. Dengan begitu dia menjadi janda. Itu tidak pernah terbayang dalam hidupnya. Kalau bisa menikah hanya sekali seumur hidup. Tapi jika menikahnya dengan lelaki seperti Aldian, apakah ia mampu bertahan atau tidak.
Seminggu kemudian, Haliza sudah kembali melakukan kewajibannya pada sang Khalik, itu artinya ia sudah suci dari datang bulan. Haliza sudah tidak sembunyi-sembunyi lagi dari Aldian jika ia akan melaksanakan ibadah lima waktunya. Haliza menyesal dan tidak mau berbohong lagi mengenai haidnya. Tapi jujur saja, untuk memberikan haknya pada Aldian, Haliza sungguh belum siap, hatinya belum rela memberikan.
Akan tetapi selama seminggu pula, sikap Aldian terhadapnya dingin dan cuek. Aldian sama sekali tidak menyapanya lagi. Betapa sedihnya hati Haliza melihat Aldian tanpa kata padanya. Haliza lebih memilih Aldian yang bawel banyak omong daripada sekarang yang diam seribu bahasa.
"Bi Kenoh, sarapannya sudah siap?" Haliza menghampiri Bi Kenoh ke dapur yang sedang membuat sarapan pagi.
"Sudah Neng."
Haliza meraih piring lalu ikut menyiapkan sarapan. Menuangkan nasi di piring Aldian juga piringnya. Sampai Aldian tiba di meja makan, Haliza berusaha menyapanya.
"Mas, sarapan paginya sudah siap," ujar Haliza sembari menatap lekat keseluruhan tubuh Aldian yang sudah berbalut pakaian PDH yang memperlihatkan body atletisnya Aldian.
Haliza terpesona kala melihat Aldian secara lebih lama, ternyata Aldian begitu tampan dan berkarisma saat dia sudah mengenakan seragam PDH nya.
"Tentara itu cuma menang di tubuh dan seragam saja. Kalau masalah duit, pas-pasan sesuai pangkat dan jabatannya."
Masih terngiang kalimat itu saat Haliza coba membandingkan tentara dan pengusaha, ketika mama dan papanya sibuk merencanakan perjodohannya dengan seorang abdi negara yang ternyata Aldian. Di luar gaji tentaranya, ternyata Aldian punya sampingan dan usaha lain yang penghasilannya cukup lumayan. Di sini, Haliza merasa tertampar dan menyesal karena sempat merendahkan penghasilan seorang abdi negara.
Mereka pun sarapan dalam diam, tidak ada kalimat bawel lagi yang sering Aldian ucapkan di pagi hari ketika mereka sarapan bersama.
"Mas, aku mulai tertarik dengan bidang pekerjaan sampingan yang Mas geluti." Tiba-tiba Haliza berkata bahwa dia tertarik dengan pekerjaan sampingan yang saat ini masih digeluti Aldian.
Aldian berdiri lalu menatap Haliza dalam. "Lakukan apapun yang kamu mau dan kamu senangi. Terserah kamu," respon Aldian masih dingi. Kakinya mulai mengayun meninggalkan meja makan. Haliza mengikuti Aldian untuk mengantar kepergian Aldian menuju kantor.
Haliza menatap kepergian Aldian dengan nanar, dia sungguh sedih didiamkan Aldian seperti ini. Sudah seminggu Aldian bersikap seperti itu dan hal ini membuat Haliza terasa kosong dan hampa.
Haliza bingung harus bagaimana ia kini menghadapi Aldian yang cuek padanya.
"Kenapa juga aku harus sebingung ini? Lebih baik aku diamkan lagi saja, supaya antara kami tidak terjadi hal-hal yang belum siap aku berikan," putusnya, sembari kembali berusaha membangun keberanian dalam dirinya yang seminggu terakhir redup bagai lampu lima watt.
Haliza pun kembali menjalani rutinitasnya sehari-hari, duduk santai di atas sofa beranda ruang tamu di lantai atas. Iseng dia membuka link jasa menyewakan berbagai gedung yang disewakan. Kebetulan Haliza sudah memiliki link atu akun tersendiri untuk membuka jasa sewa-menyewa gedung.
Haliza mulai berselancar mengamati sebuah apartemen yang siap disewa. Iseng salah satu apartemen yang akan disewakan itu ia klik dan diiklankan.
"Ternyata cuman begitu saja, syukur-syukur deskripsi maupun spesifikasinya membuat orang-orang tertarik," harapnya seraya menyudahi perselancarannya di dunia jasa sewa menyewa. Haliza kini beralih menuju salah satu aplikasi novel on line favoritenya. Ia saat ini sedang keranjingan salah satu karya penulis terkenal favoritnya.
Bosan membaca, Haliza mulai memasuki media sosial miliknya. Sudah cukup lama ia tidak membuka FBnya. Sungguh di luar kuasanya, ketika Haliza baru saja membuka halaman pertama FB, matanya disuguhkan sebuah pemandangan yang cukup membuat mata perih dan menangis.
"Ternyata ini alasanmu, Mas, pergi meninggalkan aku dan memutuskan hubungan kita yang sudah kita bina selama dua tahun." Isak tangis dari bibir Haliza terdengar pilu.
"Masih belum bisa move on dari laki-laki itu?" Pertanyaan yang tiba-tiba diperdengarkan oleh Aldian, sontak membuat Haliza lemas tidak berdaya.