Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8: Nyawa yang Dipertaruhkan
Ruri terbaring pingsan di pelukan Carlos, dengan luka-luka kecil di tubuhnya. Meskipun cedera itu tidak terlalu parah, ketidakmampuan Ruri untuk bangun membuat Carlos semakin khawatir. Tempat itu jauh dari kota, dan ambulans tidak mungkin tiba dengan cepat. Tak peduli dengan tawa mengejek hantu ular yang masih menggemakan kegelapan di sekitar lokasi kecelakaan, Carlos memutuskan untuk mencari perlindungan. Dia harus menyelamatkan Ruri.
"Tidak ada waktu", gumam Carlos sambil memandang sekeliling.
Carlos akhirnya memutuskan membawa Ruri ke sebuah rumah terdekat, sebuah rumah yang menyimpan kenangan bagi mereka berdua. Setelah berpamitan singkat kepada kameramen dan para pekerja konstruksi, dia menggendong tubuh Ruri dan berjalan cepat menuju tempat yang aman.
Beberapa jam kemudian, ketika malam tiba, Ruri mulai tersadar. "Apa yang terjadi?" tanyanya, masih bingung dan lemah.
"Kau hampir saja celaka", jawab Carlos lembut. "Truk pengikis itu hampir menyerangmu."
Ruri terdiam sejenak, panik membayangkan dirinya yang hampir mati. Dia memandang Carlos dan mengucapkan terima kasih dengan tulus, menyadari betapa besar pertolongan yang diberikan Carlos. Namun, meskipun Carlos menyuruhnya untuk beristirahat, Ruri memilih untuk berjalan-jalan mengitari rumah. Ketika ia membuka pintu dan melangkah keluar, pemandangan itu menyentaknya.
"Inikan... rumah nenekku?" tanya Ruri sambil memandang sekeliling dengan mata membesar. Tempat ini adalah rumah di mana ia pernah tinggal bersama neneknya ketika kecil.
Carlos hanya tersenyum penuh arti. "Ya, tempat ini penuh dengan kenangan, bukan?"
"Bagaimana kau bisa tahu tentang tempat ini?" Ruri menatapnya tajam, rasa curiga mulai muncul di wajahnya. "Stalker gila..." Ruri tiba-tiba merasa was-was, tapi ingatan tentang pertolongan Carlos mengalahkan rasa curiganya. Dia pun tak mampu berkata lebih dari itu.
Ruri kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, melihat-lihat benda-benda yang masih tersisa. Setiap benda yang dilihatnya, dari meja makan hingga tempat tidur tua, membangkitkan ingatan masa lalu. Dia kembali melihat pasir bekas tempat kucing neneknya biasa bermain, bahkan mangkuk makan kucing itu masih ada di sana.
"Kucing..." Ruri menggumam, lalu tiba-tiba melirik ke arah Carlos. Pemuda yang mengaku sebagai reinkarnasi kucing ini semakin membuatnya bingung, tapi entah bagaimana dia mulai merasakan hubungan aneh di antara mereka.
Merasa lelah, Ruri akhirnya tertidur, terlelap dengan tenang di sofa tua neneknya. Carlos, yang duduk di sampingnya, melihat wajah damai Ruri dan tahu bahwa saat ini, dia harus melindunginya lebih dari sebelumnya. Namun, di malam yang gelap itu, Carlos berdiri, matanya penuh dengan tekad dan keseriusan.
Dia melangkah keluar rumah tanpa suara, menuju tempat di mana hantu ular itu masih bersembunyi.
***
Di lokasi konstruksi yang sepi, Carlos kembali berdiri, menatap jalan rusak yang dikerjakan oleh para pekerja. Hantu ular raksasa itu muncul dari kegelapan, tubuhnya melingkar di antara pepohonan, senyum jahat menghiasi wajahnya yang mematikan.
"Kau!" teriak Carlos dengan suara tegas. "Kenapa kau merusak jalan itu? Mengapa kau mencelakai Ruri?"
Hantu ular hanya tertawa kecil, suaranya menyeramkan, menggema di udara malam. "Manusia? Aku hanya bersenang-senang, kucing malang. Kalian semua adalah pion dalam permainan ini."
Carlos menyipitkan mata, menegangkan otot-otot tubuhnya. Namun sebelum bertarung, dia melihat ke langit malam dan merasakan perubahan dalam dirinya. Tubuhnya perlahan menyusut, bulu hitam mulai tumbuh dengan cepat di seluruh tubuhnya, cakar tajam menggantikan tangannya. Dalam hitungan detik, Carlos telah berubah menjadi seekor kucing hitam dengan mata kuning menyala.
"Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Ruri," desis Carlos dalam wujud kucingnya.
Pertarungan yang menegangkan pun dimulai. Ular raksasa itu meluncur cepat, menyerang Carlos dengan ekornya yang panjang dan kuat. Carlos berkelit dengan kecepatan yang luar biasa, namun serangan demi serangan ular itu semakin cepat dan ganas. Sekali, dua kali, tubuh Carlos terpental, dan setiap kali, nyawanya yang berharga semakin berkurang.
Di pertarungan pertama, ular itu berhasil menjepit tubuh Carlos, mematahkan tulang punggungnya. Nyawa pertama Carlos hilang dalam sekejap, dan dia pun jatuh ke tanah. Namun, seperti biasa, dia bangkit kembali, tubuhnya kembali utuh.
Pertarungan kembali berlanjut. Kali ini, ular itu mengayunkan ekornya lebih cepat, memukul Carlos dengan keras ke dinding batu di sisi jalan. Nyawa kedua Carlos hilang dalam sekejap, dan tubuhnya kembali tersentak ke tanah. Namun, lagi-lagi, Carlos bangkit dari kematiannya.
Namun, hantu ular itu belum selesai. Kali ini, dia melilit Carlos dengan tubuhnya yang besar dan berotot, memeras kehidupan dari tubuh kucing hitam itu. Carlos berjuang, menggeram dan mencakar, tapi lilitan ular semakin kuat. Dengan serangan terakhir, ular itu menghantamkan Carlos ke tanah, dan untuk ketiga kalinya, nyawa Carlos hilang. Tubuhnya terbaring diam sejenak di tanah yang dingin.
Sekali lagi, Carlos bangkit. Luka-lukanya masih ada, tapi dia tahu bahwa kali ini dia sudah kehabisan waktu. Ketiga nyawanya telah hilang, dan kini hanya tersisa sedikit kekuatannya.
Di serangan terakhir, ular itu melompat, hendak menggigit Carlos dengan taring-taring tajamnya. Namun, Carlos sudah siap. Dengan sisa tenaganya, dia melompat tinggi ke udara, menyusup di antara lilitan ular, dan mencakar tepat di kepalanya. Dengan satu serangan kuat, hantu ular itu terjatuh dan berteriak kesakitan, lalu perlahan menghilang dalam kabut hitam.
Carlos menang. Namun, dia sudah kelelahan dan terluka parah, kehilangan tiga nyawanya yang berharga. Dengan napas yang terengah-engah, dia berjalan tertatih-tatih kembali ke rumah.
***
Dengan tubuh penuh luka dan kelelahan, Carlos akhirnya tiba di rumah tempat Ruri tertidur. Dia mendekati Ruri yang masih terlelap, memeluknya erat dalam keadaan sekarat. Darah menetes dari luka-luka di tubuhnya.
Ruri, yang merasakan kehadiran Carlos, terbangun dengan panik. "Carlos! Apa yang terjadi?" teriaknya, melihat Carlos yang terluka parah. Wajahnya pucat, dan air mata mulai mengalir deras di pipinya.
Carlos hanya tersenyum lemah, berusaha menenangkan Ruri. Tapi dia tahu, luka-luka yang dia derita kali ini bukanlah hal yang mudah untuk disembuhkan.