"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 03 Di Datangi Ular
"Dasar pemalas! Kamu enak - enakan makan tidur sementara aku yang harus pontang panting bekerja. Dasar anak tak berguna! Bisanya cuma menyusahkan orang lain. Mengapa kamu Ndak mati saja sekalian sama ibumu dulu!' bentak Bu Warti. Tak puas dengan hanya memaki, tangannya bergerak Menarik Lia dari tempat tidur dan menyeretnya ke kamar mandi.
Tanpa belas kasih, wanita paruh baya itu menyiramkan air dingin ke tubuh Lia yang masih separuh sadar karena baru bangun dari tidur.
"Hah .. Hah ...hah..!' Lia tergagap karena belum siap di siram. Dinginnya air langsung menyergap tubuhnya apalagi udara pagi di tempat itu sangat dingin.
"Uhuk....uhuk,... ampun, Bu. Jangan siram lagi. Dingin,....brrr......" Lia terbatuk berkali kali karena ada air yang masuk ke dalam mulut dan hidung nya.
"Maka nya jadi anak itu harus patuh sama orang tua. Jangan ngeyel dan keras kepala," bentak Bu Warti lagi.
"Maaf, Bu." ucap Lia.
"Sudah,.... sekarang cepat berdiri dan setelah ini, kerjakan semua pekerjaan rumah sampai selesai." perintah Bu Warti.
Bergegas Lia bangun dan mengganti bajunya yang sudah basah. Setelah itu dia pun mengerjakan semua pekerjaan rumah yang di suruh ibunya.
Omelan dan bentakan kerap dia dengar semenjak dia tidak lagi bekerja. Namun Lia seolah tak menggubris. Dulu juga begitu. Bukankah sejak kecil, wanita yang juga merupakan budenya itu selalu memperlakukan dia seperti itu. Hanya saja saat itu ayahnya masih hidup.
Lia hanya lulusan SMP. Setelah lulus dia sempat bekerja di Jakarta sebagai pembantu di sebuah rumah. Setiap bulan, bu Warti akan datang ke Jakarta untuk meminta uang gaji nya dengan alasan untuk biaya berobat ayahnya yang saat itu sedang sakit - sakitan.
Hanya setahun dia bekerja di Jakarta. Lia minta izin berhenti bekerja dan kembali ke desa dengan alasan ingin merawat ayahnya yang sedang sakit parah kala itu.
Lia memang merawat ayahnya yang sedang sakit sambil bekerja di pabrik kapur yang kala itu baru berdiri di desa mereka.
Karena sakit yang di derita ayahnya makin parah, dua tahun lalu ayahnya pun menyusul ibu ke alam baka.
Setahun kemudian, pabrik kapur tempat Lia bekerja di tutup karena bangkrut. Semua buruh pabrik di berhentikan termasuk Lia karena tak mampu lagi membayar gaji. Bahkan pesangon saja tidak dia dapatkan.
***
Siang sudah semakin terik. Lia bermaksud akan menjemur kasur nya yang basah karena siraman ibu tiri nya tadi pagi.
Lia menatap kasur yang basah kuyup dengan perasaan sedikit kesal. Tiba-tiba, matanya tertuju pada bunga mawar yang terletak di pinggiran kasur.
Lia langsung teringat mimpi nya.
Apakah benar tadi malam itu dia sedang bermimpi. Tapi mimpi itu seperti nyata dan pagi harinya Lia menemukan bunga mawar itu ada di telinga nya. Aneh sekali....
Tak mau larut memikirkan keanehan yang terjadi pada dirinya, Lia bergegas mengangkat kasur nya yang basah kuyup ke halaman. Dia menjemur kasur itu agar nanti malam bisa tidur tanpa kebasahan lagi.
Setelah cukup lelah mengerjakan pekerjaan rumah yang seperti tak ada habisnya, sore harinya Lia memutuskan pergi ke sungai. Seperti itulah kebiasaan yang dilakukan Lia. Setiap hari jika ada kesempatan, dia selalu menyempatkan waktu untuk datang ke sungai itu.
Lia memandangi air sungai yang kala itu mengalir cukup deras yang disebabkan oleh hujan deras semalam. Entah mengapa, setiap kali memandang air sungai yang mengalir, hati dan pikiran nya merasa tenang.
Lia sekali lagi menatap ke arah sungai yang mengalir di bawah batu besar tempat dia duduk saat ini.
Lagi-lagi, dia kembali melihat ular itu. Ular yang sama yang dilihatnya tempo hari. Ular itu berendam di tempat yang sama seperti kemarin.
"Apa ular itu sudah mati?" pikir Lia. Dia mengamati ular yang masih terendam di sungai itu lebih lanjut. "Tapi rasanya mustahil jika ular itu sudah mati. Jika sudah mati pasti sudah hanyut sejak kemarin," guman Lia.
Tak ingin pusing soal ular itu, Lia mengalihkan perhatiannya ke hamparan sawah di depan sungai.
Sawah itu milik mang Odang. Petani di desa nya yang terbilang sukses. Sawah mang Odang ada di mana - mana. Hasil panen nya selalu berlimpah ruah.
Suara gemericik air sungai membuat Lia tersenyum. Dia sangat menyukai suara itu. Itulah sebabnya dia selalu datang ke tempat ini.
Dia suka memandang keindahan alam ciptaan Tuhan yang bagi nya suatu anugerah terindah yang di ciptakan Tuhan untuk makhluknya.
Namun kadang dia tak punya waktu untuk berleha-leha di tempat ini. Karena selain di suruh oleh ibunya mengerjakan pekerjaan rumah yang tak ada habisnya, dia juga kadang - kadang di suruh Bu Warti bekerja di ladang milik keluarganya.
Cukup lama Lia memandangi air sungai itu. Sehingga tanpa sadar Lia terbawa lamunan.
Namun kemudian ia tersadar setelah mendengar suara kecipak air di bawah sana.
Rasa penasaran Lia, membuat gadis itu menunduk untuk melihat apa yang ada di bawah sana.
Jantung Lia berdetak kencang. Matanya membola demi melihat apa yang ada di bawah sana.
Di bawah sana, di air sungai yang mengalir, Lia melihat ada banyak sekali ular yang saling membelit satu sama lain. Saking banyaknya ular di dalam sungai itu sehingga air sungai yang tadinya berwarna agak keruh itu kini berubah warna menjadi hitam. Bahkan ada beberapa ular yang merayap di hendak mendekati dirinya.
Di antara ribuan ular itu, ada satu ular yang paling besar. Ular besar itu terlihat melahap beberapa ular kecil yang hendak mendekati Lia.
Keringat dingin mengucur di dahi Lia yang ketakutan. Ia tak habis pikir dari mana datangnya ular sebanyak itu.
Untuk sesaat, Lia hanya bisa terpaku menatap ke sungai yang dipenuhi ular. Napasnya sesak memburu seiring dengan degup jantungnya yang berpacu semakin kencang.
Sungguh mati, baru kali ini dia melihat fenomena alam yang sangat langka tetapi juga amat berbahaya ini.
"Neng,.. neng Lia..." tepukan lembut di bahunya menyadarkan Lia, membuat gadis itu kembali ke alam nyata.
Tersadar dari keterkejutannya, Lia langsung menoleh ke belakang.
"Hah, ... apa?" Lia menatap pada orang yang tadi menepuk bahunya.
Seorang nenek tua tampak sedang menatap cemas ke arah nya. Itu adalah Mak Sari.
"Ulah ngalamun di dieu, neng,... bisi reuwas ( jangan melamun di sini, neng, siapa tahu ada bahaya )," ucap Mak Sari.
" Mak, eta anu....di dinya, aya oray....( Mak, itu anu, di sana ada ular )," tunjuk Lia ke arah sungai yang mengalir di bawah sana.
"Aya naon, neng ( ada apa, Neng)?" tanya Mak Sari sembari ikut melihat ke bawah.
"Mana oray na, neng Lia..( mana ularnya, neng)?" Tanya Mak Sari lagi.
Lia terdiam tak menjawab pertanyaan nenek tua itu. Mata terpaku pada air sungai yang mengalir jernih dan tenang di bawah sana. Isi otaknya sibuk bertanya - tanya. Apa yang telah terjadi? Kemana pergi nya semua ular - ular itu. Bukankah tadi masih ada di sana? Pertanyaan itulah yang kini memenuhi pikiran Dahlia.
Kira kira, pada kemana tuh ular - ular itu, ya..?
#Jangan lupa klik like dan subscribe untuk novel aku biar naik veiwnya. Wkwkwkw ....
#Minaaida_92