21++
sebagian cerita ada adegan panasnya ya.
harap bijak dalam membaca.
bocil skip aja. jangan maksa 😂😂
caera Anaya. rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian karna penghiatan suami dan sahabatnya.
rasa sakit yang membuat hatinya membatu akan rasa cinta. tetapi ia bertemu dengan seorang lelaki dan selalu masuk dalam kehidupannya. membuat ia berfikir untuk memanfaatkan lelaki itu untuk membalas sakit hati pada mantan suaminya.
akankah caera dapat membalas sakit hatinya?
yuk ikuti karya pertama ku ya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 09
DEVA KAMRAN ELLIOT
lelaki tampan berumur 32 tahun. pemilik club malam ini. tidak hanya club malam ini, tapi separuh pulau ini, dan pemilik perusahaan Elliot corp. perusahaan yang berperan mengembangkan usahanya di bidang finansial, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sekarang merambah ke bidang property.
memiliki mata yang tajam, alis yang tebal, wajah tampan dengan bibir sensual. di tunjang dengan tubuh yang tinggi ideal. tubuh tegap yang sempurna, menambah aura jantan pada dirinya yang membuat banyak wanita tergila-gila.
caera menatapnya takjub. jika Arya di bilang tergolong tampan, lelaki yang satu ini jauh di atas Arya. matanya mengerjap menatap lelaki gagah di depannya. pastilah siapa saja yang menatapnya akan bergetar hatinya.
kini Deva berganti menoleh pada bay. bay gelagapan di tatap dingin bosnya, menelan kasar salivanya. salah tingkah karena bay tahu kalau Deva telah memperhatikannya dari tadi.
"hentikan dia bay. jangan memancingnya terus"
suara bariton itu sedingin es. menghakimi bay yang tidak berani menatapnya.
"baik tuan"
bay mengangguk hormat. suara bay seringan kapas.
setelah mengatakan itu, tanpa menoleh ke arah caera, Deva pergi meninggalkan mereka berdua yang terbengong menatapnya.
bay tahu apa yang di maksut bosnya untuk segera menghentikan. yaitu caera. jangan memberinya minuman lagi. fix sudah. Deva memperhatikan mereka dari tadi.
"siapa dia bay? kenapa pergi?"
tanya caera dengan pipi merahnya karena mabuk.
"Ra, sebaiknya kau berhenti minum" tidak menjawab pertanyaan caera, tapi malah memperingatinya. melihat pada caera yang matanya sudah seperti ingin menutup saja. sangat sayu.
"satu lagi bay. ini sangat manis. aku suka" caera merengek pada bay. dia sudah kehilangan akal sehatnya karna pengaruh alkohol.
"astaga.. dia akan membunuh ku" bay bergumam resah dan menekuk wajahnya. dia dapat memastikan Deva masih mengawasinya.
"siapa yang berani membunuh mu bay? hahaaa.. kau takut juga rupanya"
caera menatap bay dan mengoloknya.
bay menatap caera jengkel. wanita ini belum tahu siapa Deva. bay bisa kehilangan pekerjaan jika tidak menuruti perintahnya.
"sudah lah Ra. lebih baik kau pulang. kau sudah mabuk"
"hey.. kau yang memberiku minuman yang nikmat ini. kenapa sekarang kau galak?"
caera berusaha membulatkan matanya. walupun itu hanya terlihat seperti mata bangun tidur.
"sudah cukup Ra. kau harus pulang. kau akan mabuk berat jika minum lebih banyak"
"hmmm... baiklah. satu lagi. setelah itu aku pergi"
caera tetap bandel. bay menghempaskan napas berat. melirik ke arah lantai atas. matanya bertemu dengan mata tajam milik Deva.
bay memberi isyarat dengan menunjukkan gelas kosong caera pada Deva. berkata tanpa suara kalau wanita di depannya itu minta satu gelas lagi dan akan pergi setelahnya.
Deva hanya mengangguk. dan bay bisa bernapas lega karna bosnya telah memberi izin.
caera mengikuti arah pandangan bay di lantai atas. tapi dia tidak dapat melihat dengan baik lagi sekarang. hanya gelap yang terpampang di atas sana.
"baiklah. satu lagi. setelah itu pulanglah. aku akan menyuruh orang untuk memanggilkan taxi untuk mu.
ujar bay dan kembali memberikan minuman gelas terakhir untuk caera.
tadinya bay memang ingin mengerjai caera. karena wanita cantik ini terlihat sangat menggemaskan dengan keluguannya. tapi dia tidak menyangka ternyata dari sekian banyak pengunjung, Deva malah memperhatikan caera. tidak biasanya Deva bersikap begitu. lelaki itu selalu terlihat bersikap dingin pada setiap wanita.
caera meneguk minuman birunya tanpa ampun. dia merasakan tubuhnya semakin ringan. menoleh pada orang-orang yang membaur bersemangat melantai bersama pasangan mereka. musik yang menghentak keras berdengung di telinganya.
"heh.. mereka menjijikkan"
caera bergumam sendiri. di matanya, orang-orang itu tak ubahnya seperti Arya. siapa tahu mereka semua telah memiliki pasangan yang sah tetapi masih suka berselingkuh.
"bay, aku mau pulang"
ujar caera tanpa menatap pada bay.
"baiklah. aku akan menyuruh orang menyediakan taxi untuk mu"
bay melambaikan tangannya pada seseorang. caera tidak memperhatikan. dengan susah payah dia merogoh tasnya dan memberikan sejumlah uang pada bay.
bay bicara pada orang yang di panggil dan orang itu pergi ke luar.
kepala caera berdenyut sakit. dia benar- benar mabuk sekarang. tapi berusaha untuk tetap tegak. datang ke tempat ini, bukannya malah menghilangkan kesedihan, tetapi malah Arya yang selalu menari di otaknya.
mengucapkan terima kasih pada bay. dan pergi melangkah dengan sempoyongan.
****
Deva memperhatikan caera pergi keluar dari club. menarik napas lega, dan kini duduk santai. Deva hanya tidak ingin wanita polos itu mendapat masalah di sini. dia tahu wanita itu datang ke tempat ini hanya untuk pelarian saja. dia bisa merasakan dari gerak-geriknya yang terlihat canggung. dia hanya merasa kasihan pada wanita itu.
benarkah? hanya kasihan?
Deva tahu, mencari tempat pelarian untuk melampiaskan rasa sakit hati itu hal yang tidak gampang. salah memilih tempat, maka akibatnya akan fatal. seperti wanita tadi. jika dia meneruskan ke tempat-tempat seperti ini, maka dia akan terjerumus ke arah yang lebih buruk. ketenangan semu.
Deva pernah merasakan itu. ingin membunuh rasa kecewa dan sakit hati pada hal-hal negatif hanya semakin merusaknya saja. dulu dia tidak mengenal alkohol dan rokok. tapi sekarang benda-benda itu malah melekat erat padanya.
seorang lelaki mendekatinya. lelaki berkulit gelap itu duduk di sofa lain di dekat Deva.
"kita pulang sekarang?"
tanyanya pada Deva yang sedang menghisap rokoknya.
"kau tidak minum?"
Deva balik bertanya.
"kau hanya membunuh diri mu sendiri dengan cairan itu"
lelaki itu menolak.
"racun ini nikmat Jack"
Deva tersenyum tipis.
Jacko adalah asisten Deva. yang sudah seperti saudaranya sendiri. Deva dekat dengannya. Jacko Albert seorang keturunan negro yang bertemu dengan Deva sewaktu kuliah di luar negeri dulu. ibunya orang Indonesia asli. Deva membawanya pulang ke Indonesia dan memintanya bergabung di perusahaan karena memang kemampuan Jack yang mumpuni.
"kita banyak agenda besok Dev. jangan buang waktu mu"
Jack memperingati.
"ah kau cerewet sekali. ibu kalah dengan mu"
Deva memutar bola matanya malas.
Jacko hanya tertawa.
Deva bangkit berdiri di ikuti Jacko. mereka melangkah keluar club. banyak wanita menatap mereka berdua dengan penuh minat. tetapi kedua lelaki itu tidak menggubrisnya.
Jacko berjalan lebih dulu menuju mobil di tempat parkir. membukakan pintu untuk Deva. Deva sedikit menyingkirkan Jacko dari dekat pintu mobil.
"kau kira aku wanita mu?"
Deva memandang Jacko jengkel. Jacko hanya tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. Deva selalu begitu. jika hanya berdua saja mereka akan seperti dua sahabat yang saling membutuhkan satu sama lain. saling mengejek dan bertengkar. tetapi ketika bekerja, mereka berdua terlihat seperti dua singa yang selalu waspada dan selalu tegak seperti gunung Everest yang susah di taklukan.
Jacko menyalakan mesin mobil. dan bersiap untuk segera meluncur pulang. tetapi Deva menghentikannya. Jacko mengikuti pandangan Deva.
seorang wanita duduk bersimpuh di tepi jalan. menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. terlihat bahunya berguncang. wanita itu menangis. di depannya berdiri seorang laki-laki dengan mobil taxi di belakangnya. Dave mengenal supir taxi itu.
"kenapa? siapa dia?"
tanya Jacko tetap memperhatikan wanita itu.
"hmm.. tetap saja dia dalam masalah"
gumam Dave pada dirinya sendiri.
Jack mengalihkan pandangannya pada Dave. menaikkan sebelah alis matanya.
" jangan bilang kau mengenalnya Dev"
"hey.. kau tega melihatnya begitu?" Deva membela diri karna merasa terintimidasi dengan tatapan Jacko.
"ah sudahlah Dev. lebih baik kita pulang. kau sudah biasa melihat wanita seperti dia kan?"
ada rasa heran dalam setiap kata-kata Jacko. karena dia merasa heran dengan perubahan sikap Deva. tidak biasanya Deva peduli pada seorang wanita seperti sekarang.
"sebentar"
Deva idak menggubris omongan Jacko. dia keluar dari mobil, dan menghampiri wanita itu.
Jacko sedikit kesal dengan bos dan sekaligus sahabatnya itu. menurutnya aneh saja mengapa sekarang Deva begitu peduli pada wanita.
"apa yang terjadi?" tanya deva pada supir taxi. si supir taxi itu terlihat ketakutan.
"tidak tahu tuan. nona ini tidak mau naik taxi saya. dan tiba-tiba saja menangis"
jawabnya dengan wajah yang memucat. takut mendapat masalah jika Deva menyangka dialah yang membuat wanita ini menangis. dia kenal siapa Deva. taxinya sering di gunakan mengantar jemput pelanggan club.
Deva membungkukkan badannya menghadap wanita yang sedang menangis tersedu. dia mengenali siapa wanita ini. dia adalah caera. walaupun Deva belum tahu namanya, tapi dia dapat mengenalinya. wanita yang tadi di dalam club.
"nona, kenapa kau menangis? ayo pulanglah. tidak baik anda di sini"
ujarnya halus seraya menyentuh pundak caera.
caera menepis tangan Deva dengan kasar. mendongak menatap Deva dengan linangan air mata.
"jangan sentuh aku!"
bentak caera "aku jijik pada mu!!"
astaga dia ini kenapa sih?
hati Deva mencelos mendapat perlakuan yang demikian. belum pernah ada wanita yang menghardiknya seperti sekarang. mereka selalu bersikap manis dan siap menyerahkan diri padanya, apalagi merasa jijik seperti yang terlontar dari mulut caera.
tetapi Deva mencoba mamaklumi karena wanita ini dalam keadaan mabuk berat.
Jacko datang menghampiri. dia berdiri tegak di samping Deva. memperhatikan wanita yang masih menangis dan baru saja menghardik bosnya. ada rasa geli menggelitik hati Jacko. Deva kena batunya. baru kali ini dia di bentak seperti itu.
Deva menyuruh supir taxi pergi dan memberi selembar uang padanya. supir itu menurut saja. tapi Jacko protes.
"Dev, kenapa kau menyuruhnya pergi? dia bagaimana?"
Jacko menunjuk pada caera.
"kita antar dia pulang" jawab deva tenang.
"what?!"
pekik Jacko tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"kau mau melotot terus seperti itu? bantu aku."
Deva berusaha menarik tangan caera untuk bengkit berdiri. tapi caera memberontak.
"astaga, kau sudah gila Dev"
dengan berat hati Jacko menuruti perintah Deva. bersama menarik caera berdiri.
"hey.. kalian ini. mau di bawa kemana aku?"
caera terus memberontak.
"diamlah. atau kau akan mendapat masalah di sini" ujar Deva sedikit dongkol karena caera tidak mau diam. caera mengatupkan bibirnya menurut di bawa ke mobil Deva.
Deva memapah caera berjalan menuju mobil. Jacko ingin membantunya. tapi Deva menepis tangan Jacko.
mendudukkan caera di bangku belakang. Jacko sudah siap di balik kemudi. ketika Dave ingin bergerak menjauh dari caera, tangannya di tarik. Dave menatapnya.
"sini bersama ku"
kata caera lemah.
Dave menatap Jacko di depan. Jacko hanya mengedikkan bahunya. dia menuruti kemauan caera. duduk di sampingnya.
tiba-tiba caera menyandarkan kepalanya di dada bidang Deva. memeluk tubuh tegap Deva seperti memeluk lelaki miliknya saja. Deva menahan napas. tubuhnya menegang. ada desir halus mengalir di darahnya. Jacko melirik sekilas dari kaca spion. tersenyum samar.
"kita antar ke mana dia Dev?"
tanya Jacko tanpa menoleh ke belakang.
"tidak tahu"
jawab deva dengan suara yang sedikit bergetar. Jacko meliriknya dari kaca spion. bagaimana mengantarnya pulang, sedangkan mereka tidak tahu di mana caera menginap.
dengan napas yang tersendat Dave berkata pada Jacko.
"Jack, periksa tasnya"
Jacko membalikan badan dan mencari tas caera. ia ingin meraih tas itu di pangkuan caera. tapi cepat-cepat Deva menepis tangannya.
"astaga.. ada apa dengan mu Dev?" jacko kaget karena Deva menepis tangannya cukup keras.
"biar aku saja"
tegas Dave seraya mengambil dan menyerahkan tas caera pada Jacko. Jacko memutar bola matanya malas.
Dave kembali sibuk memegangi tangan caera. dia menahan napas karna caera memejamkan mata dan memeluknya, sambil tangannya mengelus dada kiri Deva dengan gerakan lembut. seperti sedang tidur dengan nyaman di kasur yang empuk. dia tidak ingin tangan itu membangkitkan sesuatu yang sudah lama tertidur. sesekali caera menggesek-gesekkan hidungnya ke rahang keras Deva. membuatnya menggeretukkan gigi menahan rasa.
"hmmm kau beruntung Dev. dia menginap di hotel mu"
Jacko mengacungkan sebuah kunci yang ada Lebel nama hotel.
"cepatlah Jack" geram Deva dengan suara berat.
dengan tidak sabar Dave meminta Jacko segera tancap gas menuju ke hotel miliknya tempat caera menginap.
Daan sayang bngt aku ga punya Deva hhhh