Valerie terpaksa menikah dengan Davin karena permintaan terakhir papanya sebelum meninggal. Awalnya, Valerie tidak tahu-menahu tentang rencana pernikahan tersebut. Namun, ia akhirnya menerima perjodohan itu setelah mengetahui bahwa laki laki yang akan dijodohkan dengannya adalah kakak dari Jean, pria yang diam-diam ia kagumi sejak SMA dulu, meskipun Jean pernah menolaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. BI oda
Setelah membersihkan tubuhnya, Davin keluar dari kamar mandi mengenakan kaos hitam dan celana pendek putih biasa. Penampilannya yang sederhana tapi menawan membuat Valerie tertegun sejenak.
Davin kemudian berbaring di samping istrinya. "Sini," katanya, menarik tubuh Valerie ke dalam dekapannya.
"Lo gak takut gitu tidur sama gue?" tanya Valerie, menatap suaminya serius.
"Takut kenapa? Kamu istri saya," jawab Davin dengan santai.
"Kamu mungkin yang takut kalau tidur sama saya,"
"Ih, apaansi Lo?" celetuk valerie kesal.
"Kalau gue gak sedih, gue gak bakal mau di peluk kayak gini," ucap valerie.
"Yaudah, saya pergi aja kalau kamu emang gak mau dipeluk kayak gini. Sekarang udah gak sedih lagi, kan?" Davin membalas, meskipun ada nada bercanda di suaranya.
"Kata siapa gue gak sedih?" jawab Valerie, sedikit kesal.
"Wajah kamu gak ada sedih-sedihnya," kata davin sambil mengamati ekspresi Valerie.
"Lo nilai perasaan gue dari raut wajah?" Valerie menatapnya tajam.
"Tapi beneran, Vin. Lo dua kali tidur sama gue kayak gini, Lo gak ada masalah apa-apa gitu?" tanya valerie serius.
"Masalah apa?"
"Nafsu Lo," jawab valerie.
"Atau setelah pelukan sama gue, Lo langsung nyewa LC buat ngelayanin hawa nafsu Lo?" Valerie melontarkan pertanyaan yang lebih berani.
"Ngapain saya sewa LC?" Davin tampak bingung.
"Ya kan gak mungkin kalau Lo gak butuh perempuan buat nurutin hawa nafsu Lo," Valerie berkata sambil mengangkat bahu.
"Saya gak suka kalau disentuh sama orang lain. Tapi, kalau kamu orangnya, saya biarkan kamu nyentuh saya sepuasnya," jawab Davin, nada suaranya serius namun lembut.
"Kenapa gitu?"
"Karena kamu istri saya," Davin menjawab dengan tegas, tanpa keraguan.
"Kalau gue yang disentuh cowok lain gimana pendapat Lo?" tanya Valerie, matanya mencuri pandang ke wajah suaminya.
Davin memiringkan tubuhnya, menatap Valerie lebih lekat. "Pertanyaan seperti itu gak pantes kalau kamu tanyain ke saya," jawabnya dengan nada yang lebih berat.
"Gue kan kepo sama jawabannya,"
"Jelas saya marah kalau kamu disentuh sama laki-laki lain selain saya," jawab Davin, nada suaranya mulai serius.
"Kalau Jean yang nyentuh gue?" tanya Valerie, menantang.
"Saya hajar dia," jawab Davin tanpa ragu.
"Lo mau ngehajar adik Lo sendiri ?!"
"Saya yang suami kamu aja belum pernah nyentuh kamu. Jadi, kalau saya lihat laki-laki lain nyentuh kamu lebih dulu daripada saya, saya bakalan hajar laki-laki itu habis-habisan,"
"Jangan nakal," Ucap davin
"Pacar lo sebelumnya kok betah banget sih pacaran sama cowok posesif kayak Lo?"
"Kok betah dia hidup sama cowok gak asik kayak Lo?" ucap Valerie heran.
"Emang saya pernah bilang kalau saya punya pacar?"
"HAH?!!" Valerie terkejut, seolah tak percaya.
"Jangan bilang Lo gak pernah pacaran," tanya Valerie, tak percaya.
"Memang gak pernah," jawab Davin dengan santai, tanpa merasa perlu menjelaskan lebih lanjut.
"Dari sekian banyak cewek yang ngejar Lo, gak ada satupun yang Lo terima gitu?" Valerie masih penasaran.
"Buat apa?" jawab Davin singkat, tidak tertarik untuk membahas masa lalunya.
"Gimana sih Lo? Adik-kakak ternyata sama aja. Gak bisa ngehargain perasaan cewek yang suka sama dia," Valerie mengeluh.
"Emangnya kamu bisa ngehargain perasaan laki-laki yang suka sama kamu?" tanya Davin balik, dengan ekspresi serius.
"Bisa," jawab Valerie dengan percaya diri.
"Yaudah, saya suka sama kamu. Gimana?" tanya Davin.
"Apa sih lo? Lo ngejebak gue, kan?" Valerie menatap Davin tajam.
"Vin, gue jadi pengen tau alasan lo nerima perjodohan kita waktu itu apa? " tanya valerie tiba tiba.
"Karena saya percaya sama Papa kamu."
"Papa?"
"Papa kamu, sebelum meninggal, sering banget cerita tentang kamu ke saya. Dia bangga banget sama kamu. Jadi, waktu dia minta saya buat nikahin kamu, saya gak mikir panjang."
"Papa kamu itu motivasi terbesar saya dulu, Waktu perusahaan ini hampir bangkrut, beliau yang terus kasih saya semangat buat bangkit. Saya utang banyak sama beliau."
"Tapi...Gue dijual, Vin. Kayak barang. Mama tiri gue, adik tiri gue... Mereka tinggal di luar sana, di rumah gede yang dibeli pakai uang peninggalan Papa. Mereka ninggalin gue di sini. Sama lo. Cowok yang bahkan gak gue kenal sebelumnya."
"Kamu jangan pernah mikir kalau kamu dijual. Kamu itu lebih dari cukup buat saya. Saya gak pernah ngerasa terpaksa sama pernikahan ini. Kalau mama tiri kamu sama adik tiri kamu mau bawa semua uang peninggalan Papa, biarin aja. "
"Kamu gak usah mikirin soal finansial. Semua kebutuhan kamu, di sini, saya yang tanggung. Kamu gak perlu khawatir soal itu,"
"Kamu itu harus semangat, Gaboleh gak semangat dong sayangku, harus semangat. "
"Pokoknya kasih yang terbaik terus, udah gak usah mikirin yang aneh aneh. "
"Mikirin masalah sebelumnya gausah, reset lagi buat besok, gitu caranya."
"Kalau kamu masih mikirin yang kemarin kemarin, kamu gak akan pernah siap buat besok. " ucap davin sembari mempererat pelukannya, menenangkan istrinya yang tengah menangis di dekapannya.
•••••••
"Davin udah berangkat ya, Bi?" tanya Valerie kepada Bi Oda yang tengah menyiapkan makanan.
"Udah berangkat dari tadi malahan, Non," jawab Bi Oda.
"Ish, kenapa dia nggak bangunin aku? Kan telat jadinya."
"Bibi kenapa nggak bangunin aku? Kan biasanya Bibi yang bangunin aku." ucap valerie.
"Gak dibolehin sama Den Davin."
"Non Valerie disuruh di rumah aja. Besok aja katanya magangnya," jawab Bi Oda.
"Den Davin juga nyuruh saya buat nyiapin makanan kesukaan Non Valerie hari ini," lanjut Bi Oda.
"Makanan sebanyak ini siapa yang mau makan, Bi?" tanya Valerie heran.
"Bibi ayo ikut makan sama aku di sini."
"Gak usah, Non. Gak enak saya nantinya," jawab Bi Oda.
"Apasi, Bi, ayo bantuin saya makan. Nanti saya sambil cerita-cerita sama Bibi."
"Mau ya, Bi?"
"Aku aduin Davin kalau nggak mau makan bareng sama aku di sini," ucap Valerie sambil melipat tangannya di dada.
"Bibi bakal temenin Non Valerie makan," ucap Bi Oda, sambil duduk di samping Valerie.
"Bibi, kalau sama aku nggak usah sungkan-sungkan. Anggap aja kita temenan."
"Bibi udah kerja lama sama Davin, Bi?" tanya Valerie.
"Non Valerie masih manggil pakai nama?" tanya Bi Oda serius.
"Iya, emangnya kenapa?"
"Kenapa masih manggil pakai nama? Kenapa Non Valerie nggak panggil Den Davin pakai sebutan sayang atau apa gitu?"
"Biar so sweet."
"Lebay, tau, Bi."
"Ish, itu nggak lebay. Itu namanya panggilan sayang."
"Non Valerie harus tahu deh," kata Bi Oda, menggantungkan ucapannya.
"Apa?"
"Coba tebak siapa yang masak makanan ini semua?" tanya Bi Oda.
"Bibi?" tebak Valerie.
"Bukan."
"Terus?"
"Aden."
"Davin?" Valerie terkejut.
Bi Oda menganggukkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Beneran? Dia bangun jam berapa sampai sempat masak sebanyak ini?" tanya valerie terkejud.
"Gak tahu. Sebelum Bibi bangun, Den Davin udah berdiri di dapur. Katanya mau masakin Non Valerie."
"Sebenarnya Den Davin nggak ngizinin Bibi buat bilang ke Non Valerie. Tapi, Non Valerie harus tahu usaha Den Davin."
"Den Davin beneran sayang banget sama Non Valerie."
"Harusnya den Davin dikasih hadiah kalau udah usaha masak sebanyak ini," ujar Bi Oda.
"Hadiah apa?"
"Kayaknya dia cuma sok-sokan pengen jadi suami idaman."
"Dia tuh nggak sayang sama aku. Dia pasti cuma FOMO pengen jadi kayak suami-suami idaman cewek-cewek di luar sana."
"Ish, Non Valerie jangan gitu."
"Bibi itu udah lama tinggal di sini. Dari orang tua Den Davin masih ada sampai nggak ada, dari Den Davin sama Den Jean masih bayi sampai sekarang udah nikah."
"Jadi, Bibi udah kenal banget sama sifat Den Davin kayak gimana."
"Percaya sama Bibi."
"Davin emang nggak pernah pacaran ya, Bi?" tanya Valerie.
"Gak pernah."
"Dia nggak pernah main cewek gitu?"
"Gak pernah."
"Padahal aku nungguin banget Bibi jawab pernah," kata Valerie.
"Harusnya Non Valerie senang kalau Den Davin nggak main cewek," ucap Bi Oda bingung.
"Aku kasihan aja sama dia."
"Kayaknya Davin gay, nggak sih, Bi?" tanya Valerie, dengan nada ragu.
"Jangan ngawur, Non, Kalau ngomong. Den Davin itu 100% normal, suka cewek."
"Dia itu udah tidur berkali-kali sama aku, Bi. Tapi dia nggak ada nafsu apapun gitu."
"Fix, kayaknya dia gay."
"Kalian berdua belum?" tanya Bi Oda, menghentikan ucapannya.
Valerie menggelengkan kepalanya.
"Kenapa belum?"
"Beneran belum? Udah empat minggu nikah, masih belum?"
"Non Valerie halangan kan, pasti. Iya kan?" Bi Oda masih berpikiran positif.
"Nggak, emang aku aja yang nggak mau." jawab valerie santai.
"Kenapa nggak mau?"
"Gak mau aja. Kalau kebobolan terus, aku punya anak gimana?"
"Zaman sekarang, orang yang udah KB aja masih sering kebobolan, tau, Bi."
"Kenapa emang kalau punya anak? Lagian Den Davin udah mapan banget kok secara finansial."
"Gak mungkin kalau Non Valerie takut punya anak cuma karena masalah finansial?"
"Gak siap baby blues," ucap Valerie yang membuat Bi Oda geleng-geleng kepala.
"Gak mungkin baby blues kalau bapaknya modelan Den Davin, percaya sama bibi" kata Bi Oda.
"Yang ada kalau non valerie hamil, apapun yang non valerie mau pasti bakalan diturutin. "