ig: nrz.kiya
Farel Aldebaran, cowok yang lebih suka hidup semaunya, tiba-tiba harus menggantikan posisi kakak kembarnya yang sudah meninggal untuk menikahi Yena Syakila Gunawan. Wanita yang sudah dijodohkan dengan kakaknya sejak bayi. Kalau ada yang bisa bikin Farel kaget dan bingung, ya inilah dia! Pernikahan yang enggak pernah dia inginkan, tapi terpaksa harus dijalani karena hukuman dari ayahnya.
Tapi, siapa sangka kalau pernikahan ini malah penuh dengan kekonyolan? Yuk, saksikan perjalanan mereka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17: Antara Tangisan Ombak dan Tawa
Keesokan harinya, setelah menikmati malam yang indah di Tanah Lot, Farel dan Yena melanjutkan perjalanan mereka. Kali ini, tujuan mereka adalah Labuan Bajo, salah satu tempat impian Yena yang sudah lama ingin dikunjungi.
Pagi itu, mereka berangkat lebih pagi dari biasanya. Setelah sarapan pagi di hotel, mereka langsung menuju bandara untuk penerbangan ke Labuan Bajo. Farel, yang sebelumnya terlihat santai, kini tampak lebih bersemangat dan siap untuk petualangan baru.
"Lo tau nggak, Rel, Labuan Bajo itu terkenal banget sama keindahan alamnya. Pulau Komodo, pantai-pantai indah, lautnya juga kristal bening," ujar Yena, menjelaskan dengan semangat.
"Yap, gue udah pernah denger soal itu. Tapi jujur, gue lebih excited buat lihat langsung. Lo bisa bayangin nggak, bisa lihat komodo hidup?" jawab Farel, tampak sangat antusias.
Begitu pesawat mendarat di Labuan Bajo, mereka disambut oleh udara segar yang berbeda dengan Bali, lebih sejuk dan masih asri. Setibanya di bandara, mereka langsung disambut oleh guide lokal yang akan memandu mereka ke beberapa tempat menarik di sekitar Labuan Bajo.
"Selamat datang di Labuan Bajo, Bapak dan Ibu," ucap guide mereka dengan senyum lebar. "Kami akan mulai dengan mengunjungi Pulau Komodo dan beberapa destinasi indah lainnya."
Farel langsung bersemangat. "Komodo! Itu yang gue tunggu-tunggu!" ucapnya sambil tersenyum lebar.
Di perjalanan menuju pelabuhan, Yena dan Farel berbincang ringan, menikmati pemandangan sekitar yang dipenuhi dengan bukit-bukit hijau dan laut biru yang begitu memukau. Sampai di pelabuhan, mereka naik kapal yang sudah disiapkan untuk membawa mereka menuju Pulau Komodo. Perjalanan menggunakan kapal itu cukup lama, namun suasana yang tenang dan pemandangan laut yang menakjubkan membuat mereka betah.
Sesampainya di Pulau Komodo, Farel langsung merasakan sensasi petualangan yang berbeda. Mereka mulai trekking di jalur yang disediakan, mengikuti pemandu untuk melihat langsung komodo-komodo liar yang ada di pulau tersebut.
"Wow, beneran besar ya," ucap Farel, sambil mengamati seekor komodo besar yang sedang berjalan perlahan di antara semak-semak.
Yena tersenyum melihat reaksi Farel yang sangat terkesan. "Iya, mereka bisa tumbuh sampai 3 meter, lho. Ini pengalaman yang langka banget, Rel."
Farel melanjutkan berjalan sambil sesekali memotret. "Gue nggak nyangka bisa ngeliat langsung. Selama ini cuma di TV atau foto-foto doang. Kayaknya kita harus bawa foto bagus buat kenang-kenangan."
"Setuju," jawab Yena, sambil sesekali mengambil foto dengan kameranya.
Setelah menikmati keindahan Pulau Komodo dan melihat beberapa komodo yang cukup dekat, mereka melanjutkan perjalanan ke beberapa spot indah lainnya di sekitar Labuan Bajo, seperti Pink Beach yang terkenal dengan pasir pantainya yang berwarna merah muda, dan snorkeling di area laut yang jernih.
"Rasanya tuh kayak di surga bawah laut, Rel!" ujar Yena setelah selesai snorkeling.
Farel yang berada di dekatnya tertawa kecil. "Mungkin ini surga beneran. Nggak ada tempat seindah ini sebelumnya."
Hari itu mereka menikmati setiap detik petualangan bersama. Pemandangan alam yang indah, pengalaman baru yang tak terlupakan, dan tentunya kebersamaan mereka yang semakin erat. Setelah seharian menjelajah, mereka kembali ke hotel, lelah namun puas dengan perjalanan yang luar biasa.
"Besok kita lanjut lagi kemana, Yen?" tanya Farel, sambil duduk santai di balkon hotel, menikmati malam yang tenang.
"Besok kita ke Labuan Bajo lebih dalam lagi. Masih banyak tempat keren yang belum kita lihat," jawab Yena, yang masih semangat untuk melanjutkan petualangan mereka.
Farel tersenyum lebar, menikmati waktu mereka bersama. "Ayo dong, gue sih selalu siap, Yen. Ini liburan yang paling asik."
Mereka berdua saling bertukar senyum. Petualangan ini baru dimulai, dan masih banyak tempat indah yang akan mereka jelajahi bersama.
Saat Farel menyedot minumannya, pikirannya mulai melayang. Matanya tanpa sadar tertuju pada Yena yang duduk di seberangnya. Rambut panjang wanita itu terkibas lembut oleh angin sore, memantulkan sinar matahari yang mulai turun ke ufuk barat. Yena tampak begitu menikmati cemilannya sambil sesekali tersenyum melihat pemandangan laut biru yang membentang.
Farel menghela napas pelan. Ia masih tidak menyangka pernikahan yang awalnya ia anggap sebagai hukuman ini bisa berjalan dengan santai seperti ini. Dia tidak pernah menginginkan pernikahan ini, apalagi dengan cara seperti ini, namun di balik itu semua, ada perasaan syukur yang perlahan muncul dalam dirinya. Jika bukan Yena, mungkin ia sudah menyerah sejak awal.
Yena memang berbeda. Wanita itu mampu menyesuaikan diri dengan segala situasi. Dia tidak kaku, juga tidak memaksakan diri untuk menjadi sempurna. Dengan caranya sendiri, Yena membuat segalanya terasa lebih mudah dan tidak terlalu menekan bagi Farel.
Farel menyedot minumannya lagi, kali ini lebih lambat, seolah memberi waktu untuk merenungkan apa yang ia rasakan. Dia memang tidak tahu sampai kapan pernikahan ini bisa bertahan, tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan memperlakukannya seperti pernikahan pada umumnya.
Bagi Farel, pernikahan ini hanyalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang ia emban untuk menggantikan posisi Faris, saudara kembarnya. Tidak lebih. Tidak ada cinta, tidak ada rencana untuk membangun masa depan yang serius. Farel memutuskan hanya akan menjalani semuanya apa adanya, tanpa terlalu banyak berpikir soal perasaan atau ikatan.
"Kenapa diem aja?" tanya Yena tiba-tiba, suaranya memecah lamunan Farel.
Farel tersentak. Ia menggeleng pelan sambil melempar senyum kecil. "Nggak apa-apa, gue cuma mikir aja."
"Mikir apa?" Yena mencondongkan tubuhnya, terlihat penasaran.
Farel mengalihkan pandangan ke laut, menghindari tatapan Yena. "Ya, tentang liburan ini. Gimana lo bisa tahan sama gue yang sebenernya nggak jelas ini."
Yena tertawa kecil, suaranya ringan seperti angin sore. "Karena gue tahu, di balik semua kekacauan lo, ada sisi yang nyenengin. Dan itu cukup buat gue."
Farel tidak menjawab. Ucapan Yena barusan terasa sederhana, tapi entah kenapa menancap dalam di hatinya.
"Udah ah, jangan terlalu serius," ujar Yena sambil memberikan Farel sebuah keripik. "Nikmati aja, Rel. Kita liburan, bukan sesi curhat."
Farel menerima keripik itu dan tersenyum kecil. "Iya, bener juga lo. Nikmatin aja, kan?"
"Iya dong!" jawab Yena dengan semangat, lalu kembali menikmati pemandangan.
Farel menatapnya lagi, kali ini lebih lama. Mungkin, hanya mungkin, pernikahan ini tidak seburuk yang ia bayangkan. Dan mungkin juga, Yena adalah satu-satunya alasan kenapa semuanya terasa lebih baik dari yang ia kira.
Yena melirik ke arah Farel yang masih tampak menikmati pemandangan laut di hadapannya. Dia tahu betul kalau suaminya itu sedang betah di tempat ini, tapi mereka tidak bisa terlalu lama berlama-lama di sini. Masih ada daftar tempat yang harus mereka kunjungi, dan mereka butuh tenaga untuk melanjutkan perjalanan besok.
"Rel, yuk balik," ajak Yena sambil membereskan sampah cemilannya.
Farel menoleh dengan ekspresi setengah bingung. "Balik? Cepet banget. Baru juga santai di sini."
Yena tersenyum kecil. "Kalau kita kelamaan di sini, besok lo nggak akan punya tenaga buat ke tempat selanjutnya. Ingat, lo sendiri yang bilang kita harus kelarin semua daftar liburan ini."
Farel mendesah pelan, tapi dia tidak membantah. "Iya sih... tapi kan gue baru mulai enjoy."
"Nanti juga ada waktu buat santai lagi, Rel. Sekarang kita balik dulu, biar bisa istirahat." Yena berdiri dan merapikan barang-barangnya.
Farel menatap Yena sejenak sebelum akhirnya ikut berdiri. "Baiklah, nyonya besar. Ikut instruksi istri aja deh."
Yena hanya terkekeh mendengar nada setengah bercanda Farel. Mereka berjalan kembali ke mobil sambil menikmati angin sore yang mulai terasa sejuk. Farel, meskipun tampak malas meninggalkan tempat itu, tetap melangkah dengan santai di samping Yena.