Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 - Sial
Selembaran daftar kerja paruh waktu berserakan di lantai. Wajah matahari sudah terlihat jelas, wanita itu terburu - buru dalam langkahnya. Waktu terus mengejar dirinya seperti anjing polisi. Dengan kasar dan sembarang Dia memasukkan buku yang ada di mejanya. Dengan cepat Dia berlari keluar, Dia sudah terlambat untuk kuliahnya. Tempat pemberhentian Bus sudah mulai terlihat, Bus tiba tepat saat Dia sampai. Tanpa basa - basi Dia langsung masuk. Wajah lega tersemat begitu Dia duduk di kursi. Nafasnya yang terengah-engah kini mulai normal kembali. Keringat yang membasahi wajahnya mulai tersapu oleh punggung tangannya.
Lana mulai melirik ke arah jendela, Dia buka jendela itu. Seketika Udara segar menghujam wajah Lana. Rasa sejuk mulai menyergap gerah dalam diri Lana. Cuaca hari ini cukup cerah, birunya lautan langit terlihat cemerlang. Seketika wajah Lana muram kembali, mengingat bus ini tidak akan bisa mengantarnya ke dalam kelas. Setelah bus sampai Lana harus kembali berlari menuju kampus. Helaan nafas lelah keluar begitu putus asa. Awan putih bergumpal terus mengarak mengikuti perjalanan Lana.
" Hari ini cukup sampai di sini. " Dosen mengambil barangnya meninggalkan kelas begitu pula dengan mahasiswa yang lain.
" Lana, hampir saja kau terlambat, kau baik-baik saja kan? " Nuca menghampiri Lana yang sangat suram di mejanya.
Nuca gadis cantik berparas elegan merupakan sahabat Lana sejak SMA. Nuca termasuk mahasiswi terkenal di kampus. Bagaimana tidak menjadi pusat perhatian, cantik, tinggi semampai, tubuhnya yang baik pasir itu di inginkan banyak kaum hawa. Matanya besar berkilau dan bulu matanya yang lentik terlihat seperti boneka. Hidung mancung itu terlihat pas menempel pada wajah Nuca. Lana yang selalu berada di samping Nuca terkadang sedikit insecure. Tapi Nuca adalah sahabat yang terbaik bagi Lana. Nuca selalu memegang erat Lana dalam keadaan apapun. Nuca ingin Lana merasa terasingkan dan iri pada Nuca, karena pada dasarnya Nuca dan Lana sangatlah terhubung dan saling memberikan yang terbaik. Itulah sebabnya Lana tetap di sisi Nuca walaupun dunianya berbeda.
" Akh aku baik - baik saja, aku hanya larut dalam pekerjaanku. " Ucap Lana sambil mengambil tasnya dan bergegas keluar.
" Sebaiknya kurangi pekerjaan paruh waktu mu itu, kau butuh istirahat dan... " Nuca mulai mendekati wajah Lana.
" Kau tidak berencana menambah pekerjaan lagi kan? " Lana terkejut dan mencoba memalingkan wajahnya.
Mata Nuca begitu mengintimidasi. Lana merasa seperti di ujung jurang. Rasa gugup sedikit meraih hati Lana.
" Tidak aku tidak menambah pekerjaan lagi. " Bohong Lana. Nuca perlahan menjauhkan wajahnya.
" Baguslah kalau begitu. "
Tak terasa kami sudah berada di luar kampus. Nuca masih ada jadwal kelas lain, sementara Lana ada pekerjaan paruh waktu. Nuca dengan wajah cemberutnya berpamitan dengan Lana karena waktu yang mereka habiskan, semakin menipis setiap tahun. Luna berjalan menjauhi Nuca sambil melambaikan tangannya.
......................
Keadaan di dalam begitu ramai. Mereka sibuk dalam pekerjaannya. Pesanan begitu banyak keluar, antrian dari luar tidak berkurang. Kecepatan yang extra terus ditambahkan. Restoran ini sangat terkenal. Harganya yang pas dengan kualitas makan yang terbaik membuat restoran itu tidak sepi pengunjung. Terutama Steak sebagai menu utama. Sebelum tengah malam kesibukan akan terus terjadi di dalam restoran.
Jam 01 : 00, para pelayan restoran dan juga juru masak satu persatu mulai meninggalkan restoran. Hanya tinggal Lana, karena hari ini bagian Dia membuang sampah. Jadi Lana pulang paling terakhir. Pintu restoran sudah terkunci, Lana segera meberikan kunci itu pada penjaga.
Lana pulang berjalan kaki karena bus sudah tidak ada. Untung jarak Restoran tak cukup jauh dari rumah sewa atau kontrakan. Walaupun rasanya begitu lelah setelah bekerja harus berjalan jauh. Dalam perjalanan Lana sesekali memandang langit dan menghembuskan nafas pelan. Saat memandang langit mata Luna terlihat kayu dan putus asa. Mata itu menyimpan banyak cerita pahit dan harapan.
" Rasanya ingin menangis " Kemudian Lana melanjutkan kembali langkahnya.
Saat Lana sampai di persimpangan jalan, Lana melihat wanita paruh baya itu sedang di hadang lima orang pria berwajah beringas. Terlihat wanita paruh baya itu mempertahankan sesuatu dalam pelukannya.
" Apa itu berisi uang? "
Mata Lana terbelalak ketika wanita paruh baya itu tersungkur dengan tangannya yang terus memeluk tas tersebut. Terlihat ringisan kesakitan dalam mulut keriputnya.
" Akh kenapa tidak kau lepaskan saja itu, apakah kau tidak sayang nyawa. " Tutuk Lana dalam hati.
Lana merasa prustasi, Dia bingung harus menolongnya dengan cara apa. Ketika Luna berpikir terburu-buru, saat itu sebuah besi berbentuk pipa panjang terlihat di depan matanya. Dengan perlahan Lana mengambil pipa tersebut dan bergerak perlahan menuju kerumunan itu.
BUGH!
Satu orang terpukul Lana, Lana dengan sigap mengangkat tubuh wanita paruh baya itu. Pipa besi itu tidak terlepas dari tangan Lana dan terus teracung pada mereka. Pintu mobil mulai tersentuh, segera memasukkannya dalam mobil. Setelah Lana rasa wanita paruh baya itu aman di mobil. Kini masalah sebenarnya baru terjadi.
" Akh hari ini sial sekali? "