(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
ISTRI 13 TAHUN
10
"Ayo kita sambut tamu kita, itu mereka sudah datang." ucap Rijali kepada anak dan istrinya.
"Bapak, aku takut." lirih Suniah memegang erat tangan bapaknya yang hendak berjalan.
"Kamu tidak perlu takut Suniah, mereka semua itu orang-orang baik jadi kamu tenang saja." Rijali mengusap lembut koala anaknya itu untuk menenangkan.
"Iya Niah, percaya saja sama Bapak kamu. Semuanya pasti akan berjalan dengan lancar." tambah Maimun kepada putri sulungnya itu.
Suniah mengepalkan tangannya saking grogi dan rasa takut yang dirasakan berbarengan. "Iya Emak," jawab Suniah singkat mengikuti langkah kedua orangtuanya begitupun dengan Kasiah.
"Wa'alaikumsalam, Hendro," Rijali membuka pintu kayu rumahnya. Menatap sekilas semua tamu yang datang.
"Ayo ... ayo Masuk, Hendro dan keluarga. Maaf jika rumah kami terlihat kumuh begini karena tahu sendirilah gimana keadaan kami." sungkan Rijali.
"Tidak apa-apa Rijali, lagian kami tidak mempersalahkan itu semua." jawab Hendro merangkul bahu Rijali.
Seluruh keluaran Hendro saat ini sudah duduk di lantai rumah Rijali. Bahkan minuman sudah di hidangan Maimun seorang diri tanpa di bantu anaknya, sedangkan kedua putrinya sudah duduk disamping Rijali.
Pajajar dan kedua saudaranya menatap sekeliling rumah Rijali yang sudah mulai lapuk pada bagian beberapa sisi. Ada rasa kasihan yang mereka rasakan tapi, semua itu hanya mereka tahan saja dan memilih memutuskan pandangan mereka takut jika pemilik rumah merasa tersinggung karena ulah mereka nantinya.
"Mas, calon istri kamu dimana ya kok dari tadi kita sampai tidak kelihatan?" tanya Mulyo berbisik kepada Pajajar.
Pajajaran mengedikkan bahunya. "Entahlah, mas juga bingung kenapa dia tidak ada di sini. Apa mungkin dia emang tidak ada di rumah ini ya?" bingung Pajajar.
"Mana mungkin seperti itu Mas, kata Ayah kan kita mau ketemu juga sama calon istri kamu," balas Mulyo yang di balas anggukan dari Pajajar.
"Iya kamu benar. Apa mungkin dia lagi di kamar makanya kita belum melihat keberadaannya." ucap Pajajar berasumsi sendiri.
"Bisa jadi Mas," balas Mulyo.
"Sebelum kita membahas inti dari acara kita malam ini, lebih baik kita makan dulu biar nanti saat membicarakan intinya jadi lebih tenang."
"Baiklah kalau memang begitu Rijali," Hendro menyetujui saran Rijali. Lagian tidak ada salahnya mereka mengisi perut terlebih dahulu.
Maimun, Kasian maupun Suniah membawa masakan yang tadi sudah terhidang dimeja makan. Mereka akan makan di ruangan tempat mereka duduk saat ini, karena di belakang jelas tidak akan cukup apalagi tempatnya juga agak sempit.
Sekitar satu jam-an mereka makan dan rungan yang tadi penuh dengan masakan serta piring kotor kita sudah kembali rapi dan bersih seperti semula.
"Baiklah Rijali, kedatangan saya kesini beserta keluarga tidak lain dan tidak bukan untuk melamar putri kamu Rijali untuk dijadikan istri dari anak ke-dua kami, Pajajar yang otomatis juga akan menjadi menantu pertama untuk keluarga kami nantinya," terang Hendra menunjuk Pajajar yang nanti akan menjadi membantu Rijali.
"Alhamdulillah, dari keluarga kami dan yang paling utama putriku, Suniah juga sudah memutus untuk menerima lamaran yang kamu bawa hari ini Hendro," jawab Rijali menatap putrinya lalu beralih kepada Hendro.
"Alhamdulillah, jika lamaran yang kami bawa diterima dengan baik Rijali." ungkap Hendro senang.
"Ayah, kenapa calon istri Pajajar sejak tadi tidak kelihatan? apakah dia tidak ada di rumah ini?" tanya Jaka yang menahan rasa ingin tahunya dari tadi.
"Iya Ayah, bukankah kita datang ke sini juga sekalian bisa melihat calon suami Mas Jaja?" tambah Mulyo yang juga sedari tadi bingung plus penasaran.
"Itu yang pakai baju biru muda calon istri Pajajar," jawab Hendro membuat ketiga anak lelakinya itu melongo.
"APA!!" teriak ketiganya membuat Hendro memukul anaknya itu karena terkesan tidak sopan. Apalagi ini di rumah calon besannya.
"Yang benar saja Ayah, dia yang akan jadi calon istri Mas Jaja? bukankah dia masih terlalu kecil untuk di jadikan seorang istri?" Mulyo menatap ayahnya tidak menyangka. Bagaimana bisa ayahnya itu mencarikan Mas Jaja-nya seorang istri yang bahkan bisa Mulyo tebak sama besar dengannya atau bahkan lebih kecil dari umurnya.
"Iya Ayah, bahkan dia juga jauh di bawahku umurnya. Seperti baru saja beranjak remaja." Pajajar juga ikut berbicara karena jelas terlihat betapa lugunya tatapan gadis kecil itu.
"Ahhh, kalian tidak perlu khawatir tentang masalah itu. Lagian Ayah juga sudah memutuskan dan kamu juga sudah menerima dia yang akan menjadi istri kamu Jaja. Lagian meskipun dia masih kecil Ayah yakin kok pasti bisa menyeimbangi kamu, bahkan kamu juga bisa menyeimbangi dia nantinya. Umur tidak akan menjadi masalah dalam suatu biduk rumah tangga. Yang terpenting itu saling keterbukaan satu sama lain dan saling menerima." Panjang lebar Hendri menjelaskan kepada anaknya itu.
TBC