Bianca Adlova yang ingin hidup tenang tanpa ada kemunafikan.
Dia gadis cantik paripurna dengan harta yang berlimpah,namun hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dia berpura-pura menjadi gadis cupu hanya ingin mendapatkan teman sejati. Tapi siapa sangka ternyata teman sejatinya itu adalah tunangannya sendiri yang dirinya tidak tau wajahnya.
Lalu bagaimana Bianca akan terus menyembunyikan identitas aslinya dari teman sekolahnya? Apakah dia akan kehilangan lagi seseorang yang berharga dalam hidupnya? ikuti kisahnya disini.
Selamat membaca🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alkeysaizz 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cafe Rulex
Jojo menepati kata-katanya, ia membawa Bianca ke bengkel setelah pulang sekolah. Semua menatap Jojo dan Bianca bergantian, seperti tatapan aneh yang sulit di artikan.
"Mana motor kemarin yang gue suruh bawa? " tanya Jojo ke salah satu montir disana.
"Ini lagi di cek, bentar lagi juga beres. " kata si montir menyahuti.
"Ya udah, buruan! gak pake lama! " montir tersebut hanya mengangguk tanpa harus menyahuti lagi perkataan Jojo.
"Duduk, Cup! gak pegel apa berdiri terus sejak tadi! " Bianca langsung melirik, merasa ada yang salah dengan kata Jojo yang memanggilnya 'Cup'.
"Bisa gak kalau manggil nama orang atau sebutan itu yang bener! " ketusnya tak terima.
"Tapi gue nyamannya panggil gitu! Cup, alias Cupu!" Bianca langsung duduk tanpa ingin menimpali perkataan Jojo lagi, karena Bianca yakin, jika perdebatan ini tak akan mungkin bisa selesai.
"Terserah elo mau manggil gue apa..! " ujar Bianca pada akhirnya lalu menatap vespa nya yang sudah selesai di perbaiki. Wajah Bianca langsung berbinar dan kembali berdiri untuk menghampiri.
"Berapa semuanya, bang?! " si montir hanya menatap lalu tatapan nya beralih ke arah Jojo.
"Gratis! " kata si montir kemudian.
Bianca langsung berbalik menghadap ke arah Jojo yang duduk santai sambil meminum satu cup jus.
"Apa cup?"
"Kata bang montirnya gratis. "
"Bagus dong, udah sana cobain? "
Jojo bangkit lalu mendekat ke motor vespa yang di namai si kujang tersebut, lalu menyalahkan mesinnya.
Tatapan Bianca serius kali ini, menatap dengan teliti kedua ban yang di ganti.
"Masa iya sih di gratisin? gak mungkin kan, jika harga kedua ban yang sudah di ganti itu murah? " gumam batin Bianca merasa aneh.
"Eh, malah bengong lagi! cepetan cobain? bawa sekalian juga bisa, biar elo gak sampai jalan kaki lagi pas berangkat ke sekolah." ujar Jojo sambil membawa motor itu keluar bengkel.
"Elo masih inget kan' jalan pulang?" goda Jojo lagi membuat Bianca langsung naik ke atas vespa nya.
"Gue masih inget lah! emang gue se cupu itu?" kata Bianca keceplosan.
Jojo hanya tertawa lalu menarik kepang Bianca sebelah membuat nya memekik seketika.
"Aaa.. Jojo... lepasin!! " dengan tangan yang terus memukul lengan Jojo kuat.
"Jangan nangis ya, kalau elo tersesat. "
"Ish.. gak akan!! " sambil menjulurkan lidahnya Bianca pergi dari tempat itu membuat Jojo terpaku beberapa saat.
"Dasar Cupu... " lirihnya sambil kembali masuk lagi ke dalam bengkel.
"Apa gak apa-apa, bos. kedua ban vespa jadul itu di gratisin? " Dengan perasaan ragu ia menanyakan hal itu.
"Iya, gak apa-apa" jawab Jojo datar sambil tak lepas kedua matanya menatap layar ponsel.
"Oh iya, tadi ada telpon dari Tuan besar! beliau menyuruh Bos Jo untuk pulang sebentar ke rumah."
"Lalu, apa ada hal yang lain lagi? "
"Kata Tuan lagi, Bos Jo harus menghadiri rapat penting di sebuah resto dekat Mall sore ini."
Jojo menghentikan jemarinya pada layar ponsel dan menatap jam yang berada di dinding. Helaan nafasnya terdengar berat namun dengan segera ia menyambar ransel dan jaketnya lalu pergi keluar.
Jojo tiba tepat waktu di resto tersebut, ia langsung pergi ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Tak berselang lama Jojo pun keluar dengan penampilan rapih dan bersih, tak akan ada satu orang pun yang akan mengenali Jojo saat ini, dia terlihat sangat berbeda dan juga berkharisma.
Tak ada satu wanita pun yang tak menatap ke arah Jojo saat dirinya berjalan masuk ke dalam resto. Langkahnya pasti penuh dengan ketegasan saat seluruh mata menatapnya.
"Apa kalian lama menunggu?" Spontan semua orang yang menghadiri rapat tersebut langsung berdiri, memberi hormat dan langsung duduk kembali setelah Jojo duduk terlebih dahulu.
Rapat segera di mulai dan terasa sangat lama, ada beberapa hal yang harus di perbaiki di beberapa laporan. Kening Jojo mengkerut tanda jika dirinya sedang berfikir keras saat ini, mencari jalan terbaik untuk memperbaiki beberapa laporan perusahaan di beberapa cabang yang berbeda.
Rapat pun selesai setelah menghabiskan waktu hampir dua jam, dasi perlahan Jojo longgarkan setelah semua orang pergi.
"Sungguh memuakkan! " gumam Jojo merasakan penat di kepalanya.
Ia kembali mengganti pakaiannya dengan gaya urakan seperti remaja nakal pada umumnya, tak lupa dengan rambutnya yang kelimis ia acak-acak kembali. Senyumnya pun terlihat manis lalu segera pergi menuju rumah sang Ayah.
Gerbang di buka lebar saat Jojo terlihat dari kejauhan, motor pun segera ia parkir di sudut halaman. Jojo berjalan cepat dan langsung mendorong pintu yang tinggi menjulang ke dalam.
"Kau sudah datang, nak? " sapa sang Ayah yang perlahan berjalan mendekat dan memberi pelukan.
"Aku gak bisa lama disini, yah! katakan? hal penting apa yang ingin ayah sampaikan? " Jojo menatap serius ke arah Ayahnya yang perlahan duduk di kursi.
"Kau tau bukan, jika Ayahmu ini sudah tua. Bahkan setelah ibumu tiada Ayah sering merasa kesepian." Sang Ayah berkata penuh kesedihan membuat Jojo yang mendengarkan merasa jengah. Dia tau bagaimana tabiat sang Ayah jika sudah berbicara sedih seperti itu, pasti ada sesuatu yang membuat Jojo terdesak dan memaksakan kehendaknya.
"Sudahlah Ayah! jangan banyak drama! "
Ucapan Jojo membuat sang Ayah langsung terkesima, lalu menendang kaki Jojo sedikit keras.
"Apa kau tak bisa berpura-pura sebentar? mengikuti kesedihan yang Ayah ciptakan?! " ada nada kekesalan di balik kata-katanya namun Jojo hanya menanggapinya santai.
"Mau sampai kapan kau terus seperti ini? lihatlah penampilan mu? seperti anak nakal yang hidup di jalanan!! " cibir sang Ayah membuat Jojo terkekeh.
"Yang penting uang ku banyak, Ayah! dan yang paling utama uang itu di hasilkan oleh keringatku sendiri." Tak bisa di pungkiri, perkataan Jojo benar seratus persen adanya. Dia membuka bengkel yang sekarang begitu besar dengan usahanya sendiri, bahkan tak meminta bantuan secuil pun uang pribadi Ayahnya.
"Ayah dengar, kau memperbaiki vespa teman sekolahmu? " Jojo menoleh dan mengangguk.
"Apa temanmu itu seorang gadis? " Jojo pun mengangguk kembali.
"Tapi pegawaimu disana mengatakan hal yang lain pada Ayah, jika gadis itu.... " sang Ayah menggantungkan kalimatnya saat Jojo menatap dingin ke arahnya.
"Dia hanya gadis biasa yang naif dan terlihat cupu, Ayah! Jadi gak ada salahnya bukan jika Jojo berteman dengan gadis tersebut! " Sang Ayah menghela nafas lega setelah sebelumnya berfikir yang tidak-tidak.
"Baguslah.. " lirih Ayah Jojo membuat sang putra melirik.
"Jangan bilang kalau Ayah mau menjodohkan Jojo dengan anak teman Ayah? " Sang Ayah hanya tersenyum lebar membuat Jojo kembali mendengkus kesal.
"Aku sudah bilang, kan berkali-kali, kalau Ayah jangan jodoh jodohin lagi Jojo sama gadis manapun?" Jojo agak meninggikan suaranya dengan tatapan yang kali ini begitu serius.
"Kali ini berbeda, nak. Dia gadis manis, cantik dan juga lugu." Jojo hanya menyenderkan bahunya di kursi dan dengan berat hati terus mendengarkan semua yang akan Ayahnya sampaikan.
"Ayah gak akan maksa kamu, nak. Tapi kalau kamu sempat temui gadis itu sebentar, Ayah sudah mengatur semuanya nanti malam di cafe Rulex."
"Tapi... "
"Kali ini aja, jika kamu gak suka Ayah gak akan memaksa"
Seperti dugaannya, pasti semua ini akan terjadi. Jojo terdesak dan akhirnya mengangguki. Tatapan Ayah dan anak itu bertemu, dengan senyum yang terus mengembang, sang Ayah pun akhirnya bangkit dari kursi, dia meninggalkan Jojo yang menahan kekesalan di ruang keluarga.
Akhirnya pemuda yang bernama Jojo itu pun masuk ke dalam kamarnya. Melihat suasana kamar yang masih sama seperti dulu tanpa ada sedikitpun yang berubah posisi nya sejak ia memutuskan untuk hidup mandiri di luar.
Jojo duduk di sebuah sofa panjang sambil menatap ke luar jendela. Terlihat langit senja kini mulai menghitam dan Jojo masih diam disana dengan semua pikirannya.
Ide jahil membuat senyumnya merekah, bagaimana pun caranya gadis itu harus menolak dirinya secara mentah-mentah.
**
"Apa!! " kali ini Bianca yang memekik, gadis itu menatap kedua orang tuanya bergantian, seolah tak percaya dengan apa yang mereka katakan.
"Tolong sayang ya, please.. " kata sang mamah memohon.
"Emang mamah gak bisa datang sendiri kesana? kenapa harus nyuruh Bianca? " Matanya menatap penuh curiga membuat Laura kehabisan kata.
"Mamah harus menghadiri rapat penting sama Papah di luar kota malam ini. " sahut Rafael membuat Laura menghembuskan nafasnya pelan.
"Kerja.. kerja.. kerja..! hanya itu terus yang ada di benak kalian! Baiklah.. nanti Bianca kesana!!" ketusnya menggerutu lalu pergi ke kamarnya.
Laura dan Rafael hanya saling bertukar pandang lalu tersenyum.
"Apa ini akan berhasil? " tanya Rafael ke arah Laura.
"Semoga saja, sayang. Kalau pun gagal, Bianca tak akan menyadarinya.. " Rafael hanya mengangguk lalu memeluk pinggang istrinya dari samping.
"Sudah lama sekali kita tidak bermesraan, istriku." Laura hanya mengulum senyum dengan raut wajah yang berubah malu, ia mencoba menatap Rafael.
"Aku juga merasakan hal yang sama sayang." jawabnya membuat Rafael tersenyum dan mengecup bibir Laura sekilas.
"Kalau begitu, ayo kita lakukan! " Bisiknya di telinga Laura dan menggendong tubuh sang istri menuju kamar lalu mengunci pintu.
"Lagi males keluar juga, masih aja maksa harus datang ke tempat seperti itu?! mana bentar lagi, ishh.. " Kedua kakinya ia hentakan berkali-kali ke lantai, gadis itu terlihat frustasi, meski begitu ia tetap patuh dan mengikuti permintaan mamahnya untuk pergi ke sebuah cafe menemui seseorang. Meskipun mamahnya sedikit berbohong.
Bianca pun datang ke cafe yang tadi mamahnya sebutan sebelum pergi ke luar kota. Bianca berdiri di luar sambil menatap cafe tersebut, bahkan dengan penampilan yang sama seperti saat berada di lingkungan sekolah. Begitu culun dan cupu.
Gadis itu pun melangkah masuk meskipun terasa berat saat tiap langkah itu ia pijakan ke lantai. Matanya mengedar mencari sosok yang mamahnya maksud.
"Yang mana orang nya? perasaan yang datang kesini pasangan semua? " gumamnya bertanya sendiri.
"Malam nona, apa anda sudah pesan tempat?"tanya seorang pelayan yang menghampirinya disana.
" Iya kak, atas nama Laura! "sahut Bianca.
Si pelayan langsung pergi ke mejanya dan memeriksa pesanan tempat yang bernama Laura.
" Maaf nona, tidak ada yang memesan tempat atas nama Laura disini!? " sebut si pelayan dengan yakin membuat Bianca mendekatkan diri ke arah mejanya.
"Masa sih kak!? coba cek sekali lagi deh! gak mungkin jika mamah saya berbohong! " sahut Bianca menatap si pelayanan itu datar, namun hanya gelengan kepala yang Bianca dapatkan.
"Mamah...!! " geram Bianca begitu lirih.
"Ya udah kak, makasih. Saya akan tinggu orang itu di dalam. " Setelah si pelayan mengangguk,Bianca akhirnya duduk di sembarang kursi,gak mungkin juga kan,dia pulang lagi setelah jauh-jauh ke tempat itu. Bianca memilih tempat sedikit tersembunyi,paling pojok di dekat jendela, karena di sana dia bisa menatap ke jalan dan memandang semua orang yang berlalu lalang.
Sudah hampir setengah jam Bianca menunggu disana, tapi tak ada seorang pun yang mencari keberadaannya atas nama dirinya atau pun Laura. Perlahan ia pun bangkit hendak pergi namun langkahnya terhenti saat seseorang menghalangi jalannya.
"Ngapain lo disini, cupu? apa cari mangsa orang kaya agar lo bisa hidup enak?! nga-ca....!! " Jelas suara itu begitu familiar di telinga Bianca.
"Aluna........ " desis Bianca geram.
hapoy Reading semuanya 🥰🥰🤗