NovelToon NovelToon
BECOME A MAFIA QUEEN

BECOME A MAFIA QUEEN

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Reinkarnasi / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Roman-Angst Mafia / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nuah

Seorang Jenderal perang yang gagah perkasa, seorang wanita yang berhasil di takuti banyak musuhnya itu harus menerima kenyataan pahit saat dirinya mati dalam menjalankan tugasnya.

Namun, kehidupan baru justru datang kepadanya dia kembali namun dengan tubuh yang tidak dia kenali. Dia hidup kembali dalam tubuh seorang wanita yang cantik namun penuh dengan misteri.

Banyak kejadian yang hampir merenggut dirinya dalam kematian, namun berkat kemampuannya yang mempuni dia berhasil melewatinya dan menemukan banyak informasi.

Bagaimana kisah selanjutnya dari sang Jenderal perang tangguh ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Perjalanan Tanpa Akhir

Malam itu, di bawah langit penuh bintang, akhirnya mereka bertemu kembali.

Alessia berdiri tegak di depan rumah kecil itu. Matanya tajam, penuh amarah yang tertahan, penuh luka yang belum sembuh.

Di hadapannya, Ziad berdiri dengan tatapan yang berbeda—penuh rasa bersalah, tetapi juga kelegaan.

Kaelus berdiri di antara mereka, tidak berbicara. Ia hanya menjadi saksi.

Ini bukan hanya pertemuan biasa.

Ini adalah momen yang telah tertunda selama bertahun-tahun.

“Jadi ini kau…” Alessia akhirnya membuka suara, nadanya penuh ketegangan. “Orang yang pergi tanpa jejak, meninggalkan aku dengan luka dan pertanyaan yang tak terjawab.”

Ziad tidak langsung menjawab. Ia menatap Alessia lama, seolah ingin menghafal setiap detail wajahnya yang dulu ia cintai dan kini tampak lebih keras—lebih dingin.

“Aku tidak pernah ingin pergi, Alessia,” suara Ziad dalam dan tenang. “Tapi aku harus.”

Alessia tertawa sinis. “Harus? Itu alasan yang sudah kuno. Jangan coba-coba membenarkan dirimu dengan kata-kata yang terdengar seperti pengorbanan mulia.”

Kaelus menahan napas. Ia tahu bahwa ibunya masih menyimpan kemarahan yang besar.

“Dengar,” Ziad menarik napas panjang. “Aku tidak mengharapkan kau memaafkanku. Aku tidak mengharapkan kita kembali seperti dulu. Tapi kau berhak tahu alasan sebenarnya.”

Alessia menyilangkan tangan di dadanya. “Aku mendengarkan.”

Ziad menatap lurus ke arah Alessia.

“Aku pergi bukan karena aku ingin,” katanya perlahan. “Aku pergi karena jika aku tetap tinggal, kalian akan mati.”

Alessia tersentak, tetapi ekspresinya tetap dingin. “Jangan mengarang cerita, Ziad.”

“Aku tidak mengarang cerita,” Ziad balas menatapnya. “Kau pikir musuh-musuhmu hanya dari dunia mafia? Kau pikir hanya orang-orang di bawah tanah yang ingin menghancurkanmu?”

Alessia terdiam.

“Bahkan pemerintah, bahkan organisasi yang bekerja di balik layar dunia ini ingin menyingkirkanmu. Dan saat itu, aku adalah bagian dari mereka.”

Kaelus melihat ekspresi ibunya mulai berubah. Sekilas, ada ketidakpercayaan dalam matanya, tetapi ia juga tahu bahwa Ziad tidak sedang berbohong.

“Mereka ingin kau mati, Alessia. Mereka ingin keluargamu lenyap. Dan satu-satunya cara bagiku untuk melindungimu saat itu adalah—”

“—mengkhianatiku?” Alessia memotong dengan nada tajam.

Ziad menggeleng pelan. “Bukan. Menghilangkan diriku sendiri dari hidupmu. Jika aku tetap tinggal, mereka akan terus menjadikanmu target. Dengan aku pergi, aku bisa mengalihkan perhatian mereka. Aku bisa membuat mereka percaya bahwa kau bukan ancaman yang perlu segera dihancurkan.”

Alessia mengepalkan tangan. “Dan kau pikir itu berhasil? Kau pikir aku tidak tetap dikejar? Kau pikir aku tidak tetap hidup di bawah ancaman?”

Ziad menunduk sedikit. “Aku tahu… dan aku menyesal.”

Ada keheningan di antara mereka.

Kaelus melihat bahwa ini adalah satu-satunya saat di mana ayah dan ibunya benar-benar berbicara dari hati ke hati.

Ziad akhirnya mendekat selangkah.

“Aku tidak menyesal pernah mencintaimu,” katanya pelan. “Aku tidak menyesal pernah membangun keluarga bersamamu. Tapi aku menyesal… tidak cukup kuat untuk tinggal di sisimu.”

Alessia menatapnya dengan mata berkilat.

“Jika kau benar-benar menyesal,” suaranya bergetar, “kenapa tidak kembali setelah semuanya berakhir? Kenapa harus membiarkan aku dan Kael hidup dalam kebencian dan pertanyaan?”

Ziad menarik napas panjang. “Karena aku takut.”

Kaelus menyipitkan mata. Itu adalah pertama kalinya ia melihat ayahnya mengakui kelemahannya.

“Aku takut kau tidak mau melihatku lagi. Aku takut kau akan membunuhku saat kita bertemu. Aku takut bahwa aku telah kehilangan tempatku dalam hidup kalian.”

Alessia menatap pria itu lama. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi akhirnya… ia hanya menghela napas panjang.

Kaelus melihat sesuatu yang berubah dalam diri ibunya.

Dendamnya masih ada, tetapi kini, setidaknya ia mulai memahami.

Keheningan itu akhirnya dipecahkan oleh suara Kaelus.

“Kalian berdua terlalu keras kepala,” katanya dengan nada tenang.

Alessia dan Ziad menoleh ke arahnya.

“Sudah cukup,” lanjutnya. “Tidak ada gunanya terus menyesali masa lalu atau saling menyalahkan. Aku hanya ingin satu hal—keluarga kita tidak lagi terpecah.”

Ziad menatap putranya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Sementara itu, Alessia menutup mata sejenak, lalu menghembuskan napas berat.

“Apa kau pikir semudah itu?” katanya pelan. “Aku telah membangun hidupku sendiri tanpa dia.”

“Tapi itu bukan berarti kau tidak bisa memberi kesempatan,” jawab Kaelus. “Bukan berarti kau harus terus hidup dalam bayangan kebencian.”

Alessia diam.

Lalu akhirnya, ia menatap Ziad.

“Kau bilang kau menyesal?” tanyanya.

Ziad mengangguk.

“Kalau begitu, buktikan.”

Ziad terdiam sesaat, lalu mengangguk lagi. “Aku akan membuktikannya, Alessia.”

Akhir dari Kesalahpahaman

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Alessia dan Ziad tidak lagi berdiri sebagai musuh.

Mereka mungkin tidak bisa langsung kembali seperti dulu.

Mereka mungkin masih memiliki luka yang belum sembuh.

Namun, mereka telah membuka pintu untuk kesempatan baru.

Kaelus tersenyum kecil.

Ia telah berhasil.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Namun, untuk saat ini, ia puas melihat bahwa ayah dan ibunya akhirnya bisa menerima satu sama lain.

Dan bagi Kaelus, itu sudah cukup. Untuk saat ini.

Ziad Al-Faris telah berubah.

Pria yang dulu dingin, penuh perhitungan, dan hampir tidak pernah menunjukkan emosi kini menjadi pria paling bucin di dunia.

Dan itu membuat Alessia sangat risih.

Setiap hari, Ziad selalu muncul entah dari mana—membawakan bunga, makanan favorit Alessia, atau bahkan hanya untuk menatapnya seperti pria jatuh cinta dalam drama murahan.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Alessia bertanya dengan nada tajam saat melihat Ziad berdiri di depan pintu kantornya dengan senyum menawan dan sekotak cokelat mahal di tangannya.

Ziad tidak terpengaruh. Dengan percaya diri, ia melangkah masuk dan meletakkan cokelat itu di atas meja.

“Menyenangkan calon istriku.”

Alessia mendengus. “Jangan bicara seolah aku sudah menerimamu.”

Ziad tersenyum tipis. “Belum. Tapi akan.”

Alessia mengangkat alisnya, tetapi Ziad hanya duduk di kursi dengan santai.

Sejak kapan pria itu jadi seoptimis ini?

Dalam beberapa hari ke depan, Ziad semakin menjadi-jadi.

Jika Alessia sedang sibuk di ruang rapat, tiba-tiba ada pesan masuk:

"Jangan bekerja terlalu keras, sayang. Aku menunggumu untuk makan malam."

Jika Alessia sedang di lapangan, tiba-tiba ada seorang pria dengan setelan mahal yang muncul dari balik bayangan:

"Hati-hati, jangan sampai terluka. Aku tak mau melihatmu berdarah lagi."

Bahkan ketika Alessia sedang mencoba menikmati segelas anggur sendirian di malam hari, tiba-tiba ada ketukan di pintu.

Dan di sanalah Ziad berdiri dengan senyum khasnya yang semakin menyebalkan.

Alessia menatapnya dengan wajah datar. “Apa kau tidak punya pekerjaan lain selain mengejarku?”

Ziad mengangkat bahu. “Aku ingin menebus waktu yang telah kucuri darimu.”

Setelah beberapa minggu melakukan pengejaran tanpa henti, akhirnya Ziad memutuskan untuk mengambil langkah besar.

Di sebuah restoran mewah, dengan lilin yang menerangi meja, ia menatap Alessia dengan tatapan serius.

Dan tanpa basa-basi, ia mengeluarkan sebuah kotak beludru biru dari sakunya.

Alessia langsung menghela napas.

“Ziad…”

“Menikahlah denganku.”

Alessia menatapnya tajam. “Kau bercanda?”

“Tidak.” Ziad membuka kotak itu, memperlihatkan cincin berlian yang begitu elegan.

Alessia menutup matanya sejenak, lalu berkata, “Tidak.”

Ziad tidak langsung terkejut. Seakan ia sudah memperkirakan jawaban itu.

“Terlalu cepat?” tanyanya santai.

Alessia mendengus. “Aku bahkan belum sepenuhnya memaafkanmu.”

Ziad tersenyum kecil. “Baiklah, aku akan menunggu.”

Tapi ternyata, Ziad tidak hanya menunggu.

Ia terus melamar Alessia berulang kali.

Pertama, di tengah pertempuran.

Saat Alessia baru saja menghancurkan markas musuh, Ziad muncul entah dari mana, berlutut di atas puing-puing yang masih berasap.

“Menikahlah denganku.”

Alessia mengangkat senjatanya ke arah kepala pria itu. “Kau gila.”

“Aku gila karena mencintaimu.”

Alessia hampir menembaknya di tempat.

Lamaran ditolak.

Kedua, di dalam helikopter.

Mereka sedang dalam perjalanan setelah menyelesaikan misi bersama, angin berembus kencang di sekitar mereka.

Ziad membuka kotak cincin dengan santai.

“Menikahlah denganku.”

Alessia menatapnya, lalu tanpa ragu mengambil cincin itu dan melemparkannya keluar helikopter.

Ziad hanya menghela napas.

Lamaran ditolak lagi.

Ketiga, di depan mata anak buah mereka.

Di markas mafia Alessia, saat para anak buah sedang mendiskusikan rencana operasi, tiba-tiba Ziad berlutut lagi.

Semua orang terdiam.

Alessia memijat pelipisnya. “Ziad, aku akan membunuhmu.”

“Maka biarlah aku mati sebagai pria yang telah melamarmu.”

Semua anak buah Alessia hampir pingsan karena terlalu banyak menyaksikan drama ini. Lamaran kembali ditolak.

Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan.

Ziad tidak pernah menyerah.

Ia terus mengejar, terus menunggu, dan terus melamar.

Hingga akhirnya, suatu malam…

Saat Alessia sedang duduk di atap gedung sambil menatap kota yang berkelap-kelip, Ziad datang tanpa suara dan duduk di sampingnya.

Kali ini, ia tidak membawa cincin.

Ia hanya menatap Alessia dengan tatapan yang bukan sekadar keinginan, tapi ketulusan.

“Aku mencintaimu, Alessia.”

Alessia menoleh. “Aku tahu.”

“Aku akan tetap mencintaimu, bahkan jika kau menolak aku sejuta kali.”

Alessia terdiam.

Ia tahu itu benar.

Ziad bukan pria yang mudah menyerah.

Dan mungkin… mungkin dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia juga tidak ingin pria itu menyerah.

Ziad menatapnya lama.

“Jadi, bisakah kau menerimaku kali ini?”

Alessia menatap lurus ke matanya.

Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum kecil.

Lalu, ia mengangguk.

Di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, Ziad menatap Alessia dengan tatapan penuh kemenangan dan kelegaan.

Akhirnya.

Setelah ratusan kali melamar, wanita yang dicintainya akhirnya berkata ‘ya’.

Dan kali ini, Alessia tidak menolak saat ia menariknya ke dalam pelukan.

Di kejauhan, Kaelus yang menyaksikan semua ini hanya menghela napas panjang.

“Akhirnya… Aku bisa istirahat.”

Namun, ia tahu…

Petualangan keluarga ini baru saja dimulai.

1
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
itulah kekuatan cinta❤😘
Shai'er
akhirnya 🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Shai'er
tak kenal lelah 💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
💪💪💪💪💪💪💪💪
Shai'er
💪💪💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
🥰🥰🥰🥰🥰
Shai'er
👍👍👍👍👍👍
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
Shai'er
😭😭😭😭😭
Shai'er
😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧
Widayati Widayati
aduh knp imut bgini. 🥰
Shai'er
udah bisa jalan kah🤔🤔🤔
Shai'er
pandang pandangan 🤧🤧🤧
Shai'er
🥺🥺🥺🥺🥺
Shai'er
👍👍👍👍👍
Shai'er
memasang perangkap untuk menyatukan orang tua 💪💪💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!