ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 13 Segera menikah
"Kakek ingin kalian segera melangsungkan menikah."
Malam itu di meja makan, pada saat seluruh keluarga inti Barasta berkumpul untuk makan terkecuali Zua yang sadar diri kalau dirinya adalah orang luar, ia dikagetkan dengan kalimat kakek Barasta yang berkuasa.
Tentu bukan dia saja yang kaget. Ganra, Dian mama Ganra, Narin, Leon dan Dante sepupu-sepupu pria itu juga. Ganra walaupun kaget tapi tidak bicara apa-apa, dia tahu apapun yang akan dia bilang tidak akan membuat kakeknya memutuskan perjodohan ini.
Namun mamanya tidak tinggal diam, sang mama angkat bicara.
"Pa, apakah tidak terlalu cepat menikahkan mereka? Gadis ini masih muda, pendidikannya belum jelas. Dia juga baru beberapa hari tinggal di rumah ini, keluarga kita pun bukanlah keluarga biasa. Mata dan semua orang tertuju pada keluarga ini. Menurutku gadis ini di didik dulu bagaimana menjadi perempuan terhormat dan berpendidikan, biar saat ia menikahi Ganra kelak, orang-orang tidak akan menertawakan keluarga kita karena membiarkan pewaris keluarga ini menikahi wanita yang biasa-biasa saja." perkataan wanita yang bergaya elegan itu cukup menohok di telinga Zua.
Zua merasa bahwa wanita itu tidak menyukainya. Dari awal ibunya Ganra itu memang keliatan tidak senang putranya dijodohkan dengannya. Zua tertawa miris dalam hati.
Tidak berpendidikan? Perempuan biasa-biasa saja? Huh! Tidak bisakah wanita itu mengatakan kalimat tersebut saat dia tidak ada? Ah, pasti wanita itu memang sengaja ingin memperdengarkan kata-kata itu padanya, agar dia sadar diri.
Tatapan Zua bertemu dengan tatapan Ganra yang tersenyum smirk padanya. Zua yang kesal langsung membuang muka darinya. Namun saat ia menatap ke arah lain, tatapannya malah bertemu dengan tatapan mengintimidasi Dante. Haduh, kenapa hidupnya jadi seperti ini sih?
"Jangan mengguruiku Dian. Keputusanku sudah bulat, aku ingin mereka segera menikah. Umur Ganra sudah 28 tahun, umur Zua 20, pas sekali untuk melahirkan pewaris selanjutnya."
Zua langsung terbatuk-batuk mendengar kalimat terakhir kakek Barasta. Melahirkan? Anak lelaki angkuh itu? Jangan sampai. Tidak, tidak. Dia berharap pernikahan ini batal. Saat ia menatap Ganra lagi lelaki itu masih tersenyum smirk padanya, kali ini dagunya terangkat, khas gaya angkuhnya.
"Tapi kakek, tante Dian bener. Perempuan ini terlalu biasa. Nggak cocok sama kak Ganra. Kalau menurut Narin sih, mending kakek membalas kebaikan almarhumah mamanya dengan kasih dia uang yang banyak terus kirim di sekolah di luar negeri, daripada nikahin dia sama kak Ganra."
"Diam Narin." tegur Laya mamanya.
"Besok-besok kalau kau bicara hal-hal yang menyudutkan Zua seperti itu lagi, kau dilarang ikut makan siang selama dua bulan." kata kakek Barasta penuh wibawa. Narin melotot. Ia hendak bicara lagi tapi mamanya menahan dia.
"Berhentilah berulah Narin." tegur Laya dengan tatapan tajam. Narin hanya bisa kesal.
"Zua bisa belajar menjadi wanita terhormat setelah menikah. Jangan pernah ada yang membantah keputusan ini. Keputusanku sudah dibuat, dan keputusan itu sudah bulat. Jangan ada yang berbuat macam-macam," kata kakek Barasta, mengakhiri pembicaraan dengan nada tak terbantahkan.
Meja makan kembali sunyi. Tidak ada lagi yang berani membantah kakek Barasta. Zua memandangi sisa makanannya yang sudah dingin. Perutnya terasa kosong, tapi tidak ada lagi selera untuk makan. Sesekali ia melirik Ganra yang duduk dengan santai, seolah semua ini adalah hal biasa baginya. Bisa-bisanya laki-laki itu bersikap biasa saja. Yang paling Zua sesalkan adalah, dia tidak tahu bagaimana caranya mengemukakan pendapatnya agar di dengarkan oleh kakek Barasta. Terlalu banyak orang di meja makan, dia takut salah bicara.
"Hahhh ..."
Zua menghela nafas panjang lalu menghembuskannya. Malam itu, setelah makan malam selesai, ia kembali ke kamarnya dengan langkah berat. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak pernah ia bayangkan. Hidupnya yang sederhana berubah menjadi mimpi buruk begitu ia melangkah ke rumah keluarga Barasta.
Di kamarnya, Zua duduk di tepi tempat tidur, menatap keluar jendela. Bulan purnama bersinar terang di langit, tapi tidak mampu memberikan ketenangan dalam hatinya.
Apa yang harus aku lakukan?
Pikir Zua sambil memeluk lutut. Ia jadi teringat mamanya yang sudah tenang di sana. Dia ingin menangis, tapi tidak ada gunanya. Air mata tidak akan mengubah apa pun.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Sebelum sempat ia menjawab, pintu sudah terbuka, dan Ganra masuk tanpa permisi. Zua menoleh, gadis itu heran melihat siapa yang masuk ke kamar itu.
"Kenapa murung begitu, bukankah kau baru saja mendengar kabar baik?" kata Ganra sambil bersandar di pintu sambil tersenyum mencemooh.
Zua sadar betul bahwa itu adalah sebuah sindiran. Sindiran yang ditujukan langsung kepadanya
"Apa yang kau mau?" tanya Zua dengan nada lelah.
"Kenapa tidak menolak tadi, bukankah kau tidak ingin menikah denganku? Atau, jangan-jangan kau mulai tertarik menjadi istriku karena statusmu akan langsung naik?"
Zua mendengus. Memangnya dia gila status apa? Kalau dia tidak dipaksa oleh kakek pria itu, mana mungkin dia akan bertahan di rumah ini?
"Kalau kau datang hanya ingin menggangguku, pergilah." kata Zua mengusir lelaki itu.
Ganra hanya mengangkat bahu.
"Mamaku tidak menyukaimu, kau harus belajar bertahan menghadapinya. Kalau kau ingin aku mengajarimu caranya bertahan, bilang saja." Setelah berkata demikian, Ganra melangkah keluar, meninggalkan Zua sendirian dengan pikirannya yang kacau.
Kata-kata Ganra barusan terasa seperti peringatan untuknya. Ia tersenyum hambar, tanpa pria itu bilang pun dia sudah tahu. Tapi apa? Belajar bertahan dari laki-laki itu? Huh! Dasar laki-laki aneh. Zua jadi bingung dengan kepribadian aneh yang dimiliki oleh pria itu.
jangan sok jadi yang tersakiti..