“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara.”
Sebastian Pratama, pewaris tunggal perusahaan MegaCyber, memutuskan untuk membatalkan pernikahannya yang baru saja disahkan beberapa jam dengan Shera Susanto, seorang pengacara muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun.
Shera yang jatuh pingsan di tengah-tengah prosesi adat pernikahan, langsung dibawa ke rumah sakit dan dokter menyatakan bahwa wanita itu tengah hamil 12 minggu.
Hingga 1.5 tahun kemudian datang sosok Kirana Gunawan yang datang sebagai sekretaris pengganti. Sikap gadis berusia 21 tahun itu mengusik perhatian Sebastian dan meluluhkan kebekuannya.
Kedekatan Kirana dengan Dokter Steven, yang merupakan sepupu dekat Sebastian, membuat Sebastian mengambil keputusan untuk melamar Kirana setelah 6 bulan berpacaran.
Steven yang sejak dulu ternyata menyukai Kirana, berusaha menghalangi rencana Sebastian.
Usaha Steven yang melibatkan Shera dalam rencananya pada Sebastian dan Kirana, justru membuka fakta hubungan mereka berempat di masa lalu.
Cover by alifatania
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Panggilan Tugas
Kirana baru saja menyelesaikan makan malam keluarga saat bel pintu rumahnya berbunyi.
Papa Heru memberi isyarat pada Kendra untuk membukakan pintu. Kirana yang punya firasat kalau Sebastian yang datang malam begini langsung mengecek handphonenya.
Kirana tersenyum saat melihat beberapa panggilan telepon dan pesan tak terjawab. Tanpa menunggu panggilan Kendra, Kirana bergegas keluar. Kedua orangtuanya hanya saling menatap dan geleng-geleng kepala.
Brulk
Kirana yang terburu-buru langsung bertabrakan dengan Kendra yang baru saja akan masuk ke dalam rumah memanggil Kirana.
Gadis itu mengusap keningnya dan Kendra memgusap dadanya yang bertabrakan. Sebastian yang berdiri di belakang Kendra sempat terkejut tapi kemudian ia malah tertawa.
“Ampun deh, kak, itu kepala terbuat dari susunan tulang atau baja ringan, sih ?” Omel Kendra sambil mengusap dadanya.
Kirana sendiri masih meringis mengusap keningnya.
“Enak aja baja ringan, kamu kira aku Ksatria Baja Hitam ? Kamu sendiri tulang dadamu keras banget. Lihat nih, bikin kepalaku jadi pusing.”
“Lagian segitu semangatnya mau ketemu pacar,” ledek Kendra.
Kirana melotot melihat Kendra yang malah menjulurkan lidahnya. Sebastian melewati Kendra dan mendekati Kirana lalu menyentuh kening gadis itu yang memerah.
“Sakit banget, Honey ?”
“Ciihh lebay,” Kendra menggerutu sambil berjalan masuk.
“Awas kamu, Ken,” ancam Kirana hendak memukul bahu adiknya. Kendra menghindar dan bergegas masuk sambil kembali menjulurkan lidah meledek Kirana.
“Udah Honey,” Sebastian menarik tubuh Kirana ke dalam pelukannya. “Sini aku obati keningnya.” Sebastian langsung mencium kening Kirana cukup lama membuat wajah gadis itu sampai terasa memanas.
“Kangen,” bisik Sebastian sambil mengeratkan pelukannya.
“Ehem… ehem…” deheman papa Heru membuat keduanya langsung melepaskan pelukan. Kirana langsung menduduk tersipu malu sementara Sebastian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Malam, Om,” Sebastian memberi salam sambil menganggukan kepalanya.
“Malam Pak Bastian. Apa kabarnya ?”
“Panggil saya Bastian saja, Om,” ujar Sebastian sengan nada sungkan. “Kan status saya calon menantu, Om, bukan atasan.” Sebastian terkekeh.
“Bee,” pekik Kirana sambil memukul bahu Sebastian.
“Sakit Honey,” Sebastian meringis sambil mengusap bahunya.
“Lagian kalau ngomong nggak lihat-lihat tempat. Sejak kapan kamu melamar jadi calon menantu -papa dan mama ?” Bibir Kirana mengerucut.
Kalau saja tidak ada papa Heru di situ, rasanya ingin mencubit pipi Kirana lalu memberinya ciuman di seluruh wajahnya karena gemas.
“Udah jangan ganggu dong, Pa,” mama Lia masuk ke ruang tamu sambil membawa minuman dan kue.
“Namanya juga lagi hot-hot nya, jadi nggak ketemu beberapa jam saja sudah kayak cacing kepanasan.”
“Haiiss mama,” gerutu Kirana.
“Pantas dari tadi makannya kurang bersemangat,” goda papa Heru sambil tertawa.
“Iihh darimana nggak bersemangat. Kiran tadi sampai nambah ikan dan sopnya,” protes Kirana.
“Wah, aku nggak kebagian dong ?” Ledek Sebastian.
“Hari ini Kirana belajar masak loh, Bas. Katanya mau siap-siap menjalani tugas seorang istri,” gantian mama Lia yang meledek Kirana.
“Mama juga samanya, nih…” Bibir Kirana semakin mengerucut apalagi kedua orangtuanya dan Sebastian tertawa kompak.
“Ya sudah kalian biar saling melepas rindu dulu. Papa juga mau melepas rindu sama mama.” Papa Heru merangkul bahu istrinya yang terlihat bahagia melihat Kirana dan Sebastian.
“Honey,” panggil Sebastian saat mereka tinggal berdua di ruang tamu. “Honey !” Panggilannya sedikit meninggi karena Kirana tidak menggubrisnya.
“Kalau nggak mau jawab, aku seret ke dalam terus aku cium di depan papa, mama sama Kendra, ya.” Sebastian membungkukkan badan supaya wajahnya bisa berhadapan dengan wajah Kirana yang masih cemberut.
Cup.
Sebastian langsung mencium pipi dan bibir Kirana sekilas.
“Aku lapar nih, Honey. Habis meeting langsung diantar Dion kemari.”
Kirana menarik nafas dengan wajah yang kembali datar.
“Mau makan di sini ?” tanyanya sambil mendongak. Mode kesalnya belum sepenuhnya hilang.
“Beneran kamu yang masak ?”
“Bukan,” Kirana menggeleng menjawab jujur. “Aku cuma bantuin mama olah bumbu, yang masak tetap mama.”
“Kamu mau kalau aku ajak keluar ? Capek nggak ? Sekalian ada yang mau aku omongin.”
Kirana mengangguk dan menarik Sebastian masuk ke dalam bertemu papa dan mama yang masih menonton TV. Kirana bergegas berganti baju dan setelah pamitan keduanya pergi dengan mobil Sebastian.
Pria itu memilih restoran yang tidak jauh dari rumah Kirana, karena selain sudah cukup malam, badannya mulai terasa letih akibat padatnya jadwal hari ini.
Setelah memesan makanan dan minuman, Sebastian menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil merenggangkan otot-ototnya.
“Kirana,” panggil Sebastian dengan wajah serius. “Aku harus meninggalkanmu beberapa hari atau mungkin beberapa minggu untuk mengurus proyek di Kalimantan.”
Kirana sempat kaget sebentar tapi kemudian ia sudah bersikap biasa lagi.
“Berangkat sama Bara, Evan dan Samuel juga ?”
“Iya,” Sebastian mengangguk. “Dan sepertinya Dion juga. Aku memerlukan dia untuk mengurus masalah detailnya.”
“Kapan berangkatnya, Bee ?”
“Kemungkinan besar lusa, Honey. Klien mintanya besok tapi tidak memungkinkan juga karena ada beberapa masalah kantor yang perlu aku titipkan dulu pada daddy.”
Pesanan mereka pun di antar pelayan. Kirana hanya memesan minuman karena perutnya masih kenyang sesudah makan malam di rumah.
“Aku akan minta Tomo selalu siap mengantarkanmu kemana saja. Mau diminta untuk antar jemput kamu kerja juga tidsk masalah.”
“Tidak usah !” Tolak Kirana dengan tegas. “Sudah kesepakatan awal kalau aku tetap akan menjalani kehidupanku seperti biasa sampai kita menikah.”
“Kalau begitu besok kita menikah saja. Gimana ?” Sebastian mengedipkan sebelah matanya, menbuat Kirana melotot.
“Kamu kira menikah semudah itu ?” Kirana langsung cemberut. “Memangnya aku ini…”
Sebastian langsung bangun dan mencium bibir Kirana cukup lama.
“Jangan mengomel terus,” ujar Sebastian sambil tertawa. “Pokoknya tidak ada penolakan lagi setelah proyek ini selesai, aku akan menikahimu.”
“Maksa,” Kirana mencebik.
“Minta dicium lagi ?” Sebastian bersiap bangun lagi untuk mencium Kirana namun gadis itu langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Sebastian kembali tergelak.
Sebastian segera mengajak Kirana pulang setelah makanan mereka habis dan membayar bon. Sepanjang perjalanan, Sebastian lebih banyak diam dan fokus pada jalan.
Beberapa kali Kirana menatapnya dengan kedua alis menaut, tapi sepertinya pikiran Sebastian sedang tidak menyatu penuh dengan raganya.
Tidak lama mobil Sebastian sudah berhenti di depan rumah Kirana.
“Besok kamu datang seperti biasa, kan ?” tanya Sebastian saat melihat Kirana masih duduk di dalam mobil.
Seatbelt nya sudah terlepas, dan posisi duduknya miring menghadap ke Sebastian.
“Kamu membuat aku khawatir, Bee.”
Bukannya menjawab pertanyaan Sebastian, Kirana malah mengucapkan hal lain. Sebastian tertawa dan mengacak rambut Kirana.
“Aku nggak apa-apa, Honey. Memangnya apa yang aneh ?” Tanya Sebastian di sela tawanya.
Kirana mendengus kesal. Ia segera memutar badannya kembali dan bersiap membuka pintu.
“Aku takut Kirana,” lirih Sebastian membuat Kirana urung keluar mobil. Ia memutar kembali badannya menghadap Sebastian.
“Bee, kamu hanya tugas dua minggu, itu pun masih di Indonesia. Jangan terlalu khawatir berlebih.”
Sebastian hanya menarik nafas panjang, kedua tangannya menangkup setir.
“Kalau sudah memulai proyek besar seperti ini, aku akan sering bolak balik ke luar kota bahkan ke luar negeri. Waktu bertemu denganmu akan semakin pendek. Dulu saat berpacaran dengan Shera di awal aku membantu daddy, aku melakukan hal yang sama. Perlahan menggantikan tugas daddy dan sibuk keluar kota, keluar negeri, meeting ini dan itu. Karena kesibukan itulah aku merasa telah kecolongan sampai Shera bisa hamil dengan pria lain. Padahal aku selalu menjaga diriku sekalipun harus minum alkohol saat bertemu klien atau investor. Aku selalu membawa Dion untuk memgingatkanku. Dan sekarang, saat tugas kembali memanggil, aku merasa seperti de javu.”
Kirana langsung memeluk Sebastian dari samping.
Pria itu menoleh dan memutar badannya hingga berhadapan dengan Kirana dan membalas pelukannya.
“Biarkan waktu yang mengobati kecemasan dan ketakutanmu, Bee. Aku tidak akan melambungkan dirimu dengan kata-kata mesra atau janji-kanji apapun juga. Yang pasti, aku akan selalu berada si tempat yang sama, menunggumu dan selalu siap kapan pun kamu membutuhkan aku.”
Sebastian mengeratkan pelukannya dan mengecup ujung kepalla Kirana.
“Terima kasih, Kirana. Terima kasih karena membuat aku merasakan cinta lagi. Tetaplah berjalan di sampingku sekalipun sekali-sekali hatiku meragu karena kehilangan rasa percaya diri.”
Kirana hanya menganggukan kepalanya dalam dekapan Sebastian.