Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 - Pertemuan dengan sang Psikopat
Pria itu mulai melangkah mendekati kursi. Tatapannya berbeda dari yang pernah dilihat Miko. Tatapan dan senyuman yang kini menyeramkan.
‘Apa aku harus berpura-pura tidak tahu tentang dirinya. Apa yang harus kulakukan’ Benak Miko terus bergumul sendiri.
“Maaf Tuan Morino. A-aku tidak bisa menghadiri pemakaman istri anda” ucap Miko dengan kepura-puraannya.
Morino sudah duduk di hadapan Miko.
“Tidak masalah. Aku juga sudah tidak memperdulikannya”
Deg!
Aliran nafas Miko seperti tersendat. ‘Apa dia sudah mengetahuinya’.
“Tu-an Morino, apa anda yang menjadi pengacaraku? Tapi bukankah anda juga adalah saksi?”
Morino tersenyum sinis. Dalam senyumannya terselubung sebuah arti yang negatif.
“Sangat disayangkan Dokter Miko, aku tidak bisa menjadi saksi. Karena aku adalah suami Anabella. Kalaupun aku bukan suami Anabella, aku akan dihadapkan pada dua pilihan, memilih menjadi saksi atau advokat. Dan aku tetap tidak akan memilih menjadi saksi, karena tidak etis untuk seorang advokat memberikan bantuan hukum. Karenanya aku tetap menjadi pengacara untukmu dan bukan sebagai saksi”
Morino memajukan punggungnya. Kedua lengannya di atas meja. Tatapannya mendelik menatap tajam kearah wanita di hadapannya “Miko, apa mendiang istriku sudah membayarmu tiga kali lipat? Dan apakah dia sudah menyampaikan padamu kalau- aku menyukaimu?” Morino senyum dengan bibirnya sinis, terlihat mengerikan.
Miko langsung bangkit berdiri dan melangkah cepat bergegas akan keluar ruangan. Tetapi lengan Miko cepat-cepat di cekal oleh genggaman Morino. Pria itu dengan cepat ikut berdiri tanpa memandang wajah Miko.
“Mau kemana?” tanyanya dengan nada menyeramkan.
“Aku akan cari pengacara lain!” wanita itu berusaha melepaskan genggaman tangan Morino di lengannya.
“Tidak akan bisa. Aku adalah Pengacaramu yang dipilih langsung oleh Pengadilan”
“Lepaskan!”
Bukannya melepaskan Miko, pria itu justru mendorong Miko ke dinding dekat pintu.
Morino mendekatkan wajahnya ke wajah Miko. Wanita itu sangat ketakutan. Tapi ia tidak ingin menampakkannya di depan pria psikopat itu.
Miko terpojok. Jemari Morino mengelus pipi sang Dokter, jarinya bermain di sekitar wajah wanita itu.
“Kau tampak lebih cantik jika dari jarak sedekat ini” Bisiknya pelan.
Nafas Miko sangat cepat. Seolah ia akan dimangsa pria itu. Miko benar-benar ketakutan.
“Aku suda lama menunggu saat seperti ini. Aku sudah lama menginginkanmu, Miko” suara Morino pelan dan mengerikan.
“K-kau yang membuat istrimu menjadi depresi! Jangan harap kau bisa mengulangnya padaku!” pekik Miko dengan suara tertahan.
“Aku memang tidak berniat membuatmu depresi. Aku akan membuatmu luluh. Maka tolong jangan melawanku, maka kau akan baik-baik saja”
“Tidak! Ugh!” Miko mencoba menyingkir dari pria itu. Tapi Morino tetap menahannya.
“Kau tenang saja, Miko. Kau tidak akan berada di jeruji besi. Aku akan mati-matian membelamu sampai kau bebas dari tuduhan. Lalu, setelah kau bebas … kau akan menjadi milikku sepenuhnya” Suara Morino pelan namun terdengar mengerikan.
“Aku tidak mau menjadi milikmu! Aku tidak mau!” Miko berontak. Tetapi Morino kembali mengancamnya.
“Hey! Tenang dulu! Apa kau mau aku buat pernyataan yang bisa menjebloskanmu ke penjara! Mudah saja bagiku untuk membuatmu dihukum seumur hidup”
“Lebih baik aku berada di penjara, daripada harus hidup dengan psikopat sepertimu!” balas Miko berani. Walau sebenarnya ia sangat ketakutan menghadapi pria itu.
“Benarkah? Kau lebih memilih membusuk di penjara? Daripada hidup denganku penuh kemewahan?”
“Cih! Aku tidak sudi hidu- emmpph!”
Morino menutup mulut Miko dengan telapak tangannya. Mata Miko membulat seketika. Ia semakin merapat ke dinding.
“Ssshhh! Aku tidak perduli kau sudi atau tidak. Aku akan membuatmu menyerah. Dan kau akan menjadi milikku, suka atau tidak suka. Itu bukan pilihanmu, tapi itu adalah rencanaku!”
Morino melepaskan tekapan telapaknya di mulut Miko.
“Sekarang bersiaplah! Aku akan membuatmu seperti orang yang tak punya dosa” Morino kemudian membuka pintu dan keluar dari ruangan.
Miko yang masih bersandar di dinding memejamkan matanya kasar. Nafasnya belum teratur. ‘Ah tidak! Kenapa aku harus berurusan dengan pria itu!’
Miko memang belum menjadi tersangka. Ia hanya menjadi saksi sementara ini. Morino membelanya dihadapan semua penyidik dan pihak pengadilan.
Malam itu Miko di bolehkan pulang kerumahnya. Ia hanya diwajikan melapor esok harinya.
Miko seperti dihantui oleh Morino. Ia bahkan tidak tenang berada di rumahnya sendiri. Akhirnya Miko memutuskan untuk menginap di apartemen Mell, temannya.
Paginya,
Mell bangun lebih awal. Ia tidak sempat menyiapkan sarapan untuk Miko.
“Miko, bangun. Maaf aku tidak sempat membuatkanmu sarapan. Tapi di lemari es ada sosis dan kentang beku. Aku harus segera ke Rumah Sakit!”
Mell membangunkan Miko yang masih berselimut. Mata Miko membuka setengah. Karena ia sangat lelah kemarin.
“Ah, ya. Terimakasih Mell. Maaf merepotkanmu” ucap Miko yang masih setengah mengantuk.
“Kau disini saja dulu. Kalau kau mau keluar lalu kembali lagi, kau sudah tahu kan kode kunci digitalnya?”
“Ya, aku masih ingat, Mell. Terimakasih”
Siang sudah agak meninggi. Miko ingin meminum soda dingin. Ia ingin mendinginkan tubuhnya yang sedikit stress belakangan ini.
Miko keluar apartemen. Ia menuju vending machine di dekat toko roti di sebrang jalan.
Miko mengeluarkan sebuah koin dan memencet tombol untuk mengeluarkan minuman soda rasa sarsaparilla, kesukaanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Miko mengeluarkan ponsel dari dalam saku sweeternya, lalu ia membaca sebuah pesan masuk.
-Ternyata kau suka yang rasa sarsaparilla, ya? Kalau aku lebih suka Pepsi-
Wajah Miko tegang seketika. Ia langsung menoleh ke sekitarnya. ‘D-darimana dia tahu apa yang kupegang? Dimana pria itu? Apa dia sedang melihatku! Sial! Kenapa dia ada dimana-mana!’
Tiba-tiba sebuah pesan masuk lagi ke ponsel yang masih berada di jemari Miko.
-Kenapa? Kau mencariku?-
Miko membalas pesan itu.
-Aku akan pastikan kau tertangkap hari ini!-
Morino membalasnya lagi,
-Silakan saja. Tapi setelah laporanmu di terima Polisi, ucapkan selamat tinggal pada temanmu, Mell. Ah ya, sepertinya saat ini dia sedang di loby Rumah Sakit-
Miko buru-buru membalas pesan pria itu
-Tolong jangan apa-apakan Mell. Kumohon!-
Dia tidak membalasnya …
Miko mencoba menelpon Mell.
“Ya, Miko. Ada apa?” jawab Mell di sebrang telepon.
“Mell, apa kau sedang berada di loby?” tanya Miko dengan nada cemas.
“Ya, darimana kau tahu?” jawab Mell, membuat Miko tersentak dan diam seribu bahasa.
“Su-dah dulu ya, Mell” Miko menutup sambungan telepon dengan lemas.
Dia bahkan bisa tahu dimana Mell berada …
Miko yang khawatir akhirnya menelpon pria menakutkan itu. Setelah nada sambung terhubung, dan terdengar suara berat dari sebrang telepon …
“Tolong jangan kau ganggu temanku! Baiklah, aku tidak akan melaporkanmu ke Polisi” ucap Miko dengan nada setengah bergetar dan panik.
“Kenapa? Kau takut?” jawab Morino di sebrang sana.
Miko tidak menjawabnya.
“Baik. Aku akan membiarkan temanmu menikmati harinya sekarang. Tapi jika kau berani berurusan dengan Polisi, siap-siap saja mendengar kabar duka dari orang-orang terdekatmu”
“Sial!” umpat Miko setelah sambungan telepon diputus Morino.