Alika tidak pernah menyangka kehidupannya akan kembali dihadapkan pada dilema yang begitu menyakitkan. Dalam satu malam penuh emosi, Arlan, yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, mabuk berat dan terlibat one night stand dengannya.
Terry yang sejak lama mengejar Arlan, memaksa Alika untuk menutup rapat kejadian itu. Terry menekankan, Alika berasal dari kalangan bawah, tak pantas bersanding dengan Arlan, apalagi sejak awal ibu Arlan tidak menyukai Alika.
Pengalaman pahit Alika menikah tanpa restu keluarga di masa lalu membuatnya memilih diam dan memendam rahasia itu sendirian. Ketika Arlan terbangun dari mabuknya, Terry dengan liciknya mengklaim bahwa ia yang tidur dengan Arlan, menciptakan kebohongan yang membuat Alika semakin terpojok.
Di tengah dilema itu, Alika dihadapkan pada dua pilihan sulit: tetap berada di sisi Adriel sebagai ibu asuhnya tanpa mengungkapkan kebenaran, atau mengungkapkan segalanya dengan risiko kehilangan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Dukungan
Arlan menatap Terry tanpa ekspresi, tetapi matanya menyiratkan ketajaman yang sulit diabaikan. "Instingku belum pernah salah, Terry. Dan aku tidak akan berhenti sampai menemukan kebenarannya." Suaranya tenang, tapi ada ketegasan yang membuat siapa pun yang mendengarnya tahu bahwa ia tidak sekadar berbicara. "Jadi, jika kau memang tidak menyembunyikan apa pun, kau seharusnya tidak perlu takut."
Widi mengamati Arlan dengan tatapan yang sulit ditebak. Sejak di rumah sakit, ia sudah menduga putranya tidak akan begitu saja menerima keadaan ini. Ia mengenal Arlan, sekali pria itu merasa ada sesuatu yang tidak beres, ia tidak akan berhenti sampai menemukan jawaban.
Namun, yang lebih membuat Widi resah adalah bagaimana jika Arlan benar-benar menemukan bukti yang membuktikan Terry telah berbohong? Bagaimana jika semuanya berakhir lebih buruk dari yang ia bayangkan?
Ia menarik napas pelan, menenangkan pikirannya. "Arlan pasti sudah memiliki pemikiran sendiri. Aku harus memastikan segalanya tetap terkendali," pikirnya.
Tanpa menunjukkan kegelisahannya, Widi hanya menatap Arlan dan berkata dengan suara lembut namun penuh tekanan, "Kalau memang itu yang kau inginkan, silakan. Tapi ingat, kebenaran yang kau cari belum tentu membawa kedamaian."
Widi mulai meragukan Terry, tetapi ia belum sepenuhnya yakin. Sejak awal, ia memang tidak terlalu menyukai Terry, tetapi hasil tes yang menunjukkan bahwa Arlan dan Terry telah berhubungan membuatnya menerima kenyataan tersebut. Namun, melihat bagaimana Arlan bersikeras mencari kebenaran dan sikap Terry yang mulai goyah, Widi mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Dia tidak serta-merta percaya pada Arlan, tetapi nalurinya sebagai seorang ibu mengatakan bahwa jika Arlan sampai bersikeras seperti ini, pasti ada alasan kuat di baliknya. Widi berada di antara dua pilihan, tetap mendukung Terry demi menjaga kehormatan keluarga dan menghindari skandal, atau mulai mencari tahu sendiri apakah Arlan benar dan Terry memang menyembunyikan sesuatu.
Saat Arlan hendak meninggalkan ruangan, langkahnya terhenti ketika Alika melintas bersama Adriel yang masih dalam gendongannya. Anak itu tersenyum ceria sambil merentangkan tangannya ke arah Arlan. "Papa," panggilnya.
Terry yang duduk di sofa melirik ke arah Alika sebelum membuka suara dengan nada ragu, “Bukankah masa kontrak Alika sebagai ibu susu Adriel tinggal sebentar lagi?”
Widi langsung menanggapi. “Benar, kontraknya tinggal dua minggu lagi.” Tatapannya tajam mengarah ke Arlan sebelum beralih ke Alika. “Mama pikir, sebaiknya mulai sekarang Adriel lebih sering bersama Terry. Tidak bisa tiba-tiba dipisahkan begitu saja, nanti anak itu malah rewel.”
Alika terkejut, tapi dengan cepat menata ekspresinya. Ia menunduk hormat dan berkata pelan, “Saya mengikuti pengaturan dari Kak Arlan sesuai kontrak.”
Arlan yang sejak tadi diam mengetatkan rahangnya. Ia memang tidak setuju dengan keputusan ini, tetapi jika menentang ibunya secara terbuka, ia tahu Widi akan semakin keras menekan Alika.
“Jadi, mulai besok Alika tidak perlu tinggal di rumah ini setiap hari,” lanjut Widi. “Sehari menginap, sehari tidak. Lalu sehari menginap, dua hari tidak, dan seterusnya. Sampai Adriel terbiasa tanpa Alika. Dengan begitu, saat kontrak berakhir, tidak akan ada drama.”
Adriel yang masih di gendongan Alika tiba-tiba berseru, “Mama!” seraya menyandarkan kepalanya ke dada Alika, seolah tahu bahwa mereka akan dipisahkan.
Alika menggigit bibirnya, menenangkan Adriel dengan belaian lembut di punggungnya.
Sementara itu, Arlan mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, matanya dingin menatap ibunya. “Aku rasa itu terlalu mendadak,” katanya akhirnya, suaranya terdengar tegas. “kalau memang harus dipisahkan, transisinya harus lebih bertahap.”
Widi tersenyum tipis. “Justru ini sudah cukup bertahap. Lagi pula, Mama yakin Terry bisa menggantikan peran Alika dengan baik. Tidak perlu berlama-lama.”
Terry tersenyum kecil, berpura-pura rendah hati. “Aku akan berusaha sebisa mungkin, Tante.”
Meskipun perlahan mulai muncul keraguan terhadap Terry, namun bagi Widi, Terry tetap pilihan yang lebih baik daripada Alika. Setidaknya, Terry berasal dari keluarga yang lebih sepadan dan bukan dari latar belakang yang penuh kekacauan seperti Alika.
Apalagi, Alika adalah seorang janda yang pernikahannya berakhir dengan cara memalukan. Suaminya berselingkuh dengan ibu kandungnya sendiri, dan bagi Widi, itu cukup menjadi bukti bahwa Alika tak becus menjadi seorang istri.
Alika hanya diam, memilih tidak berdebat. Ia tahu, meskipun Arlan membelanya, Widi tidak akan mengubah keputusannya.
Arlan menghela napas, tahu ia tidak bisa melawan keputusan ibunya secara langsung. Tetapi ini memberinya waktu--waktu untuk memastikan kebenaran sebelum semuanya terlambat.
“Baiklah,” katanya akhirnya. “Kalau begitu, kita lihat saja apakah cara ini berhasil atau tidak.”
Tatapannya menusuk ke arah Widi dan Terry sebelum ia berbalik meninggalkan ruangan. Dalam hati, ia berjanji tidak akan tinggal diam.
Alika hanya bisa diam dan menerima keputusan apa pun yang dibuat Arlan. Bagaimanapun, di rumah ini, ia tak lebih dari seorang ibu susu Adriel dengan kontrak yang hanya berlangsung selama dua tahun.
***
Terry pulang dengan wajah berseri-seri. Langkahnya ringan saat memasuki rumah, seolah seluruh beban yang selama ini ia tanggung telah terangkat. Perkataan Widi bahwa ia bisa menggantikan peran Alika lebih baik menjadi bukti bahwa Widi berpihak padanya.
Dengan dukungan itu, ia semakin yakin bahwa posisinya aman. Selama Arlan tidak menemukan bukti tentang hasil tes dan rekaman CCTV yang telah ia sabotase, semua akan berjalan sesuai rencananya, gelar nyonya Arlan sudah ada dalam genggamannya.
Tanpa menunda waktu, ia langsung menghampiri kedua orang tuanya, Andra dan Mirna, yang sedang duduk di ruang keluarga.
"Papa, Mama!" serunya penuh semangat. "Sebentar lagi aku akan menikah dengan Arlan!"
Andra dan Mirna saling bertukar pandang, raut wajah mereka menunjukkan keraguan. Mirna mengernyit, sementara Andra menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dengan tangan bersedekap.
"Kamu tidak sedang berkhayal, 'kan?" tanya Andra dengan nada skeptis. Mengingat sudah begitu lama Terry berusaha mendekati Arlan tanpa hasil, kini tiba-tiba mengklaim bahwa pernikahan mereka akan segera terjadi, tentu saja sulit untuk dipercaya.
Terry mendesah, merasa tidak dihargai. "Tentu saja tidak, Pa! Aku sudah memastikan semuanya berjalan sesuai rencana." Ia duduk di hadapan mereka dan mulai menceritakan dengan antusias, awalnya rencananya hampir gagal tapi situasi telah berpihak padanya, mulai dari Arlan mabuk di bar, hasil tes yang menguntungkan, keputusan Widi, hingga langkah-langkahnya dalam mengamankan posisinya di sisi Arlan.
Mirna yang mendengar itu langsung tersenyum senang. "Kamu memang anak pintar, Sayang," katanya, nada bangga terdengar jelas. "Tahu bagaimana memanfaatkan keadaan. Lihat 'kan, Pa? Anak kita ini cerdas!"
Namun, Andra tidak ikut tersenyum. Tatapannya tetap tajam, penuh perhitungan. "Apa kau benar-benar yakin? Tidak ada celah sedikit pun yang bisa membuat Arlan mencium kebohongan ini? Dan Alika... kau yakin dia tidak akan bicara?"
Terry mengangkat dagunya, ekspresinya penuh keyakinan. "Tentu saja, Papa. Aku sudah menyingkirkan semua kemungkinan Arlan menemukan bukti. Dan Alika? Dia hanya wanita lemah. Aku akan memastikan dia tetap diam selamanya."
Andra menghela napas panjang dan menggeleng pelan. "Arlan bukan orang bodoh, Terry. Dia sangat teliti dan berhati-hati dalam bertindak. Mungkin sekarang dia belum sadar, tetapi jika dia mulai menyelidiki, kau pikir dia tidak akan menemukan kejanggalan?"
Terry menegang sesaat, tetapi dengan cepat tersenyum tipis, menutupi kegelisahannya. "Papa terlalu khawatir. Aku sudah menghapus rekaman CCTV, memastikan hasil tes mendukung, Alika tutup mulut dan Tante Widi pun ada di pihakku. Arlan tidak punya alasan untuk curiga lebih jauh."
Andra menatap putrinya tajam. "Jika kau ketahuan, ini mungkin bukan hanya berimbas pada dirimu sendiri, tetapi juga bisnis keluarga kita. Kau tahu siapa Arlan. Jika dia merasa dikhianati, dia tidak akan tinggal diam."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Adric jg sangat membutuhkan figur seorang ibu dan adric sangat nyaman sm alika....
Widi sangat menentang arlan menikah dgn alika krn keluarga alika berantakan..
keputusan arlan tdk bs diganggu gugat akan tetep menikahi alika....
bagas mendengar nama Arya membeku ada apakah dgn bagas dan Arya...