Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Xander mencoba menelaah rasa asing yang muncul dalam dirinya ini. Mungkin itu adalah rasa iba dan prihatin pada nasib Lily yang kurang beruntung dengan laki-laki.
Setelah sebelumnya berhadapan dengan tiga pria mesum di pinggir jalan. Sekarang harus menghadapi kakak tirinya sendiri yang rupanya tidak jauh berbeda.
Oleh karena itu, satu tangannya terangkat bersiap membelai kepala Lily. Sedangkan tangan lainnya sudah menggantung di udara, siap mengusap punggung gadis yang masih bergetar hebat itu.
Beruntung dia mendengar teriakan Lily dari dalam rumah. Kalau terlambat beberapa menit saja, ceritanya jelas akan berbeda. Xander sendiri bahkan tidak sanggup membayangkannya.
"Maafkan aku, Tuan. Aku tidak bisa menjaga diriku dengan baik seperti yang Tuan minta. Aku-"
Suara Lily membuat gerakan tangan Xander yang hampir menyentuh tubuh calon istrinya itu terhenti. Dia mengurungkan niat dan malah memasukkan lagi kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Kenapa kamu mudah sekali memeluk pria asing? Apa kamu akan selalu begini jika ada seorang pria yang menolongmu?"
Mendengar ucapan Xander membuat Lily seketika melepaskan pelukannya dari tubuh pria itu. Rasa malu dan tidak enak hati seketika menjalar ke seluruh tubuhnya.
Sungguh, dia tidak sengaja melakukannya. Itu hanya kebiasaan masa kecilnya yang terbawa hingga dewasa. Dulu, Lily kecil selalu berlari memeluk sang ayah atau ibu ketika sedang merasa takut atau panik.
Walau saat ini kebiasaan itu terpaksa harus sedikit berubah karena dia tidak memiliki lagi sosok pelindung yang dapat dia peluk. Satu-satunya orang dia percaya justru masih terbujur lemah di rumah sakit.
"T-tentu saja tidak, Tuan.
Aku tidak pernah sembarangan memeluk seorang pria. Aku hanya akan memeluk seseorang yang aku anggap bisa membuatku nyaman dan tenang. Dan aku-"
Kalimat Lily menggantung di udara kala melihat satu alis Xander naik ke atas. Ia menyadari ada kalimatnya yang salah dan Lily segera menyesali semua perkataan yang baru saja ia lontarkan.
Lily tahu kalau Xander pasti salah paham dengan ucapannya. Dia pasti berpikir kalau Lily menganggapnya sebagai tempat yang aman dan nyaman.
"M-maksudku. Aku-"
Lily kembali salah tingkah. Bicaranya terbata dengan wajah yang memerah. Berbeda dengan wajah Xander yang masih datar tanpa ekspresi. Dia malah berbalik dan berjalan menuju pintu.
"Cepat pakai pakaianmu. Aku akan menunggu di luar. Jangan lupa membawa semua berkas yang diperlukan untuk mengurus pernikahan kita. Kantor catatan sipil akan tutup pukul dua siang. Jangan membuang-buang waktu."
Xander pergi begitu mengatakannya.
Lily menghela nafas kasar begitu pintu itu tertutup. Pikirannya seketika kembali pada pengalaman mengerikan yang baru saja dia alami bersama Kaiser.
Lily segera melihat pergelangan tangan dan kakinya yang memerah akibat gerakannya yang terus memberontak. Dia juga mengingat bagaimana tubuh keduanya yang hampir telanjang itu bersentuhan.
Lily juga masih mengingat jelas akan setiap kata-kata menjijikkan yang keluar dari mulut kakak tiri yang seharusnya menjadi pelindung untuknya itu.
Lily kembali menangis. Rasa sedih, kecewa, takut, dan marah, semua bercampur padu. Demi menenangkan diri, dia bahkan harus menarik laci nakas dan mengambil obat penenangnya di sana.
Ya, sampai sekarang Lily masih bergantung pada obat-obatan tersebut walau intensitasnya sudah berkurang. Dia memiliki satu trauma berat yang belum benar-benar pergi dari hidupnya.
Sesekali, trauma itu masih datang untuk menyiksanya dan obat itulah yang selalu ada untuk membantunya. Lily menegak dua pil sekaligus kemudian meraih gelas berisi air di atas nakas dengan tangan gemetar.
Sudut bibirnya yang terluka, menciptakan rasa perih ketika dia harus meminum air. Namun, rasa sakit itu tidak ada apa-apanya dibandingkan trauma baru yang ditorehkan Kaiser dalam hidupnya.
Tubuh Lily masih gemetar sedangkan tangannya mengepal. Berusaha keras dia menghilangkan rasa cemas yang datang bersamaan dengan efek obat yang mulai terasa.
Lily harus menarik nafas melalui hidung dan membuangnya melewati mulut beberapa kali sampai dirinya benar-benar sudah kembali tenang.
Baru setelah itu, Lily pergi menuju lemari dan menyambar pakaian sekiranya pantas pantas untuk dipakai ke kantor catatan sipil. Setelah itu, Lily juga mempersiapkan diri.
Dia mengikat rambutnya tinggi lalu merapikan poni yang menutupi dahinya. Tidak lupa membubuhkan riasan tipis untuk menutupi luka-luka di wajahnya.
Setelah memastikan penampilannya terlihat cukup baik, Lily menyambar map yang berisi berkas data pribadi untuk mendaftarkan pernikahannya.
Tidak lupa juga beberapa barang pribadi yang semuanya sudah siap di dalam tas selempang andalannya. Setelah itu, Lily buru-buru berjalan menuju pintu rumahnya.
Dia celingukan kesana kemari mencari keberadaan pria aneh yang masih saja mengenakan topengnya itu. Hingga dia sadari pria itu sedari tadi menunggu di sisi mobilnya.
"M-maaf, Tuan. Aku" "Jangan membuang-buang waktuku, Nona. Aku tidak pernah bersikap sesabar ini terhadap seseorang. Jangan terus mengujiku."
Xander yang sudah tidak sabar menunggu segera memotong ucapan Lily.Sedangkan gadis itu hanya bisa meneguk ludahnya lambat melihat sikap pria itu yang seolah kembali ke setelan awal.
Diam-diam Lily menggerutu karena pria itu jelas tidak memahami perjuangannya untuk berdiri di hadapannya siang itu setelah melewati tragedi gelap bersama kakak tiri hingga harus mengkonsumsi obat penenang.
Namun, tentu saja Lily tidak punya pilihan selain menjalani hidupnya yang kini sepenuhnya berada di tangan pria dingin dan kaku di hadapannya itu.
"Maafkan aku, Tuan."
Hanya kata itu yang mampu Lily ucapkan. Air matanya bisa luruh lagi kalau ia banyak bicara. Sungguh, hatinya tidak setegar itu untuk menahan segala kesinisan orang lain.
Tidak menunggu lama, Xander segera masuk ke dalam ruang kemudi dari mobil range rover miliknya itu. Sedangkan Lily dengan tangan gemetar meraih handle pintu mobil tersebut.
Tentu saja dengan menyimpan segala rasa sakit di tubuhnya dan juga perasaan ragu yang diam-diam menderu, akhirnya Lily masuk ke dalam mobil mewah tersebut.
Lily berusaha keras menenangkan dirinya sendiri. Beruntung karena dia memang baru saja meminum obatnya. Setidaknya, dia akan bisa menjalani pernikahan hari itu dengan lancar.
Lily sempat melirik ke arah Xander yang tiba-tiba sudah mengganti topengnya dengan masker dan kacamata hitam.Walau terlihat berbeda, tapi Lily memakluminya.
Orang gila mana juga yang akan melangsungkan pernikahan di kantor catatan sipil dengan memakai topeng. Namun, penampilan baru itu kini justru membuat Lily semakin penasaran.
Walau status mereka hanyalah menikah kontrak nantinya, tapi tidak akan memungkiri kalau Lily berharap juga bisa hidup bersama pria dengan wajah tampan rupawan.
Dengan begitu setidaknya,dia bisa merasa sedikit bahagia menjalani pernikahan tersebut. Lily jadi menebak-nebak tampang seperti apa yang sebetulnya tersembunyi di balik topeng.
Tidak akan bisa membayangkan Lily kalau dia malah harus menikah dengan pria buruk rupa yang tidak jauh berbeda dengan berbagai penjahat kelamin yang sudah pernah ia temui.
Sudah dapat dipastikan dia akan hidup dalam nelangsa selama beberapa tahun ke depan. Lily tentu sama sekali tidak menginginkan hidup yang malang seperti itu.
"Pakai sabuk pengamanmu, Nona. Aku tidak akan memberikan biaya tambahan untuk pengobatan jika kepalamu sampai terbentur dashboard."
Lily merasa kesal pada pria di sisinya yang baginya begitu tidak konsisten. Terkadang ia menjadi lembut dan hangat, tapi terkadang dia bisa menjadi sangat dingin dan kaku. Seolah dia akan menikah dengan pria dengan dua kepribadian berbeda. Namun,sekali lagi Lily tidak bisa protes. Gadis itu hanya bisa melaksanakan perintah Xander. Baru setelahnya, mobil mewah itu keluar dari pekarangan rumah Lily menuju kantor catatan sipil yang ada di kota itu untuk pernikahan keduanya.
**