Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Bintang mengambil air mineral yang diberikan Yaya sambil menggeleng-geleng kepala. Nggak di sekolah, di jalan, dan di manapun mereka berada, tetap aja Gavin yang di nomor satukan sama nih cewek.
"Ya, bisa nggak gue minta makan?"
pertanyaan itu keluar dari mulut Manda. Keliatannya sih cewek itu memang sudah kelaparan. Yaya menatap tuh cewek sebentar. setelah sekian lama akhirnya Manda bicara juga. Ia tersenyum mengangguk kemudian mengambil makanan dus dan diberikan ke gadis itu.
"Nih." Yaya tersenyum lebar ke Manda yang dibalas dengan senyuman tipis Manda yang kaku. Tidak apa-apa. Yaya tidak terlalu mempermasalahkannya. Yang penting Manda sudah tidak begitu cuek seperti biasanya. Mata Yaya berpindah ke Garrel.
"Garrel mau makan juga?" tanyanya ceria.
Garrel mengangkat wajahnya melirik Yaya sebentar, menimbang-nimbang lalu mengangguk. Yaya langsung menyodorkan makanan tersebut dengan senang hati. Ternyata makanan yang ia beli tadi pagi tidak sia-sia. Garrel dan Manda sudah memakannya. Tinggal Bintang dan Gavin doang. Tenang saja, ia pasti bakal maksa mereka berdua biar mereka mau makan.
Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang siswa yang sepertinya panitia itu berdiri di ambang pintu. Mereka semua menatapnya.
"Semua peserta olimpiade harap masuk ke aula perlombaan sekarang." katanya. Mereka bersiap-siap berdiri lalu mengikuti siswa laki-laki itu. Cukup banyak murid yang menjadi peserta. Tentu saja dari bermacam-macam sekolah. Yaya duduk dibagian tengah aula, sementara Gavin dan yang lain dibawa kebelakang panggung. Mereka dapat urutan ketiga.
Yaya mengerucutkan bibirnya. Kenapa sih dia tidak diijinkan ikut kebelakang panggung. Kan bosan duduk sendirian kayak begini.
Gadis itu berubah semangat ketika nama sekolah mereka dipanggil dan Gavin bersama yang lain naik ke atas panggung. Mereka terlihat bersinar. Semuanya tampan, Manda juga cantik.
Tanpa sadar Yaya berdiri dari kursinya dan meneriakan nama Gavin kencang-kencang. Ia bahkan pake embel-embel sayang, sampai calon suami masa depannya setiap kali meneriakkan nama Gavin. Membuat siswa-siswi yang ada di situ menatapnya geli. Kenapa? Karena di antara semuanya, cewek itulah yang paling heboh walau hanya sendirian. Bahkan semua orang menertawainya karena merasa dia terlalu lebay. Ada juga yang merasa terganggu dengan teriakannya.
Sementara itu dari depan panggung Gavin menahan rasa malunya. Bintang sendiri mati-matian menahan diri supaya tawanya tidak pecah. Garrel hanya tersenyum tipis, dan Manda datar seperti biasa, memilih tidak peduli. Bagi Garrel, Yaya memang sedikit berlebihan. Tapi mungkin kalau dia yang jadi Gavin dia akan menerima Yaya menjadi pacarnya. Bukan karena wajah gadis itu cantik, tapi ia bisa lihat kalau selama ini perasaan cinta Yaya ke Gavin tidak main-main. Garrel memang tidak ada perasaaan lebih ke Yaya, tapi sebagai ketua kelas, ia sering memperhatikan gadis itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan Yaya. Cara Yaya memperlakukan Gavin di mata Garrel begitu tulus, tidak di buat-buat. Dia bisa merasakannya.
Semua peserta dan penonton akhirnya diminta fokus oleh pembawa acara karena lomba akan segera di mulai. Yaya kembali duduk. Ia tidak peduli pada beberapa pasang mata yang berbisik-bisik menatapnya. Matanya hanya fokus menatap Gavin yang tampak serius didepan sana. Sesekali ia akan melompat girang di saat kelompok mereka menjawab pertanyaan dengan benar. Bahkan hampir semua di jawab dengan benar oleh mereka. Yaya berdecak kagum. Ternyata Gavin bukan hanya tampan tapi juga pintar. Wahh... ia bertepuk tangan bahagia. Cowok kesayangannya memang idaman banyak orang.
Sekolah mereka menang babak pertama. Yaya cepat-cepat berlari kebelakang panggung ketika lomba babak pertama selesai. Matanya mencari-cari Gavin. Pria itu sedang duduk sendirian dibagian tengah.
"Gavin." seru gadis itu berlari ke Gavin, membungkuk didepan pria itu dengan kedua tangan bertumpu di lutut Gavin.
Gavin menutup matanya kesal. Awalnya ia biasa-biasa saja saat kepala sekolah menyuruh Yaya ikut dengan mereka, tapi ketika gadis itu membuatnya benar-benar malu di aula tadi ia jadi menyesali keputusan kepala sekolah mereka. Gadis ini tidak ada kelebihan sama sekali selain mengusik hari-harinya. Sejak masuk SMA, ia tidak pernah merasa tenang karena gadis ini.
"Kamu ngapain?" tanya Yaya mendongak ke atas menatap cowok itu.
Gavin menatap sekeliling. Ada peserta lain yang berada di situ bersama mereka dan tengah memperhatikan mereka. Lebih tepatnya dirinya dan Yaya. Pria itu tidak mau membentak Yaya didepan umum karena itu hanya akan mempermalukan gadis ini. Ia berpikir, mencari cara bagaimana mengusir gadis ini tanpa membuatnya malu. Kalau Yaya terus berada di sini, bisa-bisa dia tidak bisa fokus. Gavin lalu menunduk, mendekatkan wajahnya di telinga Yaya dan berbisik ke gadis itu.
"Lo bisa kan, jangan bikin gue malu. Sekarang pergi." bisiknya pelan tapi nada bicaranya dingin.
Yaya mengernyitkan keningnya menatap pria itu.
"Tapi aku kan harus ngu.."
"Pergi sekarang sebelum gue sendiri yang seret lo keluar." bisik Gavin lagi dengan penuh tekanan.
Yaya terdiam. Biasanya ia tidak akan peduli terhadap semua perkataan pedas pria itu tapi sepertinya sekarang ia merasa sedikit... terluka?
Meski begitu gadis itu tetap memaksakan seulas senyum biar dirinya tetap terlihat ceria didepan Gavin.
"Ya udah. Entar aku balik lagi yah. Kamu sama yang lain belajar aja lagi." ucapnya lalu keluar pergi.
Garrel dan Manda menatap kepergian Yaya. Gadis itu tidak balik ke dalam aula. Dia malah keluar lewat pintu belakang panggung yang langsung menuju keluar aula.
"Lo ngomong apaan ke sih permen karet?" tanya Bintang penasaran. Biasanya kan susah banget usir tuh cewek. Gavin hanya mengangkat bahu acuh tak acuh lalu fokus dengan lembaran kertas ditangannya.
Lima belas menit kemudian mereka kembali naik ke atas panggung. Kelompok Gavin berhasil mencapai babak final.
"Sih Yaya kemana?" bisik Bintang ke Gavin. Mereka sama-sama melihat ke kursi yang di duduki gadis itu tadi.
Bintang merasa heran karena semenjak babak kedua tadi Yaya sudah tidak berada di tempatnya. Sejak Gavin berbisik ke gadis itu dan gadis itu pergi. Aneh, batinnya.
Di sisi lain ada perasaan khawatir juga dalam hati Gavin. Bukan hanya Bintang, sebenarnya ia juga mencari-cari keberadaan Yaya sejak tadi. Apakah gadis itu benar-benar pergi? Apa perkataannya terlalu kasar tadi? Tapi Yaya keliatan tidak tersinggung sama sekali.
"Baiklah! Kita akan masuk ke babak final." ucapan MC membuat fokus Gavin terbagi. Nanti saja memikirkan Yaya.