Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke Semula
Ingatan masa kecilnya menyerbu saat mobil memasuki gerbang, terus masuk dan berhenti di depan bangunan satu lantai bercat putih itu. Rumah masa kecilnya. Rumah yang menjadi saksi perasaannya yang utuh. Perasaan bahagianya.
Pintu mobil dibukakan oleh Pak Usup. Tapi Rosa membeku.
Takut.
Setelah beberapa saat ragu untuk turun, untuk masuk ke rumahnya, Rosa memejamkan mata. Memantapkan hatinya untuk bisa melangkah maju. Tapi akhirnya kakinya membawanya turun dari mobil dan mulai melangkah mengikuti Pak Usup yang mendahuluinya sambil membawa koper.
Rosa menarik napas. menggigit bibir dalamnya, dengan tangan mengepal, ia membuka sepatu.
Masuk ke rumah masa kecilnya membuat Rosa merasakan gejolak penolakan. Apalagi baru selangkah masuk ruang tamu, matanya disambut oleh foto berukuran besar dengan Papa, Rosa, Rama, dan Mama, yang menggantung menghiasi dinding ruang tamu. Foto terakhir yang mereka ambil sebelum semuanya berubah.
Rosa memalingkan muka, tidak sanggup menatap foto itu lagi. Foto yang menangkap kebahagiaan mereka. Karena sekarang entah menguap kemana perasaan itu. Yang tersisa hanya sesak yang semakin kaki Rosa melangkah masuk semakin mencekiknya.
Setiap sudut rumah ini masih meninggalkan jejak Mama. Mama yang menggantungkan pigura foto itu disana. Mama yang meminta ruang tamu dicat warna putih gading. Mama yang memilih bantal sofa. Mama yang mengatur tiap jengkal dari apa saja yang akan digantung di dinding, disimpan di mana lemari, menghadap mana disimpannya TV, bahkan warna gorden masih warna pilihan mama.
Mata cokelat Rosa seketika berkabut. Dia seperti masuk kembali kedalam dunianya mama. Dia merasa terperangkap. Dia merasa sangat merindukan mama.
Rosa bahkan tidak bereaksi saat Bu Asih, asisten rumah tangga, yang ternyata masih bekerja untuk Papa, menyambutnya dengan terharu. Membawa Rosa ke kamarnya. Kamar masa kecilnya yang sekarang sudah disulap menjadi kamar yang sudah siap dia tempati.
Napasnya baru normal kembali setelah Bu Asih memberinya segelas teh manis hangat. Hangat yang mengalir di tenggorokannya membawanya kembali ke kenyataan.
Dia berdiri di tengah kamarnya. Kopernya sudah berada di dekat meja belajar yang berwarna cokelat muda dan putih. Sebuah laptop sudah bertengger disana. Tidak perlu membuka lacinya untuk tahu bahwa semua jenis dan warna bolpoin, pensil, penghapus dan semua kebutuhan belajar sudah terisi di dalamnya.
Matanya kemudian menyusuri setiap jengkal isi kamarnya. Tempat tidur Belle-nya dulu sudah berganti dengan ranjang kayu polos, dengan kasur berseprai polos warna pink blush. Meja belajar dan kursinya di samping tempat tidur.
Jendela besar juga masih ada disana. Jendela itu menghadap taman belakang rumah. Rosa duduk di sofa yang diletakan di bawah jendela, ada lemari buku yang masih kosong di samping sofa.
Matanya menatap keluar jendela, ke taman belakang yang masih juga ditumbuhi oleh bunga-bunga. Rosa melihat lengkungan besi yang dulu diminta mama untuk dipasang agar bisa membuat terowongan mawar. Sekarang lengkungan besi itu sudah penuh oleh batang-batang mawar yang saling melilit menjadi terowongan bunga. Ada beberapa bunga yang masih kuncup terlihat disana. Rosa tersenyum kecil.
“Cantik sekali, Ma,” bisiknya.
Dia lalu membuka pintu kamar mandi. Sudah tidak ada lagi bebek-bebek kecil teman mandinya saat kecil dulu. Sekarang sudah bersih mengkilap dengan wangi vanila yang menyapa hidung Rosa, wangi dari satu set sabun dari merk luar negeri. Tangannya kembali menutup pintu itu.
Kemudian dia beralih pada kopernya. Rosa mulai membereskan bawaannya yang tidak seberapa. Selesai memindahkan buku-bukunya. Rosa beralih pada ruangan kecil yang menjadi walk in closet-nya.
Tidak terlalu kaget saat melihat isinya. Kaos, celana jeans, cardigan, jaket, bahkan dress-dress serupa yang dia punya di desa sudah tersusun rapi. Di bagian lainnya baju-baju tidur juga sudah bertumpuk. Rosa segera tahu bahwa di laci itu juga sudah tersusun underwear-nya.
Di satu pintu lagi Rosa melihat tas-tas lucu yang tergantung, berwarna hitam dan putih. Dibawahnya sudah bertumpuk beberapa kotak sepatu. Rosa membuka salah satu laci. Disana juga sudah lengkap jepit-jepit kecil, karet rambut, dan cincin-cincin lucu.
Diatas meja rias yang masih juga berwarna senada lemari tersusun satu set skincare yang Rosa pakai, beberapa lip produk yang belum Rosa kenali, dan beberapa parfum dari merk terkenal. Juga satu set make up dengan kotak-kotak lucu bergambar kupu-kupu. Satu vas cantik dengan rangkaian bunga mawar berwarna pink juga tertata disana. Rosa menarik napas. Lalu duduk di kasurnya.
Inilah sebabnya dia tidak membawa banyak barang. Karena dia sudah tahu bagaimana Papanya.
Rosa tahu Papa akan membuat semuanya mudah untuknya. Dia harusnya bersyukur, dan menjadi anak baik. Harusnya dia tidak pergi dan menghilang di rumah nenek. Harusnya begitu. Tapi itu benar-benar jalan terbaik. Karena perasaannya bisa lebih baik saat bersama nenek. Dan dia kembali hancur saat masuk rumah ini lagi.
Dia kembali merindukan Mama.
Mamanya yang meninggalkannya dengan luka, amarah, dan kebencian.
Bukan kepada mama. Tapi kepada Papa. Kepada Rama.
-o0o-
“Nama saya Rosa, Aysarosa Nirmala.”
Bu Nina, guru wali kelas X-3, kelas Rosa sekarang berdiri, menunggu Rosa melanjutkan kalimatnya. Setelah yakin Rosa hanya bicara sebaris kalimat itu, Bu Nina tersenyum, “Rosa baru pindah hari ini. Berteman yang baik, ya,” katanya pada seluruh penghuni kelas.
“Iya, bu,” jawab anak-anak kelas X-3 kompak.
“Baiklah, Rosa duduk di kursi yang kosong itu aja. Vira nanti istirahat ajak Rosa mengenal sekolah, ya,” Bu Nina menunjuk kursi kosong di barisan ketiga sambil menatap salah seorang murid yang duduk di depan meja guru.
Rosa segera tahu karena cewek bernama Vira itu langsung berdiri, “Iya, Bu,” jawabnya santun. Dia menatap Rosa kemudian tersenyum, “Aku Vira, Rosa, kita keliling nanti istirahat, ya?” katanya sambil mengulurkan tangan.
Rosa menerima uluran tangan Vira, tersenyum kaku kemudian mengangguk.
“Ayo duduk. Pak Iko sudah menunggu,” kata Bu Nina lagi lalu keluar kelas mempersilakan Pak Iko, yang nama lengkapnya Pak Jatmiko, guru pelajaran matematika, yang sudah berumur itu masuk kelas.
Rosa duduk di kursi yang sudah ditunjukan Bu Nina. Menyimpan tasnya di laci meja. Lalu mengeluarkan buku matematika. Semua informasi tentang sekolah barunya ini sudah dia terima kemarin. Seragam dari senin sampai jumat, jadwal pelajaran dan siapa gurunya, denah sekolah, sampai informasi tentang ekskul juga sudah diketahuinya.
“Hai, Rosa, aku Najwa,” teman semejanya menyapa sambil mengulurkan tangan.
Tangan Rosa menjabat tangan Najwa, “Rosa,” jawabnya. Mata Rosa melirik sekilas Najwa yang ternyata bermata hitam tajam dengan rambut panjang bergelombang yang cantik. Najwa memakai seragam dengan tangan panjang, tapi dia tidak memakai kerudung. Senyumnya cerah sekali sampai-sampai Rosa merasa tenggelam dengan kekakuannya.
Kembali ada yang memanggil namanya dengan bisikan dari meja sebelah kirinya. Rosa berbalik, cewek yang memanggilnya itu punya pipi yang chubby dengan kulit kuning langsat, matanya terang menatap Rosa dengan kekagetan. “Kamu inget aku, gak?”
-o0o-