Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB TUJUH BELAS
Tyas memang sadar, meski dia dan Rayyan hanya menikah siri, tapi tetap saja mereka sudah sah menikah. Namun bukan lantas, dia siap menjalani malam pertama pernikahan.
Tyas belum mengenal seluk beluk Rayyan secara pasti. Banyak sekali pertimbangan yang perlu dia lalui di otaknya.
Bagaimana kalau ternyata Rayyan pergi meninggalkan dirinya setelah berhasil menyetubuhinya? Meski nantinya mereka akan bercerai, setidaknya Tyas tak ingin repot karena memiliki anak tanpa ayah.
Bukan sekarang waktunya. Mereka masih perlu berdiskusi dulu, yah, Tyas rela memberi hak Rayyan sebagai suami, tapi nanti saat Rayyan mungkin sedia pengaman.
"Aku belum siap, Mas!"
Setelah mendorong suaminya hingga terduduk di lantai, Tyas berlari ke arah pintu lalu keluar sampai ke taman bahkan pintu pagar.
"Rayyan!" Tyas berteriak ketika suaminya berhasil memeluknya dari belakang bahkan mengangkatnya untuk kembali masuk ke dalam rumah.
"Rayyan, tolong, jangan dulu!" Tyas sempat tertawa karena geli di leher yang diserang gigitan suaminya. "Rayyan!"
Dari jendela kamar lantai atas di rumah sebelah, tampak seorang pria mengerutkan keningnya. Dia juga menyapu matanya, mempertajam penglihatannya untuk memastikan yang dilihatnya tidak salah.
Ervan sekali lagi mengucek mata, berusaha eling, berusaha sadar, akhir- akhir ini dia memang sering memikirkan Tyas dan Rayyan, tapi kali ini otaknya benar- benar parah.
Bisa- bisanya dia berhalusinasi jika Rayyan dan Tyas berlarian bahkan berpeluk mesra di taman depan rumah sebelah, rumah paling mewah di komplek ini yang tak pernah kelihatan penghuninya.
"Mas!" Ervan terjaga dari lamunannya, lalu menoleh ke arah gadis berhanduk kimono dan rambut basah itu.
Laras tersenyum manis, mendekat dengan tatapan sensual, meraba dada bidang Ervan yang kemudian disingkirkan si pemiliknya.
"Mas..." Bibir Laras memberengut, Ervan berjalan ke kamar mandi untuk bergantian membersihkan diri. Akhir- akhir ini Ervan berubah, tidak lagi hangat, malah terkesan hanya mau bersentuhan saat ingin bercinta.
Sesudah itu, Ervan menjadi dingin dan tak mau mengeluarkan kata- kata. "Kamu kenapa sih, Mas? Kamu mau aku ajak ke ranjang, tapi nggak mau aku ajak menikah! Jangan- jangan kamu juga begitu sama, Mbak Tyas?"
"Tyas beda sama kamu!" Ervan menyela ketus, tak terima ketika Tyas disamakan dengan gadis semacam Laras.
Hal yang membuat Laras tersulut. "Jadi kamu anggap aku apa selama ini Mas?"
"Kamu yang merayuku, kan? Sekarang, Tyas jadi nyalahin aku, sampai- sampai Tyas menikah sama cowok nggak jelas!" Ervan kesal dan melampiaskannya pada Laras.
"Mas masih peduli?"
"Jelas, dia pacar ku!"
Ervan mungkin gila karena sampai saat ini, Ervan masih anggap Tyas kekasihnya, cepat atau lambat Tyas akan dicampakkan pemuda tengil yang menikahinya, dan Ervan siap memungut Tyas kembali.
"Terus aku apa?" Laras berteriak.
Ervan tertawa samar. "Dari awal kamu sendiri yang bilang, kamu suka sama aku, kamu mau aku jadikan simpanan, jadi selamanya, kamu ya simpanan! Kecuali kamu mau kita putus!"
"Kita sudah melakukan hubungan seperti suami istri, dan Mas bilang gini?" Laras tak percaya jika Ervan akan sebejat ini.
"Aku bukan yang pertama kan?" Ervan mau tidur dengan Laras karena dia tahu Laras sudah biasa melakukan hubungan seks.
"Iya, tapi..." Laras tak selesai bicara karena Ervan sudah masuk ke kamar mandi bahkan mengunci pintunya. "Mas!"
Laras mendengus kesal, tapi sungguh, Laras tak mau menyerah begitu saja, dia harus berhasil memiliki Ervan, pemuda bujangan yang paling sukses di kampungnya.
Laras ingin menutup gorden karena dia ingin mengganti pakaiannya, tapi kemudian mata bulatnya tertuju pada sepasang suami istri yang berlarian di taman sana.
Sepintas saja Laras melihat, lalu pasangan itu masuk kembali ke dalam rumah. "Loh, itu kok ceweknya kayak, si Tyas!" gumamnya heran.
Laras menggeleng kemudian. "Mungkin mirip, nggak mungkin Tyas ada di rumah semewah itu kecuali jadi pembantu rumah tangga!"
...°^\=~•∆•∆•~\=^°...
"Ini dapurnya, kamu bisa masak apa pun di sini, sesuka kamu." Rayyan menunjukkan dapur luxury miliknya pada Tyas.
Setelah cukup berlarian karena penolakan Tyas, Rayyan mengampuni wanita itu, ok, masih sore, tunggu sampai nanti malam dan Rayyan akan mulai kembali.
Tyas menyisir seluruh ruangan ini, cantik, bersih, berkilau, benar- benar sama persis seperti yang ada di deskripsi narasi sebuah novel yang pernah dia baca.
"Dapur ini juga multifungsi, asal kamu tahu, karena selain bisa buat masak, kita juga bisa bikin anak di sini!"
Rayyan mendemonstrasikan posisi Tyas berbaring di meja sedang dia berdiri. "Kamu di sini dan aku di sini. Agh!"
"Astaghfirullah, Rayyan!" Tyas menampar punggung Rayyan yang tertawa cekikikan.
Sumpah, Tyas baru tahu, ada yang lebih mesum dari pada Ervan. Walau Tyas akui, setidaknya Rayyan berani menikahinya.
Rayyan kemudian menggandeng tangan Tyas, keduanya berjalan ke arah lift. Menekan tombol open untuk ditunjukkan pada Tyas.
"Kamu harus tekan ini, kamu bisa lewat sini kalau mau ke lantai atas. Tapi nggak perlu ke atas karena kamar kita di bawah."
Tyas hanya diam saja, walau masih banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan, dan sulit dia utarakan karena masih terhalang rasa segan.
"Setiap hari, ada yang ke sini buat beresin rumah, sama taman depan belakang, nyuci pakaian, mobil, motor dan lainnya. Jadi kamu nggak perlu capek- capek bersihin rumah ini."
"Ray...," panggil Tyas.
"Hmm?" Rayyan menoleh, lalu menatap intens wanita yang dia nikahi satu minggu lalu.
"Kamu beneran pesugihan?"
"Kamu takut aku jadiin tumbal." Rayyan tertawa, sementara Tyas masih serius menatapnya. "Tenang, masih ada Guntur."
Tyas merinding mendadak, sebenarnya dari mana Rayyan mendapatkan uang banyak? Dia masih takut jika Rayyan ini seorang mafia, atau pelaku pesugihan.
Keduanya masuk ke sebuah pintu, Rayyan berjalan ke tepi jendela, membuka gorden kamar tersebut. "Ini kamar kita," ujarnya.
Rayyan juga menjatuhkan diri di atas ranjang empuk miliknya. "Ini ranjang kita," katanya.
Yang membuat Tyas meremang adalah, ketika Rayyan mengayunkan tubuhnya di atas sana sambil mendesah. "Ah, ah!"
"Rayyan!" Tyas melempar bantal sofa tepat di wajah suaminya yang tertawa cekikikan.
Tyas mengikuti langkah kaki Rayyan menuju sebuah pintu yang lantas dibukanya. "Di sini kamar mandi kita," tambah Rayyan.
"Sekalian jadi kamar buat buang desah sama keringet kita," bisik Rayyan di telinga Tyas.
"Mesum!" Tyas keluar sebelum setan kamar mandi membisikkan godaan aneh di telinga suaminya yang tengil.
Rayyan lantas menarik Tyas agar masuk ke ruangan lainnya. Di mana lemari- lemari tinggi juga laci- laci berjajar di sana. "Di sini kamu ganti pakaian," ucapnya.
"Taram!" Rayyan juga membuka satu lemari yang isinya pakaian tipis dan transparan, hal yang tentunya membuat Tyas terperangah.
"A-apa ini?"
"Pakaian wajib kamu setiap hari."
"Hah?" Tyas mematung dengan bibir yang terbuka, dan itu membuat Rayyan akhirnya tergoda untuk mengecup bibirnya sekilas.
Rayyan lantas membentangkan satu dress hitam berenda yang transparan. "Konsepnya, aku pulang kuliah, terus kamu sambut aku pake baju ini, tet tet teeew!"
"Rayyan!" Tyas selalu khilaf ingin memukuli suaminya, tapi pemuda itu justru tertawa- tawa bagai mendapat ciuman mesra.
"Buka lacinya." Rayyan berdiri di belakang Tyas, memeluknya, lalu menyuruh Tyas membuka laci di depan mereka.
Tyas takut jika ada bom atau senjata yang akan Tyas dapati di balik sana, makanya dia lebih memilih untuk menggeleng.
"Nggak mau!"
Rayyan meremas perut Tyas. "Buka lacinya apa mau aku buka baju kamu secara paksa?"
Ancaman yang akhirnya membuat Tyas mau membuka laci putih tersebut. Sebuah kotak kecil tergeletak di dalamnya.
Rayyan lalu membuka kotak itu, dan segera terpampang jelas dua cincin cantik yang tersemat di dalam kotak tersebut. "Taram!"
Melihat keindahan itu, Tyas menundukkan wajahnya sendu, dia teringat saat Ridwan sang ayah juga memberikan kejutan seperti ini untuk dirinya. Memang hanya cincin emas biasa, tapi caranya begitu manis seperti ini.
"Hey, kenapa?"
Rayyan mengusap air yang tiba- tiba meleleh di pipi istrinya. Walau Tyas tak menjawab, tapi dia cukup tahu, jika Tyas mungkin mengingat almarhum ayah yang baru saja berpulang.
Rayyan kemudian meraih satu cincin dari kotaknya, segera menyematkan benda bertahta berlian tersebut di jari manis Tyas yang sepertinya menyukai keindahan ini.
Terlihat dari senyum kagum yang tersungging ketika Tyas menatap cincin itu. "Cincinnya cantik."
"Ini cincin couple kita, jadi jangan sampai kamu lepas!" kata Rayyan.
Rayyan juga menyodorkan jarinya, lalu Tyas menurut untuk menyematkan cincin satunya di jari manis Rayyan. Meski satu konsep yang sama tapi sepertinya material cincin yang ini bukan dari emas.
Meski demikian, Tyas yakin harga dari sepasang cincin couple ini pasti sangat amat mahal baginya. "Jadi kapan Mas Guntur diambil setan pesugihan kamu, Mas?"
itu kata om opik
itu juga yg ak alami
skrg tertawa
bebrapayjam lagi cemberut
lalu g Lma pasti nangis