"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Tak hanya sang bos, Susi salah satu teman Indah yang cukup akrab dengannya pun menanyakan hal yang sama.
"Dia kok pakai bajunya kayak gitu sih?" Entah apa yang begitu salah dari pakaian Asya hingga mareka tidak suka melihatnya.
"Tadi gue udah kasih salah satu baju gue tapi dia nolak. Katanya seksi banget," jawab Indah.
"Ck! Sok cantik banget sih jadi orang. Udah bagus ada yang mau minjemin," kata Susi sambil memasang wajah tidak suka.
Baiklah kembali pada Asya yang sedang berlatih sedikit untuk mengambil nada dengan pemain keyboard setelah memilih lagu. Dan ketika sudah siap, Asya pun maju ke depan. Musik mulai terdengar, Asya pun mulai bernyanyi dengan santai.
Beberapa dari mereka, termasuk pemain keyboard dan sang bos kagum dengan suara Asya. Bahkan penonton yang sepertinya memang sudah menunggu Asya tampil mulai mengambil tempat di depan panggung untuk menonton Asya lebih dekat. Meski hanya menggunakan make up tipis, kecantikan alami wajah Asya memang tak diragukan lagi. Bisa memikat siapa saja yang melihatnyanya. Dan aura itu semakin terpancar saat Asya berada di atas panggung.
Sang bos yang tadi jengkel karena pakaian Asya kini tak bisa menahan perasaan senangnya melihat penonton yang terlihat sangat menikmati penampilan Asya, tak terkecuali dirinya sendiri.
Setiap penyanyi punya tugas menyanyikan dua lagu di setiap penampilan. Perubahan terlihat setiap kali penyanyi lain yang tampil hanya ada beberapa orang menonton namun saat Asya yang tampil, penonton akan banyak berkumpul. Tak jarang dari mereka juga meminta agar Asya menyanyikan lagu yang mereka inginkan. Asya sendiri tidak keberatan selama dia tahu lagu tersebut maka dia akan menyanyikannya. Bahkan ada yang berteriak agar Asya bernyanyi lebih lama namun hal itu tidak bisa dilakukan sebab segalanya sudah diatur.
"Roy, kamu dapat penyanyi dari mana itu? Udah cantik, suaranya bagus, pakaiannya juga sopan lagi," tanya salah satu tamu. Sekarang mereka semua sedang istirahat sekalian makan siang
"Itu temennya Si Indah. Namanya Asya," jawab Roy dengan bangganya.
"Kenapa gak dari dulu aja kamu panggil dia. Aku yakin sih dia bakalan jadi primadona di sound sistem milikmu."
Mendengar ucapan pria itu membuat Roy menatap ke arah Asya yang sedang asyik menyantap makanannya. Dari sini saja Roy bisa melihat bagaimana pandangan orang-orang terhadap Asya.
Tak hanya berhasil menarik hati para pria seusianya, Asya juga berhasil menarik perhatian para ibu-ibu. Padahal gadis itu sedang makan namun ada saja ibu-ibu yang meminta untuk berfoto dengannya. Mereka benar-benar mengira Asya ini seorang artis.
"Kayaknya kamu bener. Dia bakalan jadi primadona."
Setelah selesai makan siang, mereka kembali ke rumah tadi untuk berganti pakaian. Kali ini mereka kompak mengenakan baju berwarna merah maroon.
"Sya, kayaknya banyak yang suka nih sama kamu," goda Indah sambil menyenggol bahu Asya. Gadis itu sampai tersipu malu dibuatnya.
"Alhamdulillah kalo banyak yang suka," balas Asya merasakan wajahnya memanas. Bisa dia pastikan pipinya sedang memerah saat ini. Satu-satunya yang menyukai Asya di sana hanya Indah. Yang lain justru memberi tatapan yang tidak bersahabat namun karena Asya sendiri hanya memperhatikan Indah, jadi dia tidak sadar akan hal itu.
Roy kembali memanggil mereka dan kali ini dia tak lagi protes dengan pakaian Asya. Meksi pakaiannya saat ini lebih tertutup lagi dari yang pertama. Baginya yang penting itu Asya, pakaian tidak penting. Bahkan pria yang mungkin seusia dengan Hamid itu tersenyum penuh kebanggaan pada Asya. Dan setiap kali Asya akan bernyanyi secara khusus pria itu menyemangatinya. Roy tidak sadar jika perlakuannya itu telah menimbulkan perasaan iri pada penyanyi lain kecuali Indah semakin besar pada Asya.
***
Asya tak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya ketika Bang Roy memberinya honor sebanyak tiga ratus ribu, sesuai dengan perjanjian awal. Tak hanya mendapat honor, tadi juga Asya mendapat saweran yang cukup banyak meski awalnya dia merasa takut karena kebanyakan penyawer itu laki-laki. Asya takut mereka akan kurang ajar. Namun pada kenyataannya tidak, mereka hanya ikut bergoyang bersama mereka tanpa tingkah macam-macam.
"Gimana, Sya? Lumayan banget kan?" tanya Indah sambil memainkan kedua alisnya.
"Iya, alhamdulilah," jawab Asya tersenyum lebar.
Penyanyi yang lain sudah pulang lebih dulu, sementara Aysa dan Indah menunggu jemputan mereka. Ayah Asya yang lebih dulu datang. Karena jemputan Indah belum datang, Asya dan sang ayah ikut menunggu menemani Indah. Lagipula Asya juga tidak tega meninggalkan Indah. Apalagi sudah larut malam. Untung saja mereka tidak perlu menunggu terlalu lama.
"Kalo ada rejeki kita beli motor sendiri ya biar gak perlu diantar jemput lagi," canda Indah mengundang tawa sebelum naik ke atas motor dan mereka pun pulang bersama-sama. Kebetulan juga arah rumah mereka sama.
Setelah sampai di rumah, ternyata Yani belum tidur karena menunggu Asya dan Hamid pulang.
"Nih buat Ibu," kata Asya menyodorkan uang honor yang dia dapat tadi.
Yani tak bisa membendung rasa harunya lalu mengambil uang tersebut. Seharusnya dia yang menyodorkan uang pada sang anak, bukan malah sebaliknya. Namun apa daya keadaan tak memungkinkan hal itu terjadi.
"Makasih ya, Nak," ujar Yani.
"Iya sama-sama, Bu," jawab Asya memberi sang ibu pelukan. "Nanti Ibu bayar utang di warung biar gak ditagih lagi. Sekalian ibu beli sembako juga," katanya kemudian. Yani hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Kalo gitu Asya masuk dulu ya. Capek banget. Besok harus nyanyi lagi," kata Asya.
"Besok kamu ada panggilan lagi?" tanya Hamid lalu melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat beberapa manit.
"Iya, Pak. Alhamdulilah. Kalo gitu Asya istirahat dulu ya," kata Asya lalu beranjak dari sana.
Hamid dan Yani ingin melarang sebab kasihan anaknya jika setiap hari bekerja dari pagi hingga malam seperti ini. Namun melihat wajah bahagia Asya membuat niat mereka urung. Tapi, mereka akan tetap memberitahu Asya nanti agar jangan terlalu memaksakan diri.
Sampai di kamar, Asya melihat Luna terbangun dengan wajah kusut.
"Kakak baru pulang?" tanya Luna dengan suaranya yang parau.
"Iya," jawab Asya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur beberapa saat sebelum bangun kembali untuk mengambil tas kecilnya. Gadis itu mengeluarkan uang lembaran lima ribu, sepuluh sampai dua puluh ribu dari sana lalu menghitungnya.
"Wah! Ternyata beneran banyak juga dapat sawerannya tadi," kata Asya setelah selesai menghitung uang yang ternyata berjumlah seratus lima puluh ribu. Dia lalu memberikan lima puluh ribu pada Luna.
"Nih buat Lo jajan," kata Asya.
"Makasih, Kak," jawab Luna tersenyum.
"Sama-Sama," timpal Asya.
Gadis dengan rambut panjang itu benar-benar merasa sangat bangga pada dirinya sendiri karena bisa memberikan uang pada keluarganya. Meski itu memang tidak seberapa namun setidaknya itu dari hasil keringatnya sendiri.
Baiklah. Sekarang saatnya dia tidur sebab besok dia harus kembali bekerja dan bertekad untuk menghasilkan uang yang banyak agar keluarganya tidak merasa kekurangan lagi.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,