NovelToon NovelToon
Selamat Dari Tumbal Pesugihan

Selamat Dari Tumbal Pesugihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Kumpulan Cerita Horror / Tumbal
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alin26

Entah dari mana harus kumulai cerita ini. semuanya berlangsung begitu cepat. hanya dalam kurun waktu satu tahun, keluargaku sudah hancur berantakan.

Nama aku Novita, anak pertama dari seorang pengusaha Mabel di timur pulau Jawa. sejak kecil hidupku selalu berkecukupan. walaupun ada satu yang kurang, yaitu kasih sayang seorang ibu.
ibu meninggal sesaat setelah aku dilahirkan. selang dua tahun kemudian, ayah menikah dengan seorang wanita. wanita yang kini ku sebut bunda.
walaupun aku bukan anak kandungnya, bunda tetap menguruku dengan sangat baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 8

*Alarm ponsel berbunyi*

Dengan mata masih terpejam, kuraih ponsel di atas nakas. Lalu, mematikan alarmnya. "Novita, bangun!" Setengah sadar aku mendengar seseorang memanggil.

"Novita, bangun!"

"Iya, bentar ih, masih ngantuk," balasku seraya menutup kepala dengan bantal.

Kesadaranku berangsur-angsur pulih. "Loh? Suara siapa itu?" batinku sambil pelan-pelan membuka mata.

Argh!

Teriakku ketika melihat seorang wanita berambut panjang sedang berdiri di dekat tempat tidur. Tepatnya di sisi kanan tempat tidur, dekat nakas.

Dug!

Panik dan takut, membuatku terjatuh ke sisi kiri tempat tidur. "Pergi!" teriakku. "Mau apa kamu? Pergi!"

Tak ada balasan dari sosok itu. Perlahan kunaikan kepala dari bawah tempat tidur. Mengintip. Sosok itu sudah menghilang. "Mbok!" Aku teriak ketakutan sambil berlari ke luar kamar. "Mbok!"

Tidak ada jawaban. Apa Mbok Wati sedang tidak ada di rumah? Berarti aku sendirian. "Mbok!" teriakku lagi.

"Iya, Non," sahut Mbok Wati dari pintu depan.

Dengan sigap aku berlari ke pintu depan. "Ada apa, Non?" tanya Mbok Wati melihat sikapku yang aneh.

Aku menarik Mbok Wati ke halaman depan rumah. "Mbok, tadi si Perempuan Rambut Panjang ada di kamar," bisikku.

"Bener kata Den Kevin, setiap diomongin dia pasti denger," balas Mbok Wati pelan. "Ya udah, jangan diomongin lagi, Non," sambungnya.

"Iya."

Aku duduk di teras sambil mengatur nafas. "Mbok abis belanja?" tanyaku ketika melihat Mbok Wati membawa kantung plastik transparan berisi sayuran.

"Iya, Non. Mau masak buat makan siang."

"Aku ikut masak boleh?"

"Non novi udah bisa masak?" Mbok Wati tersenyum.

"Ih, Mbok ngeledek banget. Di Jerman aku sering masak sendiri. Kan di apartemen ada dapur juga."

"Di sana masak apa, Non."

"Nasi sama Mie," balasku, bangkit dari kursi.

"Ah, Non bisa aja."

"Ayo, Mbok! Aku temenin masak," ucapku seraya masuk ke dalam rumah. Kami pun berjalan bersama ke dapur.

***

Mbok Wati sedang mengeluarkan barang belanjaannya. "Mau masak apa, Mbok?" tanyaku sambil menatapnya.

"Mbok inget, Non Novita suka banget Ayam Asam Manis sama Capcay."

"Asik."

Mbok Wati sedang menyusun bahan-bahan makanan di atas meja. Sedangkan aku melangkah ke arah jendela. Terlihat kolam renang yang sudah kering.

Kulihat Pak Ahmad sedang berjalan mendekati kolam renang. Dia pun menoleh ke arahku dan tersenyum. Lalu turun ke dasar kolam renang.

"Mbok," panggilku.

"Iya, Non," balasnya.

"Ayah nyuruh Pak Ahmad bersihin kolam renang?"

"Ahmad?" Mbok Wati terdengar bingung.

"Iya, itu tadi Pak Ahmad turun ke kolam."

"Ahmad dari pagi pergi sama bapak."

"Hah? Tadi jelas-jelas aku liat dia di kolam renang, sempet nengok ke aku terus senyum."

"Mungkin udah pulang, tapi Mbok gak denger ada suara mobil."

"Coba Mbok cek! beneran ada di sana gak," perintahku.

Mbok Wati berjalan melewati pintu belakang menuju kolam renang. Aku bisa melihatnya sudah dekat dengan kolam. Kemudian menengok ke dasar kolam dan kembali ke dapur.

"Ada Mbok?"

"Gak ada, Non."

"Loh? Tadi aku beneran liat."

"Ya udah biarin aja, jangan dipikirin. Kita lanjut masak aja."

Aku mendekat ke meja, mulai membantu Mbok Wati menyiapkan bahan masakan. Namun bayangan sosok yang mirip dengan Pak Ahmad masih terus menghantui. Rasanya tidak mungkin aku salah lihat.

***

Tidak ada kejadian aneh sampai aku selesai makan. Aku dan Mbok Wati pun tidak terlalu banyak bicara usai kejadian tadi.

Setelah merapihkan piring, Mbok Wati langsung membersihkannya. Sedangkan aku memilih untuk kembali ke kamar

Waktu menujukan pukul dua siang. Aku merebahkan tubuh di kamar, sambil menatap layar ponsel. Melihat unggahan teman-temanku yang sedang liburan musim dingin di Jerman.

Pertengah tahun lalu, sebenarnya aku berencana untuk pergi ke Alpsee-Grunten. Salah satu resort ski terbaik di Jerman. Namun kubatalakan karena harus pulang ke Indonesia. Jadi, terpaksa hanya bisa melihat dari unggahan foto teman-temanku saja.

Menatap layar ponsel dengan perut kenyang membuatku mengantuk. Kuatur posisi tidur senyaman mungkin, lalu berdoa. Semoga tidak ada mimpi buruk kali ini.

***

"Novita, bangun!"

"Novita, bangun!"

Suara itu terdengar berulang-ulang, tapi kali ini suara laki-laki.

"Pergi!" Teriakku dengan mata masih terpejam.

"Bangun, Novita! Udah malem," balasnya.

Aku membuka mata perlahan, ternyata ayah sudah berdiri di samping tempat tidur. "Ayah, Novita masih ngantuk," ucapku kesal.

"Ayah cuman mau ngajak kamu makan malam di luar," balasnya seraya duduk di tempat tidur.

"Gak ah!" tolakku. Ya, aku masih kesal padanya. Ini pun kali pertama aku berbicara dengannya, sejak pulang ke Indonesia.

"Novita, masih marah sama ayah?"

"Iya!"

"Novita gak kangen bunda?"

Aku terdiam sebentar mendengar pertanyaannya itu. "Kangen."

"Nanti abis makan malam, kita ke rumah sakit. Mau?"

Sebuah pilihan sulit, di satu sisi aku masih kesal pada Ayah. Di sisi lain aku ingin sekali melihat bunda.

Aku mengangguk pelan, tanda setuju padanya.

"Kamu mandi dulu. Bau!" ledek Ayah.

"Ih apa sih!" balasku dengan dahi mengkerut, mata melebar dan bibir melengkung ke bawah. Cemberut.

"Jangan marah-marah terus, sayang." Ayah mengusap-usap rambutku. Lalu pergi ke luar kamar.

Bergegas aku membuka koper, mencari baju yang paling bagus. Sebuah gaun cantik berwarna coklat keemasan. Bukan karena ajakan makan malam ayah, melainkan karena akan bertemu bunda. Walaupun, bunda belum bisa melihatku secara langsung.

Setelah mandi dan mengenakan pakai terbaik, aku melangkah ke ruang tengah. Di sana ayah sedang duduk sambil meminum segelas teh.

"Udah siap?" tanya Ayah dengan bola mata sedikit membesar. Sepertinya dia kaget melihat pakaianku.

"Udah."

"Bagus banget bajunya. Padahal ayah cuman mau ngajak ke warung Pecel Lele," canda Ayah.

"Gak apa-apa, soalnya kan mau ketemu bunda," balasku tersenyum.

Ayah bangkit, "Berangkat sekarang?"

Aku menganggukan kepala.

Ayah berjalan ke pintu depan, sementara aku mengikutinya di belakang. Kuhentikan langkah saat melihat Mbok Wati yang hanya berdiri di teras.

"Ayah, Mbok Wati gak ikut?" tanyaku.

"Mbok Wati gak mau ikut."

"Oh ...." Berani sekali Mbok Wati sendirian di rumah.

Aku dan ayah masuk ke dalam mobil. Tak lama mobil pun melaju meninggalkan rumah. Di sepanjang perjalanan kami hanya diam saja. Aku lebih sibuk melihat ponsel, sedangkan ayah fokus menatap ke depan.

Tiba-tiba mobil berhenti. Aku melirik ayah, apa terjadi sesuatu. Ternyata dia hanya menatap lurus ke depan. Kulihat ke luar jendela. Baru sadar ternyata mobil berhenti tepat di sebuah jembatan.

"Ayah? Kenapa berenti di sini?" tanyaku heran. Namun ayah tak menjawab, terus menatap ke depan.

1
Siti Yatmi
serem ih...kasian kevin sm leon...dijadiin tumbal..kaya sebentar doang..hidup ga lama mati..amit2
Raffa Rizki
Luar biasa
Siti Yatmi
serem ihh..kasian si mbok...
Siti Yatmi
kasian bunda juga jd korban....
Aditya Pratama
Bagus ceritanya
kagome
aq juga bisa klo cuma nasi sama mie apalagi masak aer pinter aq thor🤣
Siti Yatmi
ksian..pdhl dia ibu tiri yg baik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!