Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
**
Paginya Nada masih berada di tempat tidur, dia malas sekali bangun dan berangkat sekolah.
Dia melihat tangannya yang diperban dan juga meraba lehernya yang masih terasa ngilu, sambil tersenyum miris. Orang yang dia sayangi begitu tega membuat tangannya terluka seperti ini.
Tak lama Jeno menelpon, dan Nada pun segera mengangkatnya dengan suara yang masih terdengar serak.
"Hmm?"
"Nada ya ampun, Lo baik-baik aja kan?"
Nada menaikkan sebelah alisnya. "Gue baik, emang kenapa?"
"Dari kemarin gue telponin kenapa ponsel Lo mati?"
"Oh itu, batre gue low makanya mati."
"Huh syukurlah. Terus kemarin waktu ada tawuran Lo di mana?"
Nada mengingat-ngingat kejadian kemarin, dan dia bersama dengan Kenzo. Namun Nada tidak akan jujur pada Jeno.
"Emm itu apa, gue balik duluan soalnya Pak Asep nelpon gue."
"Pak Asep yang tempat servis itu?"
"Hmm iya, sorry ya gue enggak ngabarin Lo dulu kemarin."
Di seberang sana Jeno berdecak. "Oke, oke gue maafin. Yang penting Lo baik-baik aja deh."
Nada menganggukkan kepala. "Hmm."
"Buruan mandi, berangkat sekolah. Mau gue jemput enggak?"
"Enggak usah, kita ketemu di sekolah aja."
"Oke kalau gitu, see you!"
"See you to!"
Sambungan telpon pun dimatikan, Nada menggeliat dan berdiri untuk bersiap berangkat sekolah, meskipun hati ini terasa sangat malas. Namun Nada mencoba untuk bangkit dan semangat.
15 menit berlalu...
Nada turun sambil menyampirkan tas sekolah dan lehernya dia tutup dengan syal supaya tidak terlihat oleh keluarganya meskipun mustahil sekali mereka peduli dengan keadaan Nada, dia turun menuruni anak tangga dan terlihat keluarganya sedang tertawa bersama.
Nada menghela napas cukup panjang sebelum melintasi mereka di meja makan.
Nada sedang malas untuk sarapan atau bertemu dengan mereka. Karena dipastikan Nada akan ditinggal lagi di meja makan seorang diri.
"Nada," panggil Naomi saat Nada melintas.
Nada memejamkan mata sambil berhenti, lalu berbalik dan menatap Naomi dan kedua orang tuanya.
"Ayo sarapan dulu sini, nanti Lo kelaperan di sekolah."
"Gue enggak laper."
"Ayolah, nanti Lo sakit. Gue enggak mau liat Lo sakit, Nada."
Nada berdecak. "Lo aja yang sarapan."
"Nada! Kamu ini gimana, Naomi ngajakin sarapan bareng kamu malah jutek," timpal Abimanyu.
Nada menghela napas, Naomi tiba-tiba membawa segelas susu yang terlihat sangat panas dia bawa ke arah Nada.
"Nih, minum susunya," ucap Naomi sambil menyodorkan segelas susu.
Nada menatap Naomi, dia merasa ada yang janggal dan saat Nada mengambil gelas susu. Tiba-tiba Naomi menumpahkan susu tersebut ke tangannya sendiri, hingga gadis itu terkejut dan berteriak histeris karena tangannya memerah dan kepanasan.
Abimanyu dan Nadia langsung bergegas melihat keadaan Naomi. Nada terdiam dan tubuhnya menegang karena bukan dirinya yang melakukan hal itu kepada Naomi.
"Mama tangan Naomi panas, Mama tolong perih!" Naomi menangis cukup kencang hingga membuat orang tuanya panik.
Abimanyu mendorong dan menampar Nada berulang kali. "Kamu anak enggak tahu diri, Nada! Naomi udah baik sama kamu, tapi kenapa kamu jahatin Naomi terus, hah?!"
"Pah sakit, ampun Pah! Bukan Nada yang melakukannya, Nada enggak berbuat jahat sama Naomi, Pah."
"Sialan kamu, ikut saya!"
Nada diseret oleh Abimanyu dan memasukan Nada ke dalam kamar mandi, tak lupa mengguyur Nada berulang kali. Nada meminta ampun namun tidak didengar oleh Abimanyu. Setelah itu, Abimanyu mengunci kamar mandi dan bergegas membawa Naomi ke rumah sakit terdekat.
"Papah buka pintunya, Pah! Bukan Nada yang lakuin itu ke Naomi!"
Nada berteriak memanggil nama Abimanyu namun sampai kapanpun tidak akan ada yang mendengar karena rumah itu sudah kosong.
Sesampainya di rumah sakit, Naomi langsung ditangani oleh dokter, dibawa ke ruangan dan orang tuanya menunggu di luar.
"Naomi, Pah."
"Iya Sayang. Udah jangan nangis, dia pasti baik-baik saja."
"Naomi pasti kesakitan di sana Pah."
"Iya sabar, kita tunggu dokter keluar ya. Biar Naomi ditangani dulu."
Nadia menganggukkan kepala. "Mama enggak akan biarin Nada menjahati Naomi. Mama akan jaga Naomi dengan baik, Pah. Nada kenapa jahat seperti itu sama saudaranya?"
"Papa juga heran, kenapa Nada begitu jahat dengan Naomi. Padahal dulu dia yang sangat ingin memiliki saudara. Tapi sekarang malah Naomi mendapat kekerasan dari Nada."
Tak lama dokter keluar dari ruangan, keduanya berdiri langsung menghampiri
"Bagaimana dengan anak saya, Dok?" tanya Nadia dengan wajah khawatir.
"Keadaannya baik, hanya saja tangannya melepuh karena air panas jadi saya perban terlebih dahulu."
"Apa tidak akan infeksi? Dan apa perkiraan sembuhnya akan lama?"
"Enggak lama kok, seminggu atau dua minggu akan kering asalkan obatnya nanti diminum dan nanti akan diberi salep."
"Syukurlah."
"Kalau begitu, saya boleh ketemu dengan anak saya?" tanya Abimanyu.
"Tentu silakan, saya pamit dulu. Jika ada pertanyaan atau kalian membutuhkan saya silakan keruangan saya."
Abimanyu dan Nadia menganggukkan kepalanya. "Baik, Dok. Terima kasih."
Dokter berjalan menuju ruangannya, dan Abimanyu bersama Nadia masuk ke dalam untuk melihat keadaan Naomi.
Naomi menangis dan memeluk Nadia cukup erat. Nadia mengusap kepala Naomi sambil mencium keningnya berulang kali.
"Udah Sayang, kamu baik-baik aja ya."
"Tapi gimana sama lomba Naomi, Mah, Pah? Beberapa hari lagi kan Naomi akan tampil. Dan tangan Naomi enggak bisa digerakin."
"Sabar ya Sayang, kamu istirahat dulu aja. Biar acara kamu nanti bisa dicancel dulu sampai kamu sembuh."
Naomi menggelengkan kepala. "Naomi enggak mau membuat Mama sama Papa kecewa."
"Enggak Sayang, kami tidak kecewa kok. Kami masih bangga sama kamu, lagian setelah acara ini bulan depan akan ada kompetisi lagi kan?"
Naomi menganggukkan kepalanya. "Iya Mah. Mah, Pah maafin Naomi ya. "
"Enggak Sayang, bukan kamu yang salah tapi Nada! Dia yang udah celakain anak kesayangan Mama sama Papa!" tegas Nadia.
Naomi masih memeluk Nadia, sambil tersenyum sangat puas mendengar bahwa keduanya menyayangi Naomi, dan Nada sebentar lagi akan tersingkirkan.
Setelah bercengkrama, Naomi tertidur dengan pulas. Orang tua Naomi menunggu di luar ruangan.
"Papah kerja aja, biar Naomi Mama yang jaga."
Abimanyu mengusap bahu sang istri. "Yakin bisa jaga sendiri?"
"Yakin Pah. Papah kan hari ini ada meeting, ayo buruan berangkat."
Abimanyu mengangguk lalu mencium kening Nadia, dia bergegas keluar dari rumah sakit lalu menuju kantornya. Di perjalanan Abimanyu tidak terpikirkan Nada sedikit pun, Nada dibiarkan berada di kamar mandi, dengan seragam yang basah kuyup dan dengan perut yang kosong.
Di kamar mandi, Nada merintih kesakitan dan kedinginan. Pipinya, lehernya yang belum sembuh terasa perih , ditambah dia belum makan sampai detik ini. Ponselnya pun mati gara-gara mengenai air yang sebelumnya diguyur oleh Abimanyu.
Sampai akhirnya Nada pasrah karena tidak bisa menghubungi Jeno, dan dia terduduk lemas sambil memegangi perutnya yang sakit.