Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Kecewa Halwa Diabaikan Cakar
"Selamat, ya, Ran, Mas Rian. Semoga samawa dan segera diberi momongan," ucap Halwa pada pasangan pengantin baru.
"Makasih, ya, Hal. Harusnya kalian duluan yang hamil dulu, baru aku yang nyusul sama Masku," balas Rani seraya cium pipi kiri kanan sohibnya itu.
"Cak, cepat bikin hamil istri kamu, biar kalian segera punya mainan hidup," seloroh Rian pada Cakar yang menyalami kedua mempelai untuk terakhir kali.
"Kami pulang sekalian, ya," pamit Halwa.
"Halwa, kenapa tidak nanti saja." Rani protes karena Halwa dan Diva sudah akan pulang.
"Lain kali kita ngumpul lagi. Kalau sekarang, kamu dan suami kamu masih harus melayani tamu lain selain kami. Ya, sudah, kami pulang, ya," pamit Halwa dan Diva mengakhiri perjumpaan mereka bertiga hari ini.
Mau tidak mau, Rani harus melepas kepergian dua sohibnya sejak SMP, dan kembali melayani tamu undangan lain di pesta pernikahannya ini.
"Halwa, aku duluan sama Masku, ya. Oh iya, ngomong-ngomong, kamu pulang bareng suami kamu, kan?" tanya Diva sebelum menaiki motor milik Rian pacarnya.
"Iya, aku bareng Mas Cakar. Tapi dia sepertinya masih ngobrol sama atasannya di sana," sahut Halwa seraya menatap jauh ke arah pintu keluar gedung. Dan di sana Cakar memang masih ngobrol.
Hampir lima belas menit Halwa menunggu dan berdiri di pinggir pohon kersen yang teduh. Rasa lelah sudah mendera. Cakar yang ditunggunya masih saja berdiri dan ngobrol di sana. Dan kini tidak hanya teman atau atasannya berada di situ, tapi Sersan Nilam juga ada.
Halwa merasa dadanya sesak seketika, ketika matanya harus melihat Sersan Nilam berada di sana. Halwa ingin tahu seperti apa hubungan Cakar dengan KOWAD itu? Benar kata Diva, Sersan Nilam selalu saja cari kesempatan untuk nempel dekat suaminya. Apakah Sersan yang satu itu tidak tahu kalau Cakar sudah menikah?
Halwa sudah merasa kesal dan sedih, sehingga dia memutuskan pulang naik ojek saja. Saat kakinya akan melangkah, tiba-tiba Cakar datang dan memanggilnya.
"Halwa, ayo pulang? Kamu mau ke mana?" Langkah kaki Halwa terhenti, dia menoleh ke arah Cakar dengan muka yang sudah memerah.
"Aku mau naik ojek karena Mas Cakar lama," ucapnya seraya melanjutkan langkahnya dan tetap memutuskan untuk naik ojeg.
"Halwa, ayo. Kamu marah?" Cakar meraih lengan Halwa dan menariknya menuju mobilnya yang masih diparkiran.
"Jangan mempermalukan aku. Dengan naik ojeg itu artinya kamu mau mempermalukan aku di hadapan teman-teman maupun atasan aku?" ujarnya yang sama sekali tidak dibalas Halwa. Dia sudah terlanjar kesal dan sedih pada Cakar. Inginnya saat ini Halwa nangis menjerit meneriakkan kalau Cakar adalah lelaki tega.
Halwa masuk ke dalam mobil tanpa sepatah katapun. Sikap Cakar yang hilang-hilang di pesta pernikahan Rani dan Rian tadi, sudah membuat Halwa sedih, belum lagi Cakar tidak bilang atau pamit. Lalu tadi pun sama, setelah menyalami Rani dan Rian sebelum pulang tadi, Cakar tidak bilang bahwa ia mau ngobrol dulu dengan teman-temannya. Tidak basa-basi dulu pada Halwa, hal ini membuat Halwa semakin tidak dihargai saja.
Giliran dia mau pulang dengan ojek, Cakar sok perhatian dan berkata 'jangan mempermalukan dirinya'.
Cakar sejenak menoleh ke samping Halwa yang diam tidak berbicara sepatah katapun. Wajahnya fokus ke luar jendela dengan posisi sedikit miring.
Tidak berapa lama, mobil Cakar melaju meninggalkan gedung pernikahan Rani dan Rian.
Dua puluh menit kemudian, mobil Cakar tiba di depan rumah. Cakar tidak memasukkan mobil ke dalam pagar rumah, sepertinya ia akan langsung pergi lagi.
"Masuklah duluan, aku ada perlu," ucap Cakar seraya menoleh ke arah Halwa yang masih dengan posisi seperti tadi.
Halwa terkejut, lalu menegakkan tubuh dan meraih pegangan pintu mobil lalu membukanya. Tanpa pamit dia keluar dan pergi meninggalkan mobil Cakar.
Cakar menatap kepergian Halwa yang tanpa basa-basi, dia merasakan Halwa sedang kecewa dengannya. Ingin turun dan menegurnya, tapi Cakar terlanjur ada janji dengan seseorang dan harus segera pergi.
Mobil Cakar berlalu dan pergi dari depan rumahnya menuju suatu tempat.
Halwa memasuki rumah, ia langsung menaiki tangga dan menuju kamar. Entah kenapa dia begitu sedih hari ini. Setelah merasa diabaikan Cakar di pesta pernikahannya Rani tadi, Halwa begitu sedih, terlebih ketika ia melihat Cakar ngobrol dengan Sersan Nilam di depan gedung, antara keduanya nampak bahagia dan lepas.
Halwa menangis sepuasnya, padahal sikap Cakar bukan hari ini saja abai seperti itu, tapi entah kenapa ini bagi Halwa sangat menyakitkan. Apakah itu artinya dia cemburu pada Sersan Nilam.
"Bang Cakar itu bukannya sudah punya bini, tapi kenapa Sersan Nilam cari kesempatan ngintilin terus Bang Cakar? Padahal bininya juga ada lho di pesta pernikahannya Bang Rian," celoteh salah satu teman sekantor Cakar, yang tadi sempat Halwa dengar saat dirinya pamit pada Cakar ingin ke toilet di gedung tadi.
"Sersan Nilam itu kayaknya suka sama Bang Cakar, harusnya dia tahu diri kalau Bang Cakar sudah punya bini, jangan sengaja ngintilin kaya ekor saja," cibir teman Cakar satunya lagi menimpali.
Halwa masih terngiang-ngiang pembicaraan kedua teman sekantor Cakar di toilet tadi. Rupanya benar Sersan Nilam itu memang menyukai Cakar. Dan itu rupanya yang membuat Halwa semakin sedih.
"Sampai kapan aku harus diabaikan begini? Apakah sampai aku menyerah? Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk menyerah, aku harus tunjukkan dulu perhatian dan kasih sayangku terhadap Mas Cakar. Siapa tahu dia bisa berubah. Tapi sampai kapan aku harus berpura-pura begini? Kita lihat saja sampai di mana aku bisa bertahan."
Halwa berusaha menguatkan hati dan memberi semangat untuk dirinya sendiri. Dia bertekad tidak akan menyerah sebelum dia merasa lelah, Halwa berjanji akan berusaha memberikan kesan baik ketika dia harus pergi karena lelah nanti.
***
Jam 20.00, Cakar pulang dalam kondisi tidak rapih. Kemejanya sudah diganti dengan kaos kesatuan bergambar sniper. Halwa menyambutnya dengan sedikit berani, seperti janjinya tadi pada dirinya sendiri dia akan menguatkan hati dan berpura-pura kuat dengan sikap dingin dan abai Cakar.
Halwa meraih tangan Cakar dan menciumnya meskipun Cakar bermaksud menghindar.
"Mas mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya Halwa tanpa mempedulikan tatapan Cakar yang tajam.
"Aku sudah makan bersama teman-temanku di acara ulang tahunnya, dan aku masih kenyang," beritahunya membuat Halwa sedikit kecewa.
"Ohh, ya, sudah. A~aku, makan saja sendiri karena aku tadinya menunggu kamu untuk makan bersama," balas Halwa seraya bergegas menuju meja makan. Jujur saja dia memang sudah lapar. Kesedihannya yang ada, bisa dia pendam dulu karena perutnya lapar.
"Tahu begini, dari tadi saja aku makan duluan," gumamnya pelan sembari menyuap makanan di piringnya.
"Halwa, kenapa kamu tadi pergi begitu saja saat keluar dari mobil? Kamu kesal sama aku?" singgung Cakar tiba-tiba menghampiri Halwa yang baru selesai makan.
Halwa mendongak dan menatap Cakar sekilas. "Aku minta maaf, Mas. Tadi aku hanya sedih karena kamu mengabaikan aku dan justru ngobrol lama dengan teman-teman kamu." Halwa menjawab dengan jujur. Mungkin ini adalah sikap jujur yang terakhir yang akan Halwa tunjukkan di depan Cakar.