NovelToon NovelToon
Kubungkam Hinaan Keluarga Dengan Kesuksesan

Kubungkam Hinaan Keluarga Dengan Kesuksesan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: Araya Noona

"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"

Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.

Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.

Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.

Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?

Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Asya menghela napas panjang melihat pantulan bayangannya di cermin. Dress panjang yang menjuntai hingga batas mata kaki berwarna putih yang kemudian di padukan dengan jilbab berwarna biru muda membalut tubuh Asya dengan sempurna. Asya melihat tampilan dirinya yang baru. Seumur hidup ini pertama kalinya Asya mengenakan jilbab. Wanita itu sedikit mengulas senyuman tipis sebelum berlalu dari sana sembari membawa mukena dipelukan tangan kanannya.

Sampai diluar ruangan, dia dan santri yang lain berjalan seiringan menuju mushola. Jika sebagian besar dari mereka bercengkrama dengan gembira, Asya justru melihat ke sana kemari. Apa lagi jika bukan mencari jalan di mana dia bisa keluar dari tempat itu. Dia sampai sedikit terperanjak ketika para santri yang berjalan di depannya berhenti dengan teriakan yang tertahan.

"Masyaallah! Ustad Tiar ganteng banget ya!"

"Iya bener. Pengen banget deh bisa naklukin Mas Ustad."

Samar Asya mendengar para gadis di depannya menatap kagum pada pria yang sedang berjalan tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Asya hanya melihat sekilas bagaimana anak dari pemilik pesantren itu tersenyum, dibilang ramah tidak juga sebab dia hanya tersenyum tipis namun hal itu sanggup membuat para gadis yang melihatnya terpesona.

Termasuk Asya? Tidak juga. Meski dia akui pria itu memang tampan, berwibawa dengan pembawaan yang begitu dewasa. Asya justru lebih tertarik bagaimana caranya dia bisa keluar dari tempat itu. Berbeda dengan Dini yang tak bisa mengalihkan pandangannya dari Tiar seperti santri yang lainnya. Sungguh gadis itu sangat menyukai Tiar dan bahkan berencana ingin segera menjadikan pria itu miliknya. Tak peduli jika usianya masih sangat muda. Baginya usia itu hanyalah sebuah angka.

Asya baru tahu jika mereka ke mushola bukan hanya untuk shalat berjamaah. Ada juga sesi mengaji bersama yang kemudian dilanjutkan dengan ceramah singkat yang disampaikan oleh Tiar.

"Kamu mau kemana?" Asya baru saja akan beranjak namun sosok di sampingnya yang juga teman sekamarnya sudah bertanya. Ratih, nama dari gadis itu.

"Aku mau ke toilet sebentar," jawab Asya dengan cepat. Ya, dia memang sudah memikirkan alasan yang tepat jika ada seseorang yang menyadari pergerakannya.

"Yakin mau ke toilet sekarang? Ustad Tiar lagi nyampein hal yang penting loh." Ternyata tidak semudah itu Asya bisa lepas begitu saja dari gadis dengan kulit putih bersih tersebut.

"Iya. Soalnya udah gak tahan banget." Tapi Asya juga tidak akan menyerah. Dia sudah memberikan gestur dimana dia terlihat sudah ingin sekali buang air.

"Oke. Tapi jangan lama-lama ya," ujar gadis itu akhirnya menyerah. Atau tepatnya tidak tega juga melihat Asya yang sudah kebelet parah.

Mendapat lampu hijau untuk pergi, Asya pun segera berlalu dari sana. Inginnya sih bercingkrak tapi itu tidak mungkin dia lakukan sebab orang-orang akan tahu jika dirinya berbohong. Alhasil dia tetap harus berpura-pura memasang wajah gelisah sambil memegangi perut bagian bawahnya.

Toilet berada di bagian belakang mushola. Saat sampai di sana Asya memeriksa keadaan sekitar terlebih dahulu untuk memastikan jika dirinya sendirian di sana. Setelah yakin semuanya aman, Asya pun mulai mencari jalan dimana dirinya kira-kira bisa kabur.

Cukup sulit karena ternyata dinding tembok yang menjadi pagar pesantren tersebut cukup tinggi untuk Asya yang memiliki tinggi tidak seberapa itu. Karena semua orang sedang berada di mushola, Asya jadi bebas berlari kesana kemari. Hingga tanpa terasa Asya berakhir di gerbang utama. Dimana pagar besi menjulang begitu tinggi. Namun bukan pagar besi itu yang membuat Asya terdiam di tempatnya, tapi sosok yang sedang berdiri di balik pagar tersebut yang juga tengah menatapnya.

"Zhaki?" lirih Asya melihat eksistensi Zhaki di sana. Sementara Zhaki cukup lama terdiam melihat Asya. Pemuda itu seakan baru menyadari penampilan Asya yang begitu berubah. Dan pemuda itu akui Asya lebih cantik dalam balutan pakaian muslimah seperti itu.

"Kamu ngapain ke sini?" Pertanyaan Asya membuat Zhaki sadar dari rasa kagumnya. Pemuda itu berdehem lalu berlari ke arah gerbang yang menjadi pembatasnya dengan Asya.

"Ya buat ketemu kamulah," jawab Zhaki membuat Asya harus menahan senyumnya. Terharu dan juga tersipu malu untuk beberapa detik hingga Asya kembali tersadar.

"Ki, kamu harus bantuin aku keluar dari sini ya," kata Asya kemudian.

Awalnya Zhaki bingung namun mengingat jika Asya berakhir di sana bukan karena kemauannya membuat Zhaki paham apa maksud ucapan gadis itu. Dia kemudian mengangguk sebelum melihat sekeliling tempat itu. Mencari cela di mana Asya kira-kira bisa keluar. Sayangnya hingga sepuluh menit berlalu keduanya tak kunjung mendapat cela. Mereka kembali bertemu di gerbang utama.

"Aku gak bisa nemuin jalan keluar. Temboknya tinggi banget," kata Zhaki dan Asya setuju akan hal itu. Benar-benar seperti tidak ada jalan keluar.

"Apa aku lewat di sini aja?" tanya Asya sambil menunjuk gerbang besi di depannya. Zhaki ikut melihat ke arah gerbang tersebut lalu melihat Asya lagi.

"Tapi, gerbangnya tinggi banget, Sya. Kamu yakin?" tanya Zhaki. Melihatnya saja sudah ngeri. Jika itu dirinya ya tidak apa-apa. Masalahnya ini Asya yang akan memanjat. Bagaimana jika gadis itu terjatuh dan terluka? Semoga saja tidak.

"Jujur aja, enggak," jawab Asya. "Tapi, gak ada jalan lain," lanjutnya sudah mulai frustasi.

Melihat wajah Asya yang mulai frustasi membuat Zhaki juga tidak punya pilihan lain.

"Oke! Kalo gitu kamu hati-hati ya. Kamu tenang aja aku bakalan tetap di sini," kata Zhaki meraih tangan Asya dari balik gerbang. Andai saja tubuh Asya hanya sebesar tangan, pasti dia dengan mudah bisa keluar dari cela besi tersebut.

Asya mengulas senyum tipis lalu mengangguk atusias. "Tanggap aku ya kalo aku jatuh." Entah itu sebuah candaan atau apa tapi hal itu sukses membuat mereka bisa sendikit tertawa sebelum Asya melakukan aksi nekadnya. Memajat gerbang yang tingginya kurang lebih tiga sampai empat meter tersebut.

Asya akui sangat sulit memanjat apalagi dengan pakaian yang dikenakannya sekarang. Namun gadis itu tidak putus asa. Apalagi saat melihat tujuannya sudah hampir sampai di atas sana. Sementara Zhaki menatap was-was Asya dan juga keadaan sekitar. Jantungnya sampai berdegub sangat kencang sekarang. Takut, khawatir dan gelisah semuanya bercampur aduk menjadi satu.

Mereka berdua akhirnya bisa sedikit tersenyum saat Asya berhasil sampai di puncak.

"Oke! Aku bakalan turun," teriak Asya pada Zhaki.

"Oke!" jawab Zhaki.

Namun belum sempat Asya melanjutkan aksinya, seseorang sudah memanggil dari arah dalam.

"Hei! Mau kemana kamu?!"

Mungkin karena panik membuat Asya yang tengah duduk di atas pagar yang lebarnya tidak seberapa kehilangan keseimbangan.

"AAARRGGGHHH!!!"

"ASYA!!!" teriak Zhaki panik saat tubuh Asya jatuh dari atas gerbang menimpa seseorang yang tadi meneriakinya. Siapa lagi jika bukan Ustad Ridwan, pemilik pesantren tersebut.

"Akh!" Asya meringis pelan merasakan tubuhnya yang terasa sakit. "Astaga!" Namun dia segera melupakan rasa sakit itu saat dia menyadari dimana tubuhnya mendarat.

"Ustad Ridwan!" kata Asya dengan perasaan panik luar biasa melihat pribadi itu tergeletak tak sadarkan diri. Bersamaan dengan itu, orang-orang dari arah dalam pesantren juga keluar untuk melihat apa yang terjadi.

Waktu seakan berhenti di antara mereka saat melihat apa yang sedang terjadi. Beragam persepsi juga memenuhi kepala masing-masing.

Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka bisa terjebak dalam situasi yang membuat semua orang bingung?

Dan sekarang Asya hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang pasti kesempatannya untuk keluar dari tempat itu akan semakin kecil atau mungkin mustahil.

1
Nur Hayati Dzacaulnaufin
mengapa Asya tidak minta izin pd Ustadz tuk menjenguk ayahnya
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
Araya Noona
Jangan lupa memberikan dukungan jika kalian suka dengan karyaku ini yah😁😁. Terimakasih untuk yang sudah membaca😉
Nur Hayati Dzacaulnaufin
Biasa
Shezan Ezan
ceritanya bagus, dan keluarga pak hamid harus melawan jngn diam kalau diintimidasi oleh keluarganya, karena mereka susah keluarganya ogah untuk membantu,



saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,
Araya Noona: untuk saat ini memang sampai bab 27 kak besok akan diperbaharui lagi babnya😊😊
Shezan Ezan: tapi kenapa setelah saya sampai bab 27 ada tulisan bersambung, trus sya scrolling k bawah untuk lanjut bab selanjutnya sdah cerita lain yg muncul,
total 4 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up thor
Araya Noona: Iya kak sabar yah
total 1 replies
Anto D Cotto
menarik
Ah Serin
lanjut lagi please
Araya Noona: pasti kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!