NovelToon NovelToon
Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Wanita Karir / Naik Kelas
Popularitas:8.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rositi

“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.

Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.

Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.

(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35 : Mendadak Dilamar

Selesai jualan pagi, Arimbi kembali membantu mas Aidan menjaga pak Angga. Arimbi dan mas Aidan bertukar kabar melalui pesan WA. Mas Aidan masih harus mengurus sidang lain di kabupaten, selain mas Aidan yang akan langsung mengambil surat putusan pembatalan pernikahan Arimbi dan Ilham.

Satu porsi bubur ayam yang Arimbi bawa, langsung wanita itu siapkan setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk mencuci tangan lebih dulu. Berbeda dari kemarin, kali ini pak Angga tampak sangat semringah. Kepada Armbi pun, pak Angga tak hentinya mengumbar senyum. Senyum yang juga akan pria itu alihkan kepada mas Aidan.

Mas Aidan sudah siap untuk pergi. Ransel gendong warna hitam yang sudah menghiasi punggung, juga sarung tangan warna senada yang sudah membungkus kedua tangannya.

“Mbak Arimbi, ... sebelumnya Ayah minta maaf kalau Ayah lancang. Namun Ayah ingin tanya, Mbak Arimbi belum menikah, kan?” tanya pak Angga ketika Arimbi baru duduk di kursi biasa mas Aidan maupun Arimbi terjaga untuknya.

Arimbi tak lantas menjawab dan refleks mengerling, menahan napas, sebelum ia justru menoleh, membuatnya menatap mas Aidan yang masih berdiri di hadapannya. Kebersamaan mereka hanya terhalang oleh ranjang rawat pak Angga berada.

Pertanyaan yang pak Angga layangkan langsung membuat Arimbi tegang bahkan tak karuan. Tentu Arimbi tak menutup mata. Karena jika keadaan sudah seperti itu, biasanya orang tua dan ia ketahu sedang sangat mendambakan menantu, juga memiliki maksud khusus. Bisa jadi juga, masih untuk tujuan yang sama—pasangan untuk mas Aidan.

Tak beda dengannya, Arimbi juga mendapati mas Aidan yang tak kalah bingung darinya. Malahan, wajah kuning langsat mas Aidan yang benar-benar cerah tanpa adanya satu jerawat kecil pun, Arimbi pergoki menjadi merah.

“Duh, ... Ayah. Semoga Mbak Arimbi enggak apa-apa!” batin mas Aidan yang takut, apa yang akan sang ayah katakan kepada Arimbi, malah membuat trauma wanita berjilbab hitam itu makin bertambah.

“Biasanya kalau diam artinya belum!” lanjut pak Angga makin semringah.

Arimbi yang sudah langsung deg-degan, perlahan mengukir senyum. Senyum yang benar-benar garing dan jauh dari manis. Senyum khas orang tegang dan perlahan menjadi salah tingkah.

“Mau, yah, jadi menantu Ayah!”

“Jadi istrinya Mas Aidan!” pak Angga sudah langsung bahagia walau baru mengatakannya.

“Dem ...,” batin mas Aidan pasrah, berharap Arimbi baik-baik saja.

“Yah?” tagih pak Angga tak sabar.

Arimbi tersenyum miris dan malah nyaris menangis. Masa iya, wanita sepertinya bersanding dengan laki-laki sempurna sekelas mas Aidan? Bahkan walaupun pura-pura atau sekadar teman dekat, Arimbi merasa tak pantas.

“Ayah, kok saya ...?” ucap Arimbi sambil sesekali melirik mas Aidan yang ada di sebelah. Pria itu tetap diam dan ia yakini tak kalah syok sekaligus bingung dari dirinya.

“Ya iya, Ayah yakin Mbak Arimbi bisa. Mbah Arimbi orang yang sangat sabar, ulet, gigih, dan memang wanita seperti Mbak Arimbi yang bisa mengimbangi mas Aidan!” pak Angga yakin seyakin-yakinnya. Termasuk pembaca pasti juga langsung baper karena yang nulis pun sudah lebih dulu baper!

Lagi, Arimbi yang tak langsung bisa menjawab karena terlalu bingung, diam-diam melirik Aidan. Hingga rasa gugup yang menyelusup memasuki dadanya, perlahan menghadirkan rasa takut. “Mas Aidan mana mau sama saya, Ayah. Ih ... pokoknya enggak. Mana cocok! Yang ada nanti saya dikira pembantunya!”

Mendengar itu mas Aidan langsung memelotot. Terlalu syok, yang mana ia juga langsung menatap Arimbi.

“Kata siapa?” tanya pak Angga.

“Tadi kata saya,” balas Arimbi dengan jujurnya.

Pak Angga langsung menggeleng. “Sudah, jangan mikirin itu. Kalian sama-sama maju saja. Belajar dari kegagalan Ayah, sampai kapan pun istri dan suami wajib berdampingan. Tidak ada yang lebih di depan apalagi berada lebih di belakang. Kalian harus saling dukung, contoh mamah Arum sama papah Kala!”

“Nanti Ayah bahas ini ke mamah papahnya mas Aidan!” yakin pak Angga sengaja mengambil keputusan karena walau kedua sejoli yang ia jodohkan kompak diam, keduanya seolah sama-sama saling peduli. Tak ada penolakan karena tidak suka. Penolakan yang ada hanya karena Arimbi merasa tidak pantas bersanding dengan mas Aidan.

“Yah, Mas? Sudah, Mas enggak usah pusing-pusing cari istri. Sudah nemu!” lanjut pak Angga.

“Dijalani dulu, ... kalian itu cocok banget!” lagi-lagi, pak Angga memutuskan sendiri. “Sini, ... sini Ayah makan sendiri. Ini bukti Ayah langsung sehat hanya karena kalian!”

Pak Angga sungguh mengambil alih satu porsi bubur ayamnya dari pangkuan Arimbi. Memakannya lahap di tengah senyum penuh kebahagiaan yang seolah tidak akan pernah usai.

Rasa tegang Arimbi maupun mas Aidan juga melahirkan rasa tidak nyaman dan susah payah keduanya pendam. Dijodohkan, padahal mereka baru kenal. Lebih fatalnya lagi, yang menjodohkan sudah sakit-sakitan. Mereka tak mungkin menolak, tapi juga bingung untuk menjalaninya.

“Mas ...?” ucap Arimbi tak lama setelah mereka keluar dari ruang rawat pak Angga.

Walau berat, mas Aidan berkata, “Jalani saja.”

Ucapan mas Aidan barusan tak ubahnya panah asmara yang seketika menancap persis di tengah jantung Arimbi. Arimbi yang mendapatkannya langsung kicep. Bibirnya mendadak terkunci rapat selain dirinya yang perlahan menunduk. Walau sesekali, lirikannya akan mengabsen sepatu pantofel mas Aidan yang memang berdiri persis di sebelahnya. Namun baru saja, pria itu mengubah posisinya dan berakhir berdiri di hadapannya.

“Karena kita menjadi kebahagiaan ayah. Bahkan aku yakin, kita juga akan menjadi kebahagiaan keluargaku dan juga kebahagiaan ibumu, ... tidak ada salahnya jika kita mencoba.” Mas Aidan bertutur berat, tapi dipenuhi keseriusan.

“Dan andai saya tetap tidak bisa membahagiakan Mbak Arimbi, ... Mbak Arimbi boleh meninggalkan saya.” mas Aidan yakin dengan keputusannya.

Arimbi yang masih menunduk menjadi berkaca-kaca. Malahan perlahan, butiran bening lolos dari kedua sudut matanya kemudian jatuh membasahi kedua kakinya yang hanya memakai sandal jepit warna putih.

Karena Arimbi hanya diam dan mirip nyaris membungkuk kepadanya, mas Aidan yang penasaran malah berpikir ke hal lain. “Apa, ... Mbak Arimbi mau balikan sama mas Ilham?”

Arimbi langsung tersentak. “Ih, Mas. Na*jis Mughallazah, ih!” Buru-buru ia mengangkat wajahnya, menatap mas Aidan tanpa terlebih dulu menghapus air matanya.

Kepanikan Arimbi membuat mas Aidan menertawakannya. “Ya siapa tahu, kan? Biar tiap hari bisa ketemu Aisyah.”

Apa yang mas Aidan katakan malah menjadi penyebab Arimbi mesem dan perlahan tertawa. Tawa yang tentu saja sengaja Arimbi tahan seiring kedua jemari tangannya yang sudah langsung sibuk menyeka air mata.

Suasana menjadi hening karena kedua sejoli tersebut mendadak merasa canggung dan itu karena status baru mereka. Status baru yang masih diliputi ketegangan penuh rasa gugup. Karena ketika sekadar lirikan mereka tak sengaja bertemu saja, keduanya sudah langsung salah tingkah sambil sesekali menghela napas pelan.

1
Nartadi Yana
sabar dg kekurangan diri jadikan cambuk untuk lebih baik mas azam
Chen Aya
mampir thor
anikbunda lala
kok aku yang deg deg an ya
Nartadi Yana
kok bisa keluar tu si ojan kan sudah dikurung ya
Sripeni Verayanti
the power of Restu Ortu is the best way
Nartadi Yana
cocok deh Ilham penipu juga ditipu kapokmu kapan
Nartadi Yana
hamba Allah yang nggak pernah sholat isinya hanya dendam pakai cadar hanya untuk mengelabuhi orang
Usmi Usmi
🤣🤣🤣 wanita suci taik
Farel Podungge
itulah balasanx jka kita memfitnah orang lain 🙏🏽
Sri Lestari
prinsip hidup saya sebelum menikah uang masing2,,,,,baik boleh bodoh jangan Arimbi
Nartadi Yana
semoga rejekimu lancar mbi
Nartadi Yana
ntar atimbi jadi istrinya mas Aidan dan sukses punya rumah makan kaya mama Arum.
Nartadi Yana
itu akibat buang berlian dapatnya malah sampah WC umum lagi kapokmu kapan
Nartadi Yana
tuh karmamu langsung sampai ham bukan talak ditipu mentah mentah dan kamu sudah dibeli dengan gelar dan dibayarkan hutangmu
Nartadi Yana
banyak kejutan cadarnya bukan karena iman tapi ...
Nartadi Yana
berarti niat dari awal Ilham sudah berniat jelek, itu bohong sama kiyai kalau kuliah pakai beasiswa , akan menumpuk kebohongan selanjutnya
Nartadi Yana
Alhamdulillah akhirnya uang kembali rejeki anak.sholeh, Ilham cs tunggu karmamu
Nartadi Yana
gitu mas Aidan semoga berkah hidupmu
Nartadi Yana
itu katanya ana pondok nggak tau aturan udah keblinger tu si Ilham nanti juga dapat karmanya
Sripeni Verayanti
biarin ntar lagi mbak Aisyah dpt hasilnya...kapok kapok dah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!