Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 PERTENGKARAN
“Eee ... I.. Itu, aku—“
"Jika memang kamu sudah tidak mau lagi hidup berumah tangga denganku, kenapa kamu tidak melepaskanku saja? Dari pada menikah secara diam-diam. Apakah kamu tidak sadar, jika perbuatanmu dapat menyakitiku dan juga anak kita." mendengar ucapan yang sungguh menyakitkan hatiku, aku langsung sujud di depannya dan memohon ampun.
"Tolong jangan berkata seperti itu. Mana mungkin aku Melepaskanmu, aku nggak mau berpisah sama kamu. tolong beri aku kesempatan untuk menembus semua kesalahanku aku benar-benar khilaf." Siska langsung membuang wajah ke arah Lain terlihat matanya sudah mulai mengembun bahkan tubuhnya sedikit bergetar ia pasti sedang menahan amarah yang bersarang di hatinya. "Sayang dengarkan aku aku mohon tetaplah wajahku." perlahan Siska melangkahkan kakinya mundur ke belakang, agar tidak terlalu dekat denganku. Ia lalu menatapku.
“Selamat ya, Mas. Atas pernikahan siri kamu dengan mantan kekasihmu yang dulu. Padahal sebelum kamu menikah denganku. Kamu sempat dicampakkan olehnya, karena kamu tidak memiliki apa-apa. Tapi kenapa, di saat kamu sudah mempunyai segalanya, kamu malah menikahi mantan Kekasihmu dan lebih parahnya lagi kamu malah menafkahi anaknya dengan uang hasil jerih payah kita berdua selama bertahun-tahun.”
“To .. Tolong, maafkan aku. Aku bisa jelaskan semua ini, aku janji akan bersikap adil, tapi tolong dengarkan aku ya.” Aku langsung bangkit dari sujudku, aku mencoba meraih tubuh Siska untuk memeluknya, tetapi dia langsung mendorong dengan keras membuat diriku hampir terjatuh.
“Jangan sentuh tubuhku, aku tidak sudi jika tubuhku disentuh oleh tangan kotormu!”
“Siska kata-katamu—“
“Apa! Kamu enggak terima? Faktanya memang seperti itu. Aku begitu jijik jika tubuhku disentuh oleh tangan kotor, yang mana tangan itu sudah sering sekali menyentuh perempuan kotor seperti mantan kekasihmu, atau lebih tepatnya istri siri.”
“Jangan sebut Rahma wanita kotor, dia bukan perempuan seperti itu!” Tanpaku sadari aku telah membela Rahma di depan Siska, padahal aku baru saja meminta maaf padanya. Tapi tetap saja, aku tidak terima jika dia merendahkan Rahma.
“Hoh, Kamu marah ya wanita selingkuhan kamu aku sebut sebagai wanita kotor, lalu kamu mau aku sebut sebagai wanita apa? Tidak mungkin kan wanita baik-baik mau menikah dengan suami orang!”
“Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk marah kepadamu, hanya saja aku tidak menyukai kata-katamu yang terlalu menghina Rahma. Biar bagaimanapun dia sudah menjadi istriku.” Siska tersenyum sinis, ia terlihat muak dengan diriku, apalagi aku sempat membela Rahma.
"Asal kamu tahu ya, Mas. Tanpa aku hina pun selingkuhanmu itu sudah menjadi wanita rendahan, bahkan terlihat sangat murah hanya karena mantan kekasihnya sudah lebih kaya, dulu saat kamu hidup miskin dia ke mana, di saat kamu tidak punya apa-apa kenapa dia tega meninggalkan kamu dan mencakapkan kamu dengan pria lain, lalu saat kamu sudah menjadi orang yang sukses bahkan mempunyai usaha yang cukup terkenal di kota ini. Kenapa dia tiba-tiba ingin kembali kepadamu?"
"Itu sudah masa lalu, aku yakin Rahma juga masih mencintaiku walaupun dulu aku pernah dicampakkan olehnya."
" Kamu terlalu bodoh, Mas. Kamu sudah dibutakan oleh cinta palsu. Seharusnya kamu sadar. Kenapa mantan kekasihmu dulu bisa kembali dan ingin menikah denganmu, dia hanya ingin mengincar hartamu, Mas! Sebenarnya dia itu tidak peduli padamu, yang ia pedulikan darimu hanyalah uang."
"Rahma bukan wanita seperti itu, pikiranmu terlalu licik, dia kembali kepadaku karena ia masih sayang dan cinta kepadaku. Itulah sebabnya aku menikahi Rahma Karena dia sudah menjadi seorang janda dan mempunyai anak satu, aku tidak tega melihat kehidupan dia saat menderita ketika dia dibuang oleh suaminya."
"Kamu tidak tega melihat mantan kekasihmu hidup menderita oleh mantan suaminya, tetapi kamu tega menyakiti hatiku dan juga anak kita. Apa kamu tidak tahu, anak kita pernah melihat kamu jalan berdua dengan wanita lain bersama anak kecil. Awalnya aku tidak percaya karena aku yakin sekali kamu bukanlah pria yang seperti itu, tapi faktanya saat aku mencari tahu tentang dirimu, Ternyata itu semua dapat merubah segalanya. Kamu bukanlah suami yang baik dan ayah yang baik untuk anak kita." Aku cukup terkejut mendengar kabar bahwa anakku pernah melihat diriku jalan Rahma.
"Kapan Angga melihat diriku bersama Rahma?" Kini rasa penyesalan sudah mulai muncul ke permukaan, pantas saja akhir-akhir ini sikap anakku berubah drastis. Padahal sebelum aku menikah dengan Rahma. Angga begitu dekat denganku, kemanapun aku pergi dia selalu ikut, namun ketika aku tidak terlalu memperdulikan Angga, ia menjadi menjauh, bahkan hubunganku dengan dia sudah meregang terlalu jauh. Hal ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama aku tidak mau anakku sendiri membenci Ayahnya aku harus melakukan sesuatu
"Cukup lama, apa kamu tidak sadar. Bagaimana sikap anakmu akhir-akhir ini terhadapmu? Oh, ya. Aku lupa ,kamu terlalu sibuk sama selingkuhanmu sampai mengabaikan anak kamu anak kandung kamu sendiri, bahkan hari ini kamu juga terlihat sangat cuek dan juga dingin terhadap diriku, kukira kamu mungkin terlalu lelah karena mengelola Resto yang cukup ramai. Namun nyatanya kamu malah bersenang-senang dengan selingkuhanmu.
"Aku mohon, jangan katakan ke pada Angga jika aku menikah lagi, aku tidak mau dia semakin kecewa dengan ayahnya. Aku janji, akan memperbaiki hubunganku dengan Angga."
"Tanpa aku katakan, Aku sudah mengetahui kebusukanmu, Mas. Dia juga pernah melihat kamu menggendong seorang anak kecil, kamu bayangkan saja. Betapa kecewanya anak kamu saat melihat ayahnya menggendong anak orang lain, sedangkan dirinya membutuhkan perhatian dari ayahnya tetapi diabaikan. Itulah sebabnya Kamu jangan terlalu menyalahkan Angga. Sudah kubilang, intropeksi diri. Kenapa anakmu bisa sampai seperti itu, dan jangan pernah menyesal jika suatu saat Angga akan membenci ayahnya."
"Jangan menakuti aku dengan kata-katamu."
"Aku tidak menakuti faktanya memang seperti itu."
...****************...
“Mas, kamu di mana? Sudah seminggu loh kamu nggak pulang ke rumah," ujar Rahma di balik telepon. Kenapa di saat seperti ini dia malah menghubungiku. Keadaanku sedang tidak baik. Jadi agak malas untuk menerima panggilan dari Rahma.
"Maaf, ya. Untuk saat ini aku belum bisa pulang ke rumah. "
"Loh, kenapa? Biasanya kamu selalu mampir ke rumah ,bahkan menginap di sini apa kamu lagi ada masalah sama istri kamu?"
"Aku lagi enggak ada masalah kok, minggu ini aku lagi sibuk banget urus resto. Jadi belum bisa ke sana lagi." Aku sengaja berbohong padanya, memang benar sudah seminggu aku tidak pernah datang ke sana. Terlebih lagi sikap Siska yang sudah berubah semenjak tahu aku menikah lagi di belakangnya. Aku mencoba meminta maaf dan memperbaiki hubunganku dengan Siska. Tapi semuanya sia-sia, ia selalu saja menghindar dariku dan enggan berbicara. Begitu juga dengan anakku. Aku seperti tidak dianggap di rumah ini.
“Tapi aku kangen sama kamu, Mas.” Suara Rahma terdengar mendayu, sayangnya aku tidak tertarik, mungkin karena memikirkan Siska. "Apa kamu tidak mau, aku manjakan di atas ranjang seperti biasa? plis, kamu datang ya ke sini, aku kangen banget sama kamu." Lagi-lagi suara Rahma dibuat mendayu. Tapi tetap saja, aku tidak bisa menuruti permintaanya. Sebelum aku datang ke sana, aku harus menyelesaikan masalaku dengan Siska. Aku sengaja tidak memberitahukan masalahku dengan Rahma karena aku ingin menyelesaikan sendiri. "Mas, kok diam saja sih. Kamu mau kan datang ke sini?"
“Maaf, ya. Aku mau lanjut kerja dulu, hubungi aku nya nanti saja ya."
“Mas! Kok begitu sih? Kamu kenapa sih, kok nada bicaramu kaya enggak suka kalau aku hubungi kamu.”
“Untuk saat ini jangan banyak bicara dulu ya. Kepalaku lagi pusing.”
“Pusing kenapa?”
“Sudah dulu, ya.” Tanpa menunggu balasan dariku aku langsung menutup panggilan teleponnya saat ini diriku benar-benar frustrasi. Aku butuh ketenangan saat ini.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/