Nona kedua Li Yue An dari keluarga pejabat merusak nama baiknya, Kehormatannya membuat semua orang membenci bahkan mengucilkannya. Namun siapa Sangka siasat jahatnya membuat dirinya menjadi seorang Permaisuri. Setiap langkah yang ia ambil akan membuatnya mengorbankan semua orang yang peduli dengannya.
Di tahun ke sepuluh setelah Li Yue An menjadi seorang Permaisuri. Dia di jatuhi hukuman mati oleh Kaisar yang merupakan suaminya karena berkolusi dengan pemberontak.
Semua kebetulan seperti sebuah mimpi semata. Dia justru terbangun kembali saat usianya tujuh belas tahun. Dimana dirinya masih di perlakukan tidak adil oleh keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eksekusi mati untuk penjahat
Hakim daerah bangkit dari tempat duduknya. "Diam. Jangan menggangu jalannya pengadilan. Seret dia pergi," teriaknya kuat dengan penuh kekesalan.
Dua penjaga bertubuh tegap menghadang Boqin. Pemuda itu di tarik paksa pergi menjauh.
"Dia tidak bersalah. Minggir," Boqin masih berusaha untuk melawan. Sekarang hanya dia yang dapat membuktikan jika Ketua Chen tidak ada hubungannya dengan pembunuhan berantai.
Tatapan semua orang yang ada di sana mulai berubah menjadi murka.
"Hukum dia."
"Bunuh dia."
"Dasar binatang."
Suara cacian dan makian tanpa henti terus terlontarkan. Batu-batu kecil mulai di lempar para warga yang sudah geram kearah pria di atas podium eksekusi.
Ketua Chen menatap dengan senyuman kearah Boqin. Dia menggelengkan kepalanya pelan berharap pemuda yang terus memohon ampun untuk dirinya bisa pergi dari tempat itu. Lagi pula untuk seseorang tanpa kekuasaan tidak akan mampu melawan pejabat daerah yang harus akan kemuliaan.
Boqin tidak bisa menerimanya dia memberontak tanpa henti bahkan tubuh kecilnya mampu terbebas dari tarikan dua orang bertubuh besar. "Aku memiliki bukti nyata," dia berlari kearah podium mengeluarkan buku dari balik bajunya.
Hakim daerah semakin tidak sabar karena dirinya hanya di berikan perintah dari atasan untuk menangkap pria di depannya. Tidak ada surat yang menyatakan pria itu bersalah. "Apa yang kalian lakukan? Tangkap dia. Pemuda itu salah satu komplotannya."
"Boqin lari," suara Ketua Chen menekan kuat lehernya dengan berat.
"Ketua, kita tidak bersalah. Mengapa kita harus di hukum," kedua tangan Boqin di tahan dua orang pria di ikat ke belakang agar tidak bisa memberontak. Kalung yang ia kenakan tidak sengaja tertarik keluar hingga terjatuh. Pemuda itu ingin mengambilnya tapi tidak bisa.
Dari kejauhan Li Yue An tidak bisa menyaksikan terlalu mendetail karena banyak orang saling berdesakan. "Kita kembali," ujarnya membalikkan tubuhnya.
Afu datang dari arah depan, "Nona kedua. Saya sudah menemukan dimana adik anda berada," ujarnya. Dia telah memeriksa secara diam-diam hampir ribuan pemuda di kota dengan umur yang sama. Dan hanya satu pemuda yang memiliki kalung batu berbentuk merpati seperti yang Nona mudanya katakan.
"Dia dimana?" Li Yue An sudah tidak sabar ingin melihat wajah adiknya setelah berpisah bertahun-tahun.
"Nona kedua bisa ikut dengan ku," Afu berbalik ingin menunjukkan jalan. Tapi dia melihat pemuda yang ingin ia tunjukkan kepada Nona keduanya. "Nona kedua, dia di sana."
Menunjuk kearah pemuda yang telah terikat siap untuk di eksekusi. Afu berlari menerobos ratusan orang yang ada di alun-alun kota menyaksikan eksekusi. Li Yue An mendegar itu dia ikut berlari menerobos kerumunan banyaknya orang.
"Nona kedua," pelayan Cui berteriak kuat namun dia tertinggal. Terhimpit banyaknya orang.
Wakil Jenderal Wang bersama semua prajurit yang ada di bawah kendalinya dengan sigap berusaha membuka jalan untuk Li Yue An.
"Tidak," Li Yue An berteriak kencang.
"Waktu telah tiba," papan kayu kecil penentu waktu di jatuhkan menandakan eksekusi siap di jalankan.
"Tidak," teriakan Li Yue An membuat beberapa orang menghindar. Gadis itu terus berlari kencang bahkan tidak perduli dengan dirinya sendiri.
Tepat di saat dua golok besar akan menebas leher dua orang di atas podium.
Trenggg...
Dua golok di tangan algojo terjatuh di tanah. Afu dengan kekuatan bela dirinya yang hebat berhasil menerobos kerumunan dan menyelamatkan dua orang di atas podium.
Wakil Jenderal Wang membukakan jalan untuk Li Yue An melangkah tanpa rasa takut. Gadis itu menatap tajam kearah hakim daerah di atas podium.
"Siapa? Siapa yang begitu lancang ingin menghambat eksekusi," teriak kuat hakim daerah. Dia bangkit berjalan menghampiri pria yang telah membuat dua algojo terjauh tidak berdaya. "Tangkap. Tangkap mereka semua."
Wakil Jenderal Wang berlari maju mengeluarkan pedang di tangannya lalu mengarahkan tepat di leher Hakim daerah. Semua orang terdiam mundur perlahan.
Afu melepaskan kedua ikatan di tangan Ketua Chen juga Boqin.
"Ketua," Boqin membantu sebagai sandaran kepada ketua Chen agar pria itu tidak terjauh. Darah kering di tubuh ketua Chen memenuhi tubuhnya.
Li Yue An berjalan mendekat mengambil kalung batu yang terlempar dua meter dari pemuda di depannya. Dia tersenyum lega, gadis itu menghampiri pemuda yang usianya sebaya dengan adik ketiganya. Dia berlutut agar bisa saling berhadapan. "Apa ini milik mu?"
Boqin mengangguk. "Iya."
"Darimana kamu mendapatkannya?" tangan Li Yue An bergetar.
"Aku sudah memakainya sedari kecil. Sejak ayah dan ibu menemukan ku," saut Boqin menatap tidak percaya. Dia hanya berharap apa yang ada di pikiran adalah sebuah ilusi.
"Xiao An," wajah teduh Li Yue An menatap penuh kasih sayang. "Akhirnya kakak menemukan mu," ujarnya membaut pemuda di depannya menatap tidak percaya. "Jangan takut ada kakak di sini. Mereka tidak akan bisa menyakiti mu," Li Yue An bangkit menatap tajam Hakim daerah. "Tuan kesalahan apa yang telah mereka lakukan sehingga di berikan hukuman seperti ini?"
Hakim daerah tahu jika gadis muda di depannya bukanlah orang sembarangan. Punggungnya perlahan terasa dingin. "Mere..mereka, telah membunuh gadis-gadis tidak berdosa."
Li Yue An berjalan pelan namun penuh aura mematikan. Tatapannya sangat tajam dan dingin bahkan Wakil Jenderal Wang ikut merinding saat melihat kedua matanya. "Berikan aku buktinya," suaranya sangat tenang.
"Bukti?" Hakim daerah kebingungan. Dia juga tidak memiliki bukti di tangannya.
Senyuman di balik penutup wajah membuat semua orang menjadi tidak berani bersuara. "Tanpa bukti kamu bahkan berani menuduh orang yang tidak bersalah. Tuan kamu sungguh berani," pandangan mata Li Yue An semakin tajam.
"Benar. Bagaimana mereka asal menangkap orang seenaknya dan di jadikan tersangka. Ini tidak masuk akal."
"Benar. Tuan jika mereka memang tersangkanya mana buktinya."
"Iya. Mana buktinya."
Suara orang-orang perlahan membuat keributan.
Suara langkah kaki terdengar dari arah timur. "Minggir, minggir jangan menghalangi jalan."
Pasukan pengawal kota datang di barengi kereta kuda berjalan di tengah-tengah. Tempat itu di kepung pasukan pengawal kota Changpu. Kereta berhenti, dari dalam kereta pria usia empat puluh tahunan melangkah keluar bersama seorang pemuda usia dua puluh lima tahunan. Pria itu adalah Walikota Changpu saat ini Hong Bing dan anak pertamanya Hong Shu.
"Gadis gila mana yang berani bertindak seenaknya di kota ku," Walikota melangkah santai menuju podium. Tatapannya tertuju pada gadis muda dengan penutup wajah.
"Wakil Wang," Li Yue An memberikan isyarat agar pedang miliknya di simpan kembali.
Wakil Jenderal Wang mengangguk mengerti. Dia menyimpan kembali pedang di tangannya. Berjalan menuju ke samping Nona keduanya. "Dia Walikota saat ini Hong Bing," bisik Wakil Jenderal Wang. Dirinya pernah mencari tahu informasi tentang Walikota itu beberapa bulan lalu. Dia masih ingat betul wajahnya di lukisan dari informasi mata-mata yang ia kirimkan.
"Walikota, saya hanya ingin meminta bukti kejahatan dari dua orang ini," ujar Li Yue An menatap tenang.
Walikota Hong Bing menatap tidak peduli. "Ini kota ku. Dan aku hakim yang akan menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tangkap mereka semua," ujarnya dengan santai.
Semua pengawal kota berlarian mendekat mengepung semua tempat. Para warga yang ada di sana ketakutan memilih untuk menghindar.
Cuiiitttt...
Peluit di tiup Wakil Jenderal Wang.
Ciuuu...
Dorr..
Dorr...
Puluhan kembang api tanda bahaya meluncur memenuhi langit kota Changpu. Tanda itu adalah tanda milik pasukan Fengyin, Jenderal Lie Mingyu yang terkenal kejam.
Walikota Hong Bing dan putranya Hong Shu mulai merasa takut.
Wakil Jenderal Wang maju menghadang melemparkan tanda pengenalnya. Dua orang yang pada awalnya sombong langsung menunduk.
"Wakil Jenderal, kami tidak tahu anda datang. Maaf atas kelancangan ini," ujar Walikota Hong Bing berusaha tetap tenang.
"Walikota, Nona muda saya hanya ingin mengetahui mengapa mereka harus di hukum. Tapi kalian terlalu berbelit-belit. Tanpa bukti yang jelas hukuman seperti ini juga bisa di jalankan. Walikota, otoritas mu terlalu berlebihan," Wakil Jenderal Wang menatap tajam.
Jika tidak ada kendala cerita akan selalu di update setiap hari dengan jam yang tidak menentu. Di pastikan tamat sampai akhir dalam jangka waktu kurang dari satu bulan☺️