"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Saatnya Tidur
Setelah semua hiruk-pikuk di bar, Lily merasa tubuhnya lelah. Rasa mabuk mulai memudar, dan ia menyadari betapa capeknya dirinya. Dinda, yang duduk di sampingnya dengan kepala tersandar ke sofa, tampak sama lelahnya. Mereka memutuskan untuk mengakhiri malam itu dan mencari tempat untuk beristirahat.
"Din, kita pulang saja ya. Capek banget rasanya," ujar Lily sambil merapikan rambutnya yang sudah berantakan.
Dinda mengangguk lemah. "Iya, aku juga udah nggak kuat lagi. Pengen tidur aja."
Mereka berdua keluar dari bar dan mulai berjalan pelan-pelan menuju kos Lily yang tidak jauh dari situ. Malam semakin larut, dan udara dingin menyapa mereka. Sepanjang perjalanan, mereka berdua berjalan sambil tertawa kecil mengingat kejadian-kejadian lucu di bar tadi.
Sesampainya di kos, Lily membuka pintu kamarnya yang sempit tapi rapi. Mereka segera masuk, dan Dinda langsung menjatuhkan diri di kasur kecil di sudut kamar.
"Fiuh, akhirnya sampai juga. Udah nggak kuat banget rasanya," ucap Dinda sambil menguap lebar.
Lily hanya tertawa kecil melihatnya. Dia lalu membuka lemari kecil di samping tempat tidur dan mengambil baju tidur yang nyaman. Setelah mengganti pakaiannya, Lily mengambil selimut dan duduk di tepi kasur sambil menatap Dinda.
"Din, besok kita nggak usah ke bar dulu, ya? Aku pengen istirahat sehari," kata Lily dengan nada lelah.
Dinda mengangguk. "Setuju, Lil. Kita butuh waktu buat ngumpulin tenaga lagi. Besok kita santai aja."
Mereka berdua akhirnya memejamkan mata, mencoba melepas lelah dari segala kehebohan yang mereka alami hari itu. Ruangan yang tadinya penuh dengan obrolan mulai hening, hanya suara napas teratur mereka yang terdengar. Lily menarik selimutnya lebih erat, mencoba mendapatkan kehangatan di tengah dinginnya malam.
Setelah beberapa saat terbaring, Lily merasakan kantuknya mulai datang. Namun, entah kenapa, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Kenangan akan malam yang baru saja berlalu berputar dalam kepalanya. Dia mencoba mengingat semua yang terjadi—tawa, candaan, dan juga kerumitan yang sempat muncul.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja. Dengan sedikit kesulitan, Lily mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Layar menunjukkan pesan dari salah satu teman barunya, menanyakan tentang malam yang baru saja mereka lalui.
“Seru ya tadi? Kita harus ngulang lagi!”
Lily tersenyum kecil membaca pesan itu. Namun, di saat yang sama, ia merasakan sedikit keraguan. Apakah benar-benar ingin terus terjebak dalam siklus yang sama? Meskipun dia menikmati setiap momennya, dia mulai merindukan sesuatu yang lebih berarti dalam hidupnya.
Di sisi lain, Dinda masih terlelap di kasur, snoring halus terdengar dari bibirnya. Lily melihat sahabatnya dengan penuh kasih. Mereka berdua sudah melalui banyak hal bersama, dan meskipun hidup mereka penuh dengan kegilaan, ada rasa nyaman yang selalu bisa mereka bagi.
“Din,” panggil Lily lembut, tidak ingin membangunkan sahabatnya secara mendadak. “Kamu bangun, deh. Mending kita ngobrol sedikit.”
Dinda mengerutkan kening, perlahan membuka mata. “Hah? Apa? Kenapa, Lil?”
“Aku cuma mau ngobrol sedikit sebelum tidur. Kita udah lama nggak bener-bener ngobrol,” jawab Lily sambil tersenyum.
Dinda mengangguk, lalu duduk bersandar di dinding. “Oke, ngomong apa? Tentang bar tadi?”
“Iya, tapi lebih dari itu. Kayaknya kita perlu pikirin masa depan kita. Kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, tapi kita harus punya tujuan,” kata Lily dengan nada serius.
Dinda memandang Lily, terlihat terkejut. “Kamu tahu, aku merasa hal yang sama. Kadang, aku juga ingin lebih dari sekadar ini. Tapi, kita masih muda, kan? Mungkin kita harus menikmatinya sedikit lebih lama.”
Lily mengangguk. “Iya, kita masih muda. Tapi aku merasa kita harus mulai merencanakan apa yang ingin kita capai. Seperti, apa yang kita mau dalam hidup ini?”
Dinda terdiam sejenak, kemudian tersenyum. “Kalau kamu mau, kita bisa bikin rencana. Kita bisa mulai dengan hal-hal kecil dulu. Misalnya, ambil kelas baru atau belajar sesuatu yang baru.”
“Bagus! Kita bisa mulai dari hobi yang kita suka, atau bahkan memikirkan untuk membuka usaha kecil-kecilan,” balas Lily, semangatnya kembali muncul.
Keduanya mulai membicarakan ide-ide yang mereka miliki, berbagi impian dan harapan. Dari ingin membuka kafe kecil hingga belajar menari. Saat mereka berdiskusi, waktu terasa berlalu begitu cepat. Meski lelah, keduanya merasakan semangat baru dalam hidup mereka.
Setelah berjam-jam berbincang, Lily merasakan kantuknya kembali. “Oke, sudah malam. Kita lanjutkan diskusi ini besok ya? Sekarang aku mau tidur,” ucapnya sambil merenggangkan tubuh.
“Baiklah, tidur yang nyenyak, Lil. Semoga mimpi indah,” balas Dinda sebelum merebahkan dirinya kembali ke kasur.
Lily menutup matanya, merasa lebih ringan. Dia tahu bahwa ada banyak tantangan di depan, tetapi malam ini, berbagi impian dan harapan dengan sahabatnya membuatnya merasa lebih baik.
Ketika Lily terbangun di pagi hari, sinar matahari sudah menembus celah-celah jendela kamarnya, menyoroti debu-debu yang berterbangan di udara. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, merasa sedikit segar setelah malam yang penuh diskusi dan harapan. Meskipun ada sedikit rasa nyeri di kepalanya akibat semalam, semangatnya untuk memulai hari baru mengalahkan rasa tidak nyaman itu.
Lily mengintip ke arah Dinda yang masih terlelap di kasur, dengan rambut yang berantakan dan selimut yang melorot. Melihat sahabatnya yang tampak lucu seperti itu, Lily tidak bisa menahan tawa kecil. Dengan hati-hati, ia berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan.
Sambil menyiapkan roti bakar dan kopi, pikiran Lily melayang kembali ke percakapan mereka semalam. Rencana untuk memulai sesuatu yang baru menggugah semangatnya. “Mungkin ini saat yang tepat untuk mulai,” gumamnya pada diri sendiri.
Setelah sarapan siap, Lily membangunkan Dinda dengan lembut. “Din, bangun! Sarapan sudah siap!”
Dinda mengerang, menarik selimutnya lebih erat. “Lima menit lagi, Lil. Aku masih ngantuk.”
“C'mon! Kita butuh energi untuk menjalani hari ini. Ayo, bangun!” seru Lily sambil menggoyangkan bahu Dinda.
Akhirnya, Dinda bangun dengan mata setengah terpejam, berjalan menuju meja makan. “Kamu tahu, aku sebenarnya pengen tidur lebih lama,” ucapnya sambil menguap lebar.
“Sekarang kita sudah bangun, jadi kita harus memanfaatkan waktu dengan baik. Mari kita rencanakan apa yang ingin kita lakukan,” ajak Lily dengan semangat.
Setelah mereka menikmati sarapan, keduanya duduk di sofa dengan secangkir kopi di tangan masing-masing. Lily mengeluarkan buku catatan kecil dan pena, bersiap mencatat ide-ide mereka.
“Jadi, kita mulai dari mana?” tanya Dinda sambil memerhatikan Lily yang sibuk menulis.
“Kita bisa mulai dari hobi kita masing-masing. Kamu bilang suka menggambar, kan? Mungkin kita bisa ambil kelas seni,” saran Lily.
“Dan kamu suka memasak. Kita bisa ikutan kelas masak juga!” balas Dinda dengan antusias.
Mereka mulai mencatat semua ide, berbagi harapan dan impian yang selama ini tertahan. Mereka membahas tentang kuliah, kerja, dan bahkan rencana untuk bepergian. Diskusi mereka semakin seru ketika ide-ide baru bermunculan.
Setelah beberapa jam, mereka merasa cukup puas dengan rencana mereka. “Aku merasa lebih bersemangat sekarang,” kata Dinda, wajahnya berseri-seri. “Rasa-rasanya kita bisa melakukan semua ini!”
“Betul! Kita hanya perlu disiplin dan tetap fokus,” balas Lily. “Tapi, kita juga tidak boleh lupa untuk bersenang-senang.”
Dinda mengangguk setuju. “Iya, jangan sampai kita kehilangan momen seru seperti yang kita alami kemarin.”
Setelah perencanaan selesai, Lily dan Dinda memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar lingkungan mereka. Mereka berpakaian santai dan keluar untuk menikmati udara segar. Selama berjalan, mereka bercanda dan tertawa, merasa lebih ringan dengan semua rencana yang sudah mereka buat.
Tiba-tiba, saat mereka melintas di sebuah kafe kecil, Dinda melihat papan menu yang terpampang di depan. “Lihat, Lil! Mereka punya kelas memasak di sini!”
“Benarkah? Ayo kita masuk dan tanya-tanya!” seru Lily.
Keduanya masuk ke dalam kafe dan menyapa pelayan yang ada di sana. Mereka mendapat informasi tentang kelas memasak yang akan diadakan akhir pekan ini. Dengan bersemangat, Lily dan Dinda mendaftar untuk ikut serta.
“Malam ini kita bisa kembali ke bar, setelah kelas memasak!” usul Dinda sambil tersenyum nakal.
Lily tertawa. “Setuju! Tapi kita akan lebih bijaksana, ya? Kita tetap harus ingat tujuan kita.”
Mereka berdua berjalan keluar dari kafe dengan hati penuh harapan dan semangat baru untuk menjalani hidup yang lebih berarti. Hari yang tampak biasa saja kini berubah menjadi momen yang penuh makna.